“Demam nggak turun-turun sebaiknya minum obat ya?” adalah satu dari banyak pertanyaan yang kerap diterima mahasiswa jurusan Farmasi. Pertanyaaan seputar obat dan cara meminumnya memang jadi pengalaman yang tidak pernah terpisahkan dengan mahasiswa Farmasi. Maklum saja, di benak kebanyakan orang, mahasiswa jurusan ini memang identik dengan mempelajari obat-obatan.
Anggapan itu tidak salah sebenarnya. Hanya saja, kebanyakan orang terlalu menyederhanakan jurusan yang kompleks ini hingga muncul anggapan-anggapan yang kurang pas. Di bawah ini beberapa anggapan yang kurang pas seputar jurusan ini yang perlu diluruskan.
#1 Mahasiswa jurusan Farmasi pasti hafal semua jenis obat yang ada di pasaran
Kalian mahasiswa jurusan Farmasi pasti pernah tiba-tiba ditodong pertanyaan tentang merek sebuah obat yang belum pernah kalian dengar sebelumnya. Apabila tidak bisa menjawab atau menjelaskannya, penanya dengan entengnya akan meragukan pembelajaran kalian di bangku kuliah. Mungkin, maksud mereka bercanda, tapi hati ini rasanya langsung merasa gagal jadi mahasiswa jurusan Farmasi.
Saya kasih tahu ya. Jumlah obat-obatan di dunia ini ada ribuan. Mustahil mahasiswa Farmasi menghafal seluruhnya. Untuk obat-obat yang sering dipakai, biasanya kita memang langsung familiar, bahkan tahu dosis dan aturan pakainya. Tapi, lain cerita dengan obat-obat paten.
Sal tahu saja, satu kandungan obat bisa punya banyak nama dagang, tergantung produsennya. Kadang, mahasiwa Farmasi baru ngeh setelah melihat nama generiknya. Jadi, bukan berarti nggak tahu, tapi perlu waktu sebentar buat mengaitkan nama dagangnya dengan kandungan yang sudah dipelajari.
#2 Pasti tahu aturan minum berbagai obat
Mirip seperti hafalan nama obat, mahasiswa Farmasi juga kerap mendapat pertanyaan aturan minum obat. “Obat ini diminum berapa kali sehari?” dan “Sebelum atau sesudah makan?” jadi segelintir pertanyaan yang paling sering dilontarkan. Bahkan, terkadang, kami juga menerima pertanyaan yang agak teknikal seperti, “Boleh nggak amoxicillin dikombinasi sama obat maag kayak omeprazole?”
Pertanyaan-pertanyaan itu memang wajar ditanyakan. Tapi, jujur aja, otak mahasiswa jurusan Farmasi kadang perlu waktu loading terlebih dahulu. Untuk obat yang sering muncul mungkin nggak jadi masalah. Tapi, kalau obatnya bukan yang sering muncul di keseharian kuliah atau praktik, itu lain cerita.
Soalnya, setiap obat punya aturan pakai yang beda-beda. Belum lagi, dosis dan cara konsumsinya bisa berubah tergantung usia, berat badan, atau kondisi pasien tertentu. Lalu, dari segi kandungan obatnya juga perlu dipertimbangkan ada tidaknya interaksi dengan obat lain.
Itu mengapa, sebelum memberikan jawaban, kami terbiasa untuk memeriksa dengan teliti komposisi obat, lalu konfirmasi ulang lewat aplikasi referensi seperti MIMS. Kehati-hatian itu demi info yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
#3 Mahasiswa farmasi cuma jago kimia
Memang benar, kimia bisa dibilang jadi pemeran utama di dunia farmasi. Hampir semua proses sintesis obat melibatkan reaksi kimia untuk menyusun komponen aktif yang utuh. Bahkan, setelah jadi, obat tetap erat hubungannya dengan reaksi kimia. Misalnya, dalam hal stabilitas atau interaksi dengan zat lain.
Selain Kimia, mahasiswa Farmasi juga perlu mempelajari Matematika untuk menghitung dosis yang tepat dengan rumus-rumus tertentu agar obat bisa mencapai kadar efektif di dalam tubuh, tanpa menimbulkan efek samping. Biologi juga tidak kalah krusial untuk mempelajari perjalanan obat di dalam tubuh. Begitu pula dengan fisika. Ilmu ini penting banget buat memahami stabilitas obat. Contohnya, ilmu fisika bisa digunakan untuk menghitung masa kadaluarsa obat, alasan kenapa obat tertentu butuh kemasan khusus, sampai cara mencegah reaksi fisik yang bisa menurunkan efektivitas obat.
Jadi, meskipun bentuk obat itu kecil dan kadang kelihatannya sederhana, proses di baliknya ternyata kompleks, melibatkan banyak ilmu yang saling berkaitan. Semuanya berperan penting supaya satu butir obat itu bisa bekerja dengan aman dan efektif.
#4 Kuliahnya cuma belajar obat-obatan
Memang, sebagian besar yang dipelajari di farmasi adalah soal obat. Tapi nyatanya, ilmu yang dipelajari nggak melulu soal kandungan zat aktif atau interaksi obat. Kita juga belajar etika dan hukum, supaya tahu batasan tanggung jawab tenaga kefarmasian dan aturan mainnya di dunia kesehatan.
Selain itu, ada juga materi kewirausahaan. Soalnya, lulusan farmasi nggak harus selalu kerja di apotek atau rumah sakit. Bisa aja nantinya terjun ke dunia industri, entah itu bikin produk obat sendiri, suplemen, atau bahkan produk kecantikan. Nah, biar nggak kelimpungan pas mau mulai usaha, bekal ilmunya udah dikasih dari bangku kuliah.
Belajar farmasi kadang rasanya kayak kuliah multi jurusan. Komplit banget, tapi bikin pengen rebahan lama-lama saking padatnya.
#5 Habis lulus langsung bisa buka apotek
“Wah, akhirnya jadi sarjana juga. Mau kerja di rumah sakit, atau langsung buka apotek?” Pertanyaan seperti ini sering banget mampir ke telinga lulusan jurusan Farmasi. Padahal kenyataannya, setelah lulus sarjana, mahasiswa Farmasi harus lanjut satu tahun pendidikan profesi apoteker dulu. Baru setelah itu, bisa menyandang gelar Apt. di depan nama.
Seorang lulusan farmasi bisa praktik dan buka apotek perlu syarat lain, yakni lulus uji kompetensi untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi Profesi Apoteker (SKPA), lalu mengurus Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Pengalaman magang juga penting, apalagi kalau mau buka apotek sendiri, izin usaha pun harus lengkap. Baru setelah semua itu terpenuhi, mimpi punya apotek sendiri bisa benar-benar diwujudkan. Jadi nggak bisa langsung buka apotek setelah mengantongi gelar sarjana farmasi ya.
Ya, itulah gambaran tentang mahasiswa farmasi yang sebenarnya nggak sesimpel yang terlihat. Perjalanannya panjang dan ilmunya sangat luas. Itu bisa dimaklumi karena ladang pekerjaan lulusan Farmasi kompleks, penuh tanggung jawab, dan punya peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Berat sih, tapi keren banget, kan?
Penulis: Intania Lathifah Kirana
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 3 Aturan Tidak Tertulis Apotek, Sebaiknya Pelanggan Tahu supaya Tidak Merepotkan Apoteker
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
