Terhitung sejak saya dilahirkan, sudah sekira 30 tahun saya hidup, tinggal, dan menetap di Kabupaten Bogor. Tepatnya di Kecamatan Ciomas. Selama kurun waktu tersebut, sedari kecil hingga kini memasuki masa dewasa, tentu ada banyak perubahan yang terlihat, terjadi, sekaligus saya alami. Sarana, fasilitas, pun dengan beberapa café, toko kebutuhan apa pun, dan minimarket perlahan bermunculan.
Kendati demikian, banyak orang yang masih belum familiar dengan Ciomas. Dibanding Ciomas, kebanyakan lebih familiar dengan area Dramaga yang ada di area Kabupaten Bogor Barat—karena di sana ada kampus IPB. Atau Terminal Laladon, yang memang menjadi salah satu pusat pemberhentian dan keluar-masuk angkutan perkotaan. Ciomas malah diabaikan, padahal sangat beririsan dengan Kabupaten Bogor Barat.
Di sisi lain, Ciomas juga beririsan dengan perbatasan Kotamadya Bogor. Makanya, Ciomas punya julukan lain yang perlu diketahui khalayak: Kodya (Kotamadya) pinggiran.
Daftar Isi
Ciomas, tempat yang amat menyenangkan
Bagi saya yang sudah menetap lama di kawasan Ciomas, tidak bisa tidak, area ini cukup menyenangkan untuk ditempati. Salah satu hal yang fundamental adalah, letak Ciomas yang terbilang strategis dan sarana yang mumpuni. Serta kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang masih memadai dan mudah dijangkau.
Mau ke mana? Tempat wisata yang sekiranya mudah dijangkau? Banyak. Curug Nangka, Curug Ciomas yang dijuluki sebagai Green Canyon Mini, ada. Mau yang lebih murah dengan sensasi di tengah hutan seperti Situgede, juga ada. Kebun Raya, apalagi. Kalau mau effort sedikit, bisa ke Taman Safari.
Soal hiburan, sudah nggak perlu diragukan lagi. Tinggal dipilih yang sesuai budget, kepenginnya ke mana. Sebab, jarak dari Ciomas ke berbagai Curug beragam. Ada yang sekira 30 menit sampai dengan 90 menitan.
Bagi para pekerja Jakarta dan menggunakan moda transportasi umum, setidaknya ada dua titik yang bisa dituju.
Pertama, Stasiun Bogor dengan moda KRL. Sebagai opsi, di depan gerbang stasiun, sudah ada Transjabodetabek yang siap mengantar ke beberapa titik, seperti stasiun Tebet, Manggarai, Sudirman, Juanda, dan Tanah Abang.
FYI, Transjabodetabek memang disiapkan untuk mengurangi tumpukan penumpang KRL dari Bogor ke Jakarta, ya. Kedua, sebagai opsi tambahan, kalian bisa memanfaatkan terminal Baranang Siang dan menggunakan bus sesuai arah/tujuan.
Kalau kalian mau menggunakan kendaraan pribadi seperti motor, bisa melalui Jalan Raya Parung atau Jalan Raya Bogor. Untuk kendaraan roda empat, bisa melalui pintu tol Sentul atau Jagorawi yang jarak tempuhnya sekira 20-25 menit dari Ciomas.
Kemacetan yang tak buruk-buruk amat
Bicara soal kemacetan, kawasan Ciomas masih relatif dan bisa diperkirakan. Sebab, dalam kondisi normal, macetnya betul-betul template. Punya jam-jam tertentu. Di hari kerja, misalnya. Jalur Ciomas mulai macet sekira pukul 06.30-07.15 pagi. Lantaran pada kurun waktu tersebut, angkot mulai ngetem dan/atau menurunkan penumpang yang kebanyakan anak sekolah. Di jam pulang sekolah atau kerja, tiada kemacetan berarti. Hanya ramai lancar saja.
Itulah kenapa, kebanyakan warga Ciomas yang bekerja di Jakarta dan harus berkelahi dengan waktu pacu menggunakan moda transportasi umum, pada akhirnya bisa mengetahui dan memperkirakan: pada pukul berapa harus berangkat dari rumah, kapan estimasi tiba di stasiun atau terminal.
Soal transportasi umum, Ciomas masih mengandalkan angkot yang bisa mengantarkan kalian ke beberapa titik. Meski beberapa di antaranya, harus sambung-menyambung antara rute satu dengan lainnya. Seperti pasar, sekolah, tempat wisata, Alun-alun Kota Bogor, bank, mal, dan masih banyak lagi. Dan tentu saja, ini nggak buruk-buruk amat.
Keputusan yang tepat
Area Kabupaten Bogor yang biasanya dikenal dengan jalanan yang kurang apik untuk dilalui kendaraan bermotor, bisa diminimalisir di area Ciomas. Sebab, jalur di sepanjang jalan raya Ciomas masih terbilang baik dan nyaman untuk dilalui kendaraan. Penerangan cahayanya pun masih oke ketika malam hari tiba. Namun, perlu tetap waspada. Karena beberapa kali, meski masih bisa terhitung oleh jari, ada tawuran warga dan aksi kriminal lainnya yang kerap terjadi.
Pada akhirnya, bagi saya, memilih untuk menetap dan melanjutkan hidup di Ciomas untuk sementara waktu ini, rasanya menjadi keputusan yang tepat. Lantaran, sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan hidup saat ini. Ditambah dengan biaya hidup yang masih dapat disesuaikan. Ya, tinggal di Ciomas, Kabupaten Bogor, pada akhirnya nggak buruk-buruk amat.
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Rizky Prasetya