Saya kira, hampir semua orang di dunia ini sepakat bahwa Doraemon adalah salah satu anime sekaligus manga terbaik yang pernah ada. Tak hanya menghibur, kisah-kisah yang diceritakan masih relevan untuk terus dibahas meskipun cerita resminya sudah “tamat” dan kedua mangaka-nya sudah wafat.
Salah satu tokoh yang sering muncul dalam Doraemon adalah sosok Pak Guru. Blio merupakan seorang guru SD tempat Nobita dan teman-temannya bersekolah. Sebenarnya, tokoh Pak Guru ini namanya belum pernah disebutkan dalam anime maupun manga Doraemon oleh Fujiko F. Fujio. Akan tetapi, dalam salah satu episode anime yang tayang pada tahun 1973, Pak Guru dipanggil dengan nama Ganari. Oleh karena itu, saya akan memanggil blio dengan sebutan Ganari Sensei alih-alih hanya Pak Guru.
Ganari Sensei adalah pria paruh baya yang totalitas banget dalam menjalankan profesinya sebagai seorang guru. Blio sangat peduli akan masa depan murid-muridnya. Blio tak segan-segan menghukum Nobita yang sering terlambat datang ke sekolah maupun lupa mengerjakan PR. Nggak cuma Nobita, sih, Ganari Sensei juga nggak segan-segan menghukum Takeshi ‘Giant’ Gouda, Suneo Honekawa, hingga Dekisugi apabila mereka berbuat salah.
“Ganari Sensei bisanya cuma marahin murid-muridnya doang, tipikal baby boomer banget!” begitu pikir saya saat seusia Nobita dulu. Namun, saya kemudian menyadari kalau Ganari Sensei nggak cuma marah-marah.
Ganari Sensei juga diceritakan sering melakukan kunjungan random ke rumah anak didiknya. Tujuannya tentu saja untuk bertemu dengan orang tua dari para anak didiknya itu. Bukan bertemu untuk minta sumbangan, lho, melainkan untuk memberitahukan para orang tua perihal kemajuan anak didiknya di sekolah. Selain itu, blio juga kerap menjenguk anak didiknya yang sakit sebagai bentuk dukungan moral.
Ketika nggak sengaja bertemu anak didiknya di jalanan, Ganari Sensei nggak henti-hentinya mengingatkan mereka supaya nggak keasyikan main sampai lupa mengerjakan PR. Bahkan dalam beberapa episode Doraemon yang pernah saya tonton, blio rela memberikan pelajaran privat secara cuma-cuma pada Nobita atau Giant ketika nilai mereka jelek. Ganari Sensei juga memperbolehkan anak didiknya datang ke rumah jika ingin bertanya soal PR atau mata pelajaran yang nggak mereka pahami.
Coba lihat, gimana blio nggak totalitas menjalankan profesi sebagai seorang guru, wong profesi guru di Jepang sangat dihormati. Bahkan alih-alih memikirkan jumlah tentara yang tersisa atau masalah perekonomian Jepang yang porak-poranda, pertanyaan yang dilontarkan Kaisar Hirohito saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II adalah, “Berapa jumlah guru yang tersisa?”
Kaisar Hirohito menyadari bahwa jika Jepang kembali bangkit sebagai negara maju, maka harus dimulai dari kualitas guru yang dimilikinya agar para guru ini bisa mendidik generasi penerus bangsa. Terbukti saat ini Jepang jadi salah satu negara termaju di dunia. Ibaratnya, kalau nggak ada guru, maka nggak akan ada orang-orang hebat yang membangun negeri.
Salah satu bentuk kepedulian dan penghormatan pemerintah Jepang terhadap profesi guru adalah mereka menggaji guru dengan sangat layak. Gaji guru di sana kalau dirupiahkan bisa mencapai Rp70 juta per bulan. Mungkin angka tersebut jadi terasa jomplang jika kita bandingkan dengan gaji guru di Indonesia, utamanya guru honorer. Maka nggak heran kalau karakter Ganari Sensei dalam Doraemon digambarkan sebagai sosok guru panutan yang totalitas.
Siapa tahu tulisan ini dibaca oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Bapak Nadiem Makarim, dan menginspirasi kebijakan-kebijakan terkait nasib guru di Indonesia. Supaya kelak Indonesia bisa menghasilkan banyak guru panutan seperti Ganari Sensei yang bisa mencetak generasi penerus bangsa berkualitas.
Bismillah, staf khusus Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia!
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Suneo Honekawa, Representasi Anak Tunggal di Seluruh Dunia.