Entah dimulai sejak kapan kepercayaan yang mengatakan jika terjadi fenomena ikan terdampar, dalam waktu dekat lokasi tersebut terkena tsunami. Kepercayaan ini lumayan bikin resah, terutama buat masyarakat pesisir.
Sudah banyak sekali laporan terkait ikan terdampar di pesisir Indonesia, mau ikan besar kek, atau segerombolan ikan kecil. Seperti yang terjadi di Lembata, NTT, Mei 2019; di Pantai Batu Bolong, Canggu, Bali pada Juli 2019; di Pantai Desa Rutong, Ambon, September 2019; dan yang terbaru terjadi di pesisir Gumukmas, Jember, 7 Juli kemarin.
Kepercayaan serupa juga ada di Jepang. Masyarakat sana percaya, terdamparnya ikan oar (Regalecus glesne) merupakan pertanda atas gempa Jepang dahsyat beberapa tahun lalu.
Pada beberapa kejadian, bencana tsunami memang diawali dengan terjadinya fenomena ikan terdampar. Namun, itu disebabkan oleh penyurutan air laut yang pasti terjadi sebelum tsunami menghantam. Karena air laut surut hingga beberapa kilometer ke arah laut, ikan yang tak sempat menyelamatkan diri mau tidak mau akan terdampar. Mungkin hal itu yang menjadi latar belakang kepercayaan tadi.
Berhubung kepercayaan tersebut sudah terlalu mendarah daging, setiap ada fenomena ikan terdampar, entah kondisi laut dalam keadaan menyurut atau tidak, akan cepat beredar kabar-kabar menyesatkan tsunami bakal datang. Yang terjadi kontradiktif: sebagian masyarakat akan berbondong-bondong menuju pantai untuk mengambil ikan yang terdampar, sebagian lainnya pergi sejauh mungkin dari pesisir. Tidak hanya masyarakat pesisir yang merasa resah, warganet yang melihat unggahan terkait ikan terdampar itu akan membumbui dengan komentar berbau panik.
Secara ilmiah, tidak ada satu penelitian pun yang menyatakan ikan terdampar merupakan parameter terjadinya tsunami. Ikan memang peka terhadap getaran, namun kemampuan ikan mendeteksi getaran hanya digunakan sebagai alat komunikasi antarikan. Bahkan perilaku ikan yang berkaitan dengan getaran seismis akibat gempa belum banyak diteliti sehingga asumsi yang menyatakan ikan bisa mendeteksi gempa di bawah laut belum bisa dibilang valid.
Ada dua kemungkinan mengapa pada satu waktu ikan-ikan terdampar. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
#1 Pengaruh perubahan musim.
Ikan yang hidup secara bergerombol seperti ikan lemuru (Sardinella sp.) sangat sering terdampar. Ini disebabkan oleh sifat ikan yang selalu bermigrasi mengikuti pasokan makanannya berupa plankton sehingga populasi ikan yang bermigrasi tergantung ketersediaan plankton di laut.
Pada saat ikan terdampar, kemungkinan kelompok ikan tersebut mengalami krisis pakan karena plankton makin sedikit. Ikan jadi kebingungan hingga terempas arus laut musiman yang mengarah ke daratan. Soalnya, ikan sejenis lemuru yang bergerombol dan bertubuh kecil kesulitam melawan arus laut.
#1 Blooming algae
Blooming algae merupakan peristiwa melimpahnya populasi plankton di laut. Penyebabnya adalah ketersediaan nutrisi berlebih pada perairan laut sehingga reproduksi plankton berjalan dengan cepat. Terjadinya ledakan populasi plankton ini berpengaruh terhadap meningkatnya suhu pada perairan, meningkatnya zat toksik hasil ekskresi plankton, hingga menurunnya kadar oksigen pada perairan yang secara otomatis merugikan biota laut lain, termasuk ikan.
Karena ikan-ikan merasa tersaingi dengan keberadaan populasi plankton yang melimpah, utamanya karena ketersediaan oksigen yang minim, akhirnya ikan-ikan kecil akan berenang menuju pesisir untuk mendapat pasokan oksigen lebih banyak. Memang kadar oksigen terlarut pada perairan pantai lebih tinggi akibat difusi yang dihasilkan ombak.
Nah, saat ikan-ikan beralih ke pantai atau perairan dangkal, otomatis ikan besar mengikuti, kan ikan kecil mangsanya. Tanpa tersadari, ikan-ikan kecil terdampar akibat terempas ombak pantai dan ikan besar turut terdampar karena perairan terlampau dangkal.
Kurang lebih seperti itu penjelasan ilmiah terkait fenomena ikan terdampar. Jika Anda masih percaya bahwa ikan merupakan hewan pendeteksi bencana, saat ini plankton sedang tertawa melihat Anda.
BACA JUGA Pemancing Biasa Mencari Ikan, Pemancing Sejati Mencari Kesabaran dan tulisan Bastian Ragas lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.