Beberapa bulan ini, saya bekerja sebagai salah satu staf copywriter pada salah satu kantor agensi di Kota Bandung. Sebagai lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi, tentu saja saya senang bekerja sebagai copywriter karena saya bisa mengaplikasikan ilmu yang telah saya pelajari di bangku kuliah. Sejak duduk di bangku kuliah, saya juga sering menulis, jadi saya senang bisa berkesempatan mengasah skill kepenulisan saya dengan menjadi copywriter.
Banyak orang bertanya ke saya, jobdesc lo di kantor agensi ngapain aja. Tentu saja saya menjawab dengan sebagaimana mestinya. Bikin caption dan copy visual dari konten yang sudah dibuat oleh tim. Brainstorming juga bersama tim sebelum dan sesudah bikin konten. Kinda like that.
Lalu, entah bercanda atau serius, ada yang nyeletuk, “Enak dong kerjaan lo! Cuma bikin caption dan brainstorming gitu doang! Nggak usah capek-capek ngambil foto dan video ke lapangan maupun melakukan editing konten?”
Memang benar. Dibandingkan rekan kerja saya seperti staf fotografer, staf videografer atau tim desain grafis, saya menilai, jobdesk saya sebagai copywriter tidak “secapek” mereka yang harus melakukan pemotretan serta pengambilan video ke tempat lapangan.
Memang nggak secapek mereka, tapi…
Sebelum tim fotografer dan videografer berangkat ke lapangan, saya “hanya” ngasih ide tentang gambaran konten yang harus mereka ambil. Setelah konten tersebut selesai diambil dan difinalisasi oleh tim editing foto, tim editing video, maupun tim desain grafis, barulah saya “bekerja” dengan menambahkan copy visual dan caption untuk melengkapi konten yang sudah dibuat oleh mereka. Tapi bukan berarti bikin copy visual dan caption itu gampang ya!
Copywriter dituntut untuk membuat copywriting yang tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu pendek agar pesan yang disampaikan sampai pada audiens. Jika tulisan terlalu panjang, audiens akan malas membacanya. Jika tulisan terlalu pendek, audiens mungkin tidak akan mengerti isi pesan yang berusaha disampaikan.
Copywriter dituntut untuk menguasai berbagai gaya penulisan yang disesuaikan dengan target pasar brand yang ia urus. Misalnya, brand sepatu olahraga X yang target pasarnya milenial dan gen Z kelas menengah. Gaya bahasanya tentu berbeda dengan brand sepatu olahraga lain yang punya segmentasi pasar berbeda.
Kalau dibandingkan karya penulisan macam novel, tentu ya lebih mudah. Tapi kan fungsinya dari awal berbeda. Karya sastra tentu berbeda dengan copywriting yang fungsinya untuk menarik konsumen. Bobot kesulitannya jelas beda, dan nggak apple to apple buat dibandingkan. Makanya, profesi ini nggak bisa dibilang mudah.
Sudah lihat iklan GoodLife BCA terbaru yang dibintangi Om Indro? Itulah contoh copywriting yang saya maksud.
Copywriter itu mudah kok, mudah. Beneran.
Kenapa saya memberikan contoh iklan GoodLife BCA? Karena selama ini, pekerjaan copywriter sering dianggap remeh oleh banyak orang. Banyak orang menganggap, tingkat kesulitan copywriter nggak ada apa-apanya dibandingkan tim fotografi, tim videografer, maupun tim desain grafis. Padahal, tanpa adanya proses Copywriting yang baik, sebuah konten tidak berakhir dengan sempurna.
Terlebih hari-hari ini banyak orang yang skeptis dengan masa depan profesi copywriter karena semakin hari AI makin hari makin canggih. Tapi saya prediksi, profesi copywriter masih belum mati. Meski makin canggih, bukan berarti mereka bisa memahami emosi selayaknya manusia dalam membuat copywriting.
Masa depan copywriter masih cerah untuk mereka-mereka yang mau terus untuk belajar. Termasuk saya, yang saat ini, jika dikonversikan pada Rupiah, satu konten Copywriting yang saya buat masih dihargai beberapa puluh ribu rupiah saja. Belum sampai pada level di mana skill saya dihargai jutaan bahkan ratusan juta Rupiah. Seperti para copywriter kelas Dewa untuk brand-brand kelas dunia yang bisa kalian lihat selama ini.
Kalau ada yang bilang profesi copywriter itu gampang, artinya memang orang-orang itu nggak paham. Dijelaskan juga percuma, wong pasti nggak paham. Lagian kalau memang gampang, kenapa ada yang dibayar jutaan hanya untuk bikin caption?
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tenang Aja, Copywriter Nggak Akan (Semudah Itu) Terganti oleh AI