Insidious: The Red Door: Ceritanya kok Mirip kayak 2 Film Awal? Ini Film Apa Tugas Kuliah, Bos, kok Copy Paste?

Insidious: The Red Door: Ceritanya kok Mirip kayak 2 Film Awal? Ini Film Apa Tugas Kuliah, Bos, kok Copy Paste? insidious

Insidious: The Red Door: Ceritanya kok Mirip kayak 2 Film Awal? Ini Film Apa Tugas Kuliah, Bos, kok Copy Paste? (Pixabay.com)

“Lah, ini mah cuman ngulangin Insidious yang awal!”

Itulah kalimat yang saya ucapkan setelah menyaksikan film Insidious: The Red Door di bioskop. Selain terkesan repetitif, banyak orang juga yang menyebut bahwa Insidious sengaja dipanjang-panjangin untuk meraih cuan. Cari untung begini amat ya.

Sejak James Wan hengkang, Insidious terasa begitu biasa saja. Plot biasa, jumpscare yang gitu-gitu aja, dan cerita yang gitu-gitu aja. Serasa, ini film drama yang kebetulan ada hantunya.

Tanpa James Wan, terasa hambar!

Tak bisa dimungkiri, film yang disutradarai James Wan punya kualitas yang bagus. Masalahnya adalah, ketika film itu lanjut tanpa James Wan, kualitasnya serasa hilang. Pondasi yang James letakkan begitu bagus, tapi bangunan lanjutannya malah begitu biasa. Sebut saja Saw, Conjuring, dan tentu saja, Insidious.

Seperti kebanyakan film horor, Insidious punya penggemar karena memang film ini begitu unik, dan berkualitas. Tangan Midas James Wan jelas punya andil, dan ketika sentuhan emasnya tak dipakai, emas-emas yang menyelimuti edisi film awal tak lagi terlihat di lanjutannya.

Insidious terbaru tidak menawarkan storyline yang istimewa

Menurut saya, Insidious: The Red Door tidak menyajikan banyak adegan memorable seperti dua film pertamanya yang disutradarai James Wan. Saya akui, film ini masih fun untuk ditonton secara langsung di bioskop, tapi storylinenya terlalu repetitif dan nggak istimewa.

Jujur saja, storyline film ini kurang lebih sama dengan dua film pertamanya sehingga gampang ditebak. Saking gampang ditebak, saya nggak kaget dengan adegan jumpscare di film ini karena polanya kebaca banget. Solusi dari segala permasalahan yang ada pada film ini pun “copy paste” doang dari dua film pertamanya. Ini film apa tugas kuliah, Bos?

Dua film pertama Insidious sudah cukup

Bagi saya sendiri, franchise Insidious seharusnya sudah berakhir di film kedua. Dua film tersebut sangatlah epic. Storylinenya epic, jumpscarenya nggak repetitif, dan bikin penasaran penonton sampai akhir.

Makanya, ketika muncul film ketiga dan keempat yang bercerita tentang kejadian horor di luar Keluarga Lambert, jadi nggak istimewa lagi. Ketika film kelimanya kembali bercerita tentang Keluarga Lambert pun, terasa hambar.

Masalah keluarga yang nggak greget

Film kelima Insidious ini memang ber-setting 9 tahun setelah kejadian di film kedua, di mana Josh Lambert resmi bercerai dengan Renai. Perceraian tersebut membuat hubungan antara Josh dan anak-anaknya, terutama Dalton, jadi renggang. Dalton menyalahkan ketidakbecusan Josh dalam hidup sehingga Renai menceraikannya.

Padahal penyebab Renai menceraikan Josh karena Josh suka random kerasukan arwah yang membuat Josh bertindak agresif dengan menyerang Renai dan anak-anaknya tanpa disadari oleh Josh. Josh dan Dalton menjalani sesi hipnoterapi biar lupa dengan kejadian tersebut dan Renai terus-terusan mendoktrin anak-anaknya yang lain bahwa kejadian tersebut hanya terjadi di kepala mereka.

Yang jadi soal, bonding antara Josh dan Dalton di film ini terasa kurang banget. Penyelesaian konflik keluarga di film ini pun bikin saya berkata, “Hah? Gitu doang?”, karena di dunia nyata, penyelesaian konflik keluarga nggak sesederhana itu.

Ketika dunia perfilman tengah dikritik karena menerapkan formula yang sama (uhuk, Disney), harusnya Insidious bisa mencari celah lain agar tak mengecewakan. Tapi, mungkin karena takut flop, jadinya bermain terlalu aman, dan ya, mengulang lagi cerita yang pernah ada. Tapi, jujur saja, kalau memang bermain aman karena takut gagal, mending nggak usah dilanjutin filmnya aja. Yang ada malah menodai legacy yang ada.

Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Film Horor Terbaik dalam 10 Tahun Terakhir

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version