Hompimpa: Film Horor dengan Premis Oke, tapi Eksekusi Nanggung

Hompimpa: Film Horor dengan Premis Oke, tapi Eksekusi Nanggung terminal mojok.co

Usai Netflix Indonesia melahirkan film-film bagus dan kece menurut sutradaranya, Klik Film juga tak mau ketinggalan. Tiga film bertema horor bersamaan tayang. Ketiga film itu adalah Kabut, Aku Lupa Aku Luka, dan yang terakhir Hompimpa.

Meski ketiganya mengusung film horor, tapi boleh dibilang nggak horor-horor amat, terutama film Hompimpa. Film yang disutradarai Arie Azis dan diproduksi Klik Film ini mungkin maksudnya justru lebih ke kritik sosial. Kebetulan tema yang diangkat adalah bullying.

Namun, entah bagaimana feel bullying-nya tak terlalu mengesankan. Ya, nggak jauh berbeda sama sinetron-sinetron Indonesia. Saya menduga mungkin karena pemerannya para pemain sinetron dan FTV, seperti Zoe Jackson, Kenny Austin, Sebryan Yosvien, Sonia Alexa, sampai Yuriska Patricia.

Aktingnya nggak natural, kurang luwes, dan cenderung kaku. Bahkan ketika ditonton, ada beberapa adegan yang “ih kok gitu?” Cringe kayak di sinetron atau FTV-FTV dalam negeri. Ya, meskipun secara premis cerita saya akui bagus, sih.

Film Hompimpa ini bukan hanya cerita soal persahabatan anak-anak yang disuruh main permainan tradisional yang berujung petaka. Tapi juga kasus bullying, terutama yang dilakukan orang tua Angel. Angel (Zoe Jackson) di sini memang tokoh utama yang kisahnya adalah poros cerita film ini.

Si Angel punya ibu yang galaknya setengah mampus. Hal itulah yang bikin Angel tertekan. Ibunya ini menuntut agar Angel selalu menang. Tidak boleh sedikitpun kalah, termasuk dalam nilai dan ranking kelas.

Alasannya, sih, katanya kalah itu pecundang. Ibu Angel bilang, jika Angel kalah orang-orang akan mengkhianatinya. Tidak ada yang mau berkawan dengan orang-orang kalah. Setidaknya, narasi itu yang coba dibangun ibunya agar anaknya selalu juara.

Tentu saja Angel merasa tertekan. Apalagi kalau sampai dirinya gagal, dia akan disiksa oleh ibunya. Mirip FTV-FTV Indosiar gitu yak ceritanya? Ya memang gitu. Barangkali maksudnya ingin menunjukkan kalau seorang anak yang disiksa dan ditekan oleh orang tua, maka imbasnya si anak bukan sekadar depresi, tapi juga psikopat. Astaga!

Tapi sayangnya nggak dijelaskan secara rinci. Kenapa kok ibu Angel bisa sampai segitunya? Ibunya Angel ada masalah apa sih, dulu? Itu nggak jelas di film dan jadinya kek ngambang gitu. Alasan si ibu bikin hubungannya dengan anaknya jadi toxic, nggak dijelaskan di sini.

Seperti situasi hubungan toxic yang sering bikin korbannya jadi “bingung”, beberapa kali ibunya menyiksa Angel, beberapa kali pula ibunya minta maaf dan memeluk Angel.

Ironisnya, justru dari hubungan itulah petaka mulai muncul. Angel menjadi seorang psikopat. Sejak SD, Angel bersama keempat temannya kerap bermain bersama. Angel, Lily, Ririn, Rico, dan Jena adalah sahabat sejak kecil. Sejak itu pula naluri psikopat Angel sudah kelihatan.

(((Artikel ini mengandung spoiler, kalau kamu nggak berkenan silakan berhenti membaca di sini))) 

Suatu kesempatan, kelima sahabat yang masih SD itu bermain di sebuah perkebunan. Nah, kebetulan, setiap kali bermain dan “hompimpa” untuk memilih siapa monsternya, si Angel ini sering kali kalah. Hingga pada saat itu, ia ubah aturan hompimpa: siapa dulu yang sisi tangannya beda sendiri dia langsung jadi monster.

Alhasil, Jena yang jadi monster. Jena pun mengejar-ngejar Angel, bahkan sampai ke sebuah danau. Tak disengaja, Angel pun jatuh. Bermaksud untuk menolong Angel, Jena justru ikutan terjatuh dan sungguh malang, dia malah tewas. Dan si Angel ini turut serta menenggelamkannya.

Sebetulnya, ketiga anak yang lain sempat menyaksikan kejadian itu. Tapi Angel berhasil menguasai situasi, dia meminta sahabat-sahabatnya yang tersisa supaya tutup mulut. Mungkin karena panik, mereka pun manut saja omongan si Angel.

Kenapa Angel “membunuh” Jena? Nah itu dia yang nggak begitu dijelaskan. Saya curiga mungkin saja Jena ini adalah saingan terberat Angel di sekolah. Jika masih ada Jena, dia nggak bisa juara atau peringkat satu. Akibatnya di masa kecil, Angel kerap disiksa ibunya dengan dicelupkan ke dalam bak mandi karena gagal juara satu. Barangkali itulah sebabnya Angel menenggelamkan Jena.

Tujuh tahun berselang, Angel, Nico, Ririn, dan Lily tengah merayakan Ulang Tahun Ririn. Saat itu mereka serempak mendapat SMS dari orang yang tak dikenal. Hanya saja di situ ia mengaku sebagai Jena. Benar, sahabat mereka sendiri yang sudah tenggelam dan mati. Keempat sahabat diundang ke rumah Jena yang lama.

Rumah itu memang sudah tak berpenghuni cukup lama. Tampilannya sangat angker. Ketika keempat orang itu masuk, mereka disambut suara Jena kecil. Angel tentu tidak takut dan menantang siapa sesungguhnya orang yang memakai suara Jena kecil tersebut.

Dari sinilah mereka disuruh bermain hompimpa oleh “Jena”. Sampai di sini, sepintas saya ingat film Ready Or Not. Sama-sama saling bunuh lewat sebuah permainan. Kalau di Ready Or Not berupa tradisi keluarga, tapi kalau di Hompimpa seolah-olah balas dendam seorang Jena. Permainan tersebut membuat mereka berada dalam kondisi saling “menyerang” untuk mendapatkan sesuatu yang mereka butuhkan.

Sebetulnya, saya cukup menikmati film ini. Pasalnya, meskipun genrenya horor, ia nggak melulu mengandalkan jumpscare yang menjijikkan. Tegangnya dapet, tapi sayangnya akting pemainnya kurang. Ah, coba aja kemampuan akting pemainnya ditingkatkan dan naskahnya lebih matang, pasti sensasi menontonnya akan lebih terpuaskan. Kalau nanggung kayak gini, kan, eman-eman.

Sumber Gambar: Akun Instagram Klik Film

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version