Harga Emas Lagi Lesu, Perlukah Kita Khawatir?

Harga Emas Lagi Lesu, Perlukah Kita Khawatir?

Harga Emas Lagi Lesu, Perlukah Kita Khawatir? (Pixabay.com)

Harga emas katanya lagi lesu. Apakah kita perlu khawatir, atau justru jadi blessing in disguise?

Emas sering kali dinisbatkan sebagai instrumen investasi yang safe haven. Alasannya ya karena instrumen investasi ini memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap sentimen negatif pasar global. Trennya dianggap selalu naik, meski mengalami penurunan, tapi tidak signifikan.

Emas sebagai instrumen safe haven dianggap dapat bertahan dan bahkan mampu meningkat pada saat kondisi pasar finansial mengalami goncangan atau ketika aset investasi lain sedang turun. Itulah sebabnya emas banyak dicari investor untuk menghindarkan mereka dari kerugian ketika terjadi krisis keuangan.

Emas bisa disebut sebagai salah satu simbol ekonomi tertua di dunia. Meski fungsinya beberapa kali mengalami perubahan, mulai dari sebagai perhiasaan, mata uang atau alat tukar, standar nilai mata uang, hingga jadi aset investasi, emas selalu konsisten menjadi kekayaan yang berharga dan ekslusif di mata manusia.

Ya karena emas selalu hadir dan identik jadi komoditas yang dapat meningkatkan status sosial di masyarakat. Misalnya perhiasaan emas berupa kalung, gelang, dan cincin yang jadi penanda betapa kayanya seseorang (meski saat ini sudah jarang terlihat).

Kalau dilihat track recordnya, harga emas memang selalu mengalami tren kenaikan. Meski saat ini diisukan menurun, dilansir dari situs logammulia.com, harga emas saat ini (emas antam) di kisaran angka Rp1.060.000/gram. Harga ini menurun jika dibandingkan dengan pada 2020 yang mencapai Rp1.080.000/gram.

Meski begitu, coba bandingkan dengan harganya pada 2013 yang di kisaran Rp500 ribuan/gram. Bayangkan saja pada 2013 itu kalian beli emas 5 gram dengan harga 2,5 juta. Berselang 10 tahun kemudian, sudah naik jadi dua kali lipat yaitu Rp5 juta lebih. Itu dengan asumsi ketika kalian hanya beli sekali setelah itu didiamkan dan nggak rutin beli tiap bulan. Ini menggambarkan bagaimana emas cukup konsisten dalam tren kenaikannya.

Anjloknya harga emas terparah dalam sejarah

Namanya komoditas, pasti ada fase naik turunnya. Emas juga mengalami penurunan harga. Meski kembali lagi, penurunan itu tidak terjadi secara signifikan dan terus menerus. Kapan sih itu terjadi?

Kejatuhan harga emas terparah sepanjang sejarah setidaknya terjadi dua kali. Pertama pada 1999 dengan emas senilai 254 USD/troy ons (1 troy ons = 31, gram). Dilihat dengan kurs Indonesia yang saat itu 9 ribuan/USD, maka per gram emas pada tahun itu adalah 254 USD : 31,1 gram = 8,16 USD/gram. Kemudian 8,16 USD x 9000, maka harganya Rp73 ribu/gram. Bayangkan, nggak sampe 100 ribu/gram. Padahal di tahun sebelumnya, harga emas masih di angka 850 USD/troy ons atau kisaran Rp250 ribuan/gram.

Kejatuhan emas ini terjadi karena fenomena inflasi tinggi dan kenaikan harga minyak yang membuat komoditas minyak lebih dipilih ketimbang emas. Jadi pada saat itu banyak masyarakat di dunia yang menjual emas-emas mereka untuk menghindari krisis inflasi yang sedang terjadi.

Kejatuhan harga emas yang kedua terjadi pada kurun 2012 -2016. Harga emas yang sebelumnya di kisaran 1.800 USD/ troy ons, turun menjadi hanya di kisaran 1.050 USD/troy ons. Penurunan ini disebabkan karena kenaikan harga instrumen ekuitas mulai terjadi sebagai efek pemulihan krisis keuangan global yang terjadi pada kurun waktu tahun 2008-2012. Investor kian gencar menempatkan dana mereka di sektor saham, dan menjauh di aset aman seperti emas.

Emas untuk investasi jangka panjang

Perlu dipahami bahwa emas sendiri sebenarnya instrumen investasi jangka panjang yang fungsinya sendiri untuk menjaga nilai harta yang dimiliki dari ancaman inflasi.

Emas diibaratkan seperti asuransi yang menjamin hartamu agar tidak ikut anjlok ketika instrumen investasi lainnya sedang anjlok. Demand emas yang tinggi membuatnya jadi pilihan ketika situasi dinilai semakin memburuk. Hal ini karena banyak investor memilih menyimpan lebih banyak emas yang membuatnya harganya melonjak naik.

Perlu diketahui juga, emas tidak dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga dan kebijakan moneter dan fiskal lain dari bank sentra. Tentu ini berkebalikan dengan saham atau obligasi yang sangat erat kaitannya dengan dua kebijakan tersebut.

Ketimbang dijadikan instrumen jangka pendek semacam saham, forex, atau cryptocurrency, emas sendiri cocoknya ditaruh dalam jangka waktu lama di atas lima tahun dengan metode tabungan rutin. Ya bahasanya nabung emas.

Meski nilainya turun sekalipun, patokan harga emas selalu di atas inflasi, jadi nggak perlu parno atau khawatir di saat harganya turun. Justru ketika harga emas turun, itu jadi momen pas untuk membeli emas. Karena ketika pergantian tahun harga emas akan kembali menguat.

Nah, yang perlu kalian khawatirkan adalah ketika kalian nggak punya apa pun dalam yang bisa diinvestasikan untuk melindungi harta kalian dari ancaman inflasi di masa depan. Mau banyak-banyakan menimbun uang? Halah, harga cilok aja bisa naik tiba-tiba.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mending Beli Perhiasan Emas atau Emas Murni? Ini Pertimbangannya!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version