Ironi Bangkalan Madura: Miskin Kotanya, Sejahtera Pejabatnya

Bangkalan Madura Adalah Pilihan Paling Tidak Rasional untuk Menempuh Pendidikan Tinggi, Bukannya Belajar Malah Jadi Kader Partai UTM

Bangkalan Madura Adalah Pilihan Paling Tidak Rasional untuk Menempuh Pendidikan Tinggi, Bukannya Belajar Malah Jadi Kader Partai (Ilham Hadi Prayogo via Unsplash)

Miskin Kotanya, Sejahtera Pejabatnya. Saya rasa kalimat tersebut sangat cocok untuk dijadikan tagline Kabupaten Bangkalan Madura. Sebab meskipun masuk kategori sebagai kabupaten miskin, pejabat pemerintah di sini tidak sungkan menghambur-hamburkan anggaran. Layaknya rezeki yang bisa dicari, anggaran di kabupaten ini juga bisa dicari-cari. Yang terpenting ada program, anggaran dicairkan, bisa dapat uang makan, ambil ceperan, berguna nggaknya masalah belakangan. Itu menurut saya.

Saya rasa apa yang saya katakan tidak hanya dipikirkan oleh saya, tapi juga teman-teman saya. Guyonan “Saya Cinta Bangkalan, Tapi Nggak Pejabatnya” sering sekali saya dengar. Hal ini membuktikan bahwa kinerja pemerintah kabupaten ini belum bisa memuaskan warganya. Saya pun tidak menyangkal, memang banyak program pemerintah yang menelan miliaran rupiah, tapi tidak ada dampaknya sama sekali, selain menghabiskan anggaran itu sendiri.

Gedung-gedung tak berfaedah di Bangkalan

Saya heran, kenapa pemerintah Bangkalan lebih memilih membangun gedung-gedung unfaedah daripada fokus memperbaiki gedung SD yang banyak rusak. Gedung-gedung yang dibangun pun menelan banyak anggaran, tapi ketika selesai hanya dibiarkan.

Misalnya gedung IKM Center di pintu masuk Suramadu. Meskipun pembangunannya menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN, tetap saja bangunan ini saya rasa hanya buang-buang anggaran. Sebab, pembangunan yang menelan Rp75 miliar ini masih terlihat sepi, padahal sudah dibuka sejak Agustus tahun lalu. Ketika siang hari lokasi dengan luas 6 hektar ini terlihat panas dan gersang, ketika malam pun terlihat kosong dan angker. Sangat tidak menarik untuk dikunjungi.

Contoh lainnya adalah Pasar Palawija Tanah Merah. Salah satu pasar tradisional terbesar di Bangkalan Madura ini dibangun pada  2019 dengan anggaran Rp25 miliar. Tapi sampai saat ini, gedung megah yang sudah rampung tersebut belum bisa digunakan. Bahkan, kemacetan sebagai alasan pembangunannya juga tidak teratasi. Jalan di Pasar Tanah Merah tetap macet. Bahkan, Sabtu kemarin saya harus mematung selama 1 jam karena macet.

Anggaran sudah dihabiskan, tapi gedungnya nggak terpakai. Apalagi kalau nggak disebut buang-buang?

Agenda duta-dutaan elit, tapi kontribusi sulit

Selain bikin gedung unfaedah, agenda duta-dutaan juga hanya jadi ajang buang-buang anggaran di Bangkalan Madura. Salah satu pemilihan duta yang paling terkenal adalah pemilihan duta wisata. Di Bangkalan Madura disebut dengan Kacong Jebbing Bangkalan. Tapi, agenda tersebut agaknya hanya jadi agenda tahunan untuk menghabiskan anggaran saja. Sebab, kontribusi agenda ini kurang berdampak positif bagi Bangkalan. Ya, hanya adu kecantikan dan kepintaran saja. Buktinya, bertahun-tahun dilaksanakan, Bangkalan Madura yang terkenal hanya buruk-buruknya saja, termasuk pariwisata yang jadi kewajiban mereka.

Baca halaman selanjutnya

Duta Genre Bangkalan? Apa lagi ini?

Pemilihan duta lainnya yang cukup kompetitif adalah Duta Genre Bangkalan. Tahun lalu, anggaran kegiatan ini tidak menelan biaya yang sedikit. Juara 1 dan 2 nya saja mendapatkan laptop. Anggaran segitu banyak dampaknya apa? Bertahun-tahun dilaksanakan saja, pernikahan dini di Bangkalan malah meningkat, pada 2021 sebanyak 1.366 orang menjadi 1.650 orang pada 2022. The real nggak ada dampak positifnya. Malah menciptakan gap antara seorang duta dengan masyarakat yang kebanyakan dari desa.

Biaya rapat pejabatnya selangit

Ini enaknya jadi pejabat pemerintah di Bangkalan. Di tengah kondisi kabupaten yang miskin, pejabat pemerintah tetap bisa makan enak. Cukup agendakan meeting, makan siang sudah dijamin, misalnya menjadi pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes). Selama 2024, anggaran konsumsi rapat Dinkes saja menelan Rp403 miliar untuk 133 rapat. Bahkan, sekali rapat ada yang puluhan juta. Ingat, itu konsumsi saja ya, pengisi perut.

Tapi itu belum seberapa jika dibandingkan dengan Dinas KB-PPPA. Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang saya himpun, Dinas KB-PPPA menganggarkan 260 juta untuk salah satu konsumsi rapatnya. Penasaran nggak sih apa konsumsinya?

Pokoknya jika diperhatikan, antar dinas di Bangkalan Madura lebih suka adu-aduan anggaran konsumsi rapat daripada peran dan fungsi mereka. Memang ya, kalau sudah masalah perut harus jadi yang paling utama.

Ya, cukup sekian beberapa contoh kinerja pejabat kabupaten saya yang lebih suka buang-buang anggaran. Saya harap kedepannya, dampak yang dihasilkan oleh kinerja pejabat pemerintah bisa sesuai dengan jumlah anggaran yang mereka buang. Sebab, kabupaten tercinta kita ini bukan kebanyakan uang, pak/bu!

Penulis: Abdur Rohman
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Pengalaman Pertama Berkunjung ke Bangkalan Madura: Beneran Mengecewakan dan Bikin Saya Kapok

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version