Sebagai negara yang rajin memproduksi hoaks, poin yang tercantum di salah satu broadcast grup WhatsApp tentang peringatan bahwa vaksin mengandung virus yang dilemahkan, terasa wagu sekaligus tidak kreatif.
Setelah berbagai jenis kabar bohong tentang keberadaan virus Covid-19 berkeliaran, dari yang berisi soal manipulasi data, kelicikan rumah sakit dalam mendiagnosa pasien, sampai tentang kehadirannya yang masih saja disangsikan meski sudah menelan banyak korban. Kini tren hoaks yang tengah ngehype beralih ke kabar penyediaan vaksin.
Pada akhir 2020 kemarin, vaksin telah tiba di Indonesia. Seolah tak mau titik start-nya dicuri, distribusi hoaks tentang vaksin sudah berjalan lebih dahulu sebelum vaksin memulai perjalanannya ke daerah-daerah pada 5 Januari kemarin.
WhatsApp menjadi medium penyebaran paling bisa diandalkan soal ini. Salah satu broadcast hoaks yang muncul di Twitter juga berasal dari chat WhatsApp. Di dalamnya tertulis alasan-alasan kalau vaksin Sinovac yang telah diimpor Indonesia tidak layak digunakan.
Alasan yang tertera di pesan tersebut di antaranya soal status kehalalan vaksin itu sendiri. Kemudian tertulis juga bahwa komposisi bahan di dalamnya berbahaya karena mengandung alumunium, merkuri, formalin, dan boraks. Di bagian ini bukannya terdengar mencurigai vaksin, justru seperti mencurigai bakso. Lebih lucu lagi, ada satu kalimat yang menyebut bahwa vaksin impor ini berbahaya karena vaksin mengandung virus yang telah dilemahkan.
Saya sedikit tergelak di bagian itu karena, ya, mau ngarepin isi apa emangnya? Kacang hijau? Itu onde-onde! Telur + daun bawang? Cari aja martabak! Ya Allah, capek. Lagian, emang mau nyari di mana sih vaksin yang isinya bukan virus?
Vaksin ya isinya virus, dong. Entah si virus itu udah dilemahkan atau dimatikan. Apa yang ditulis oleh kabar “bohong” tersebut sebenarnya bukan poin yang salah. Tapi, kadang-kadang kebenaran ketika dipermasalahkan justru menjadi lucu. Kan, malah jadi bikin bingung.
Vaksin sendiri merupakan sediaan biologis yang bertujuan membentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Di dalamnya mengandung sejumlah kecil bahan yang menyerupai organisme yang bisa menyebabkan penyakit sehingga nantinya akan memicu aktifnya sistem imun untuk membuat antibodi.
Diharapkan ketika seseorang terpapar suatu penyakit, antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh akan berperan sebagai tameng perlindungan dari serangan virus di kemudian hari. Dengan begitu, tubuh tidak akan sakit atau hanya mengalami keluhan ringan.
Ada beberapa jenis vaksin berdasarkan teknologi pembuatannya. Di antaranya ada dua jenis yaitu live attenuated vaccine dan killed vaccine. Dan yang dipermasalahkan di broadcast WhatsApp adalah jenis yang pertama, yang mana virus di dalam vaksin dilemahkan terlebih dahulu, baru kemudian diformulasikan supaya aman digunakan. Ini merupakan metode pertama dalam pembuatan vaksin dan sudah ada vaksin terdahulu yang diproduksi dengan cara ini, contohnya vaksin polio dan tuberkulosis.
Vaksin yang pertama memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibanding jenis yang kedua. Sebab virus yang dilemahkan tersebut masih bisa berkembang biak, maka tanpa memerlukan vaksinasi ulang, tubuh akan membentuk antibodi semakin banyak lagi. Seiring dengan itu, tubuh akan menjadi semakin kuat menahan segala ancaman penyakit yang menghadang. Tapi, tidak termasuk penyakit hati karena disakiti olehnya. Bhaique~
Pembuat hoaks vaksin itu sepertinya cuma mengandalkan cara-cara lama dengan memanfaatkan ketidaktahuan pembaca supaya hoaks tersebut bisa diterima. Tidak perlu repot-repot berimajinasi untuk membentuk opini bahwa vaksin berbahaya. Tidak ada yang salah dengan yang ditulis si creator hoaks, memang benar vaksin mengandung virus yang telah dilemahkan. Tapi, masa iya sih, creator kok tidak mengejawantahkan? Kan, wagu.
Meskipun benar, penyampaian informasi dengan tendensi negatif seperti sebaran kabar bohong tersebut bisa membahayakan. Bagi masyarakat yang rentan oleh berita bohong bisa saja akan ketakutan ketika mengetahui vaksin mengandung virus. Sudah hampir setahun kita bergelut dengan virus ini dan masih belum mendapat keadaan yang lebih baik. Dampak buruknya, mereka akan menjadi enggan untuk mendapatkan langkah pencegahan melalui proses imunisasi.
Ya kalau memang nggak mau disuntikkan vaksin yang mengandung virus itu, memang mau dapat antibodi dari virusnya langsung? Mending dapat dari vaksin, setidaknya bagi jomlo jadi nggak perlu makin menyendiri dengan isolasi diri terus menerus, bukan begitu, Jombs?
BACA JUGA Lelaki Kerja Domestik Asal-asalan Dipuji, Perempuan Kerja Domestik Tiap Hari Dikritik Terus dan tulisan Afitasari Mulyafi lainnya.