Mungkin pada dasarnya kita semua pernah berpikiran bahwa diskusi dan percakapan yang baik adalah komunikasi dua arah yang terfokus dan terstruktur. Diskusi yang baik juga harus senantiasa memunculkan ide-ide inovatif bagi banyak pihak yang terlibat dalam diskusi tersebut untuk memecahkan suatu masalah bersama.
Diskusi terarah atau biasa dikenal sebagai focus group discussion (FGD) memang sejatinya banyak dipakai di berbagai institusi untuk memunculkan solusi yang produktif, dan sudah pasti menjadi bentuk diskusi yang ideal. Sebagai ajang mempertemukan banyak kepala, tak jarang model diskusi FGD seperti ini banyak dibumbui adegan konflik serta perdebatan. Walaupun benar diskusi tersebut terlihat ideal. Apakah akan menjamin kita sebagai peserta diskusi betah dan senang duduk berlama-lama memperbincangkan hal yang membosankan?
Yang sudah menjadi pemahaman bersama adalah semua orang mudah bosan. Diskusi terfokus yang topiknya itu-itu melulu sudah bisa dipastikan akan mudah me-ninabobo-kan peserta diskusi. Walaupun memang pembicaraan terarah dalam diskusi FGD menjadi bentuk kegiatan yang produktif, pada kenyataannya kita semua jauh lebih suka membicarakan hal lain seperti bergosip. Benar, kan?
Semua orang suka bergosip. Dan pada level tertentu menjadi kebutuhan. Bergosip secara teknis memiliki definisi membicarakan orang lain yang tidak hadir pada saat gosip dibicarakan. Dengan definisi ini, gosip memiliki ruang lingkup penggunaan yang luas dan tidak hanya berkutat pada kabar miring dan kejelekan serta aib korban gosip kita. Membicarakan kerabat yang akan liburan, atau tetangga yang menang pemilihan ketua RT juga sudah bisa dikategorikan sebagai kegiatan bergosip.
Kegiatan bergosip adalah kebutuhan dasar manusia. Bergosip adalah insting dasar manusia dan sudah menjadi peninggalan nenek moyang manusia purba kita. Manusia adalah satu-satunya makhluk di muka bumi yang bergosip, dan dengan bergosiplah kita disebut manusia. Manusia pada mulanya mengembangkan bahasa dan pada akhirnya bisa berkomunikasi secara verbal karena gemar membicarakan orang lain.
Jika ditarik ke kehidupan sehari-hari, bergosip masih tidak kehilangan relevansinya. Bisa dibilang bahwa kegiatan bergosip adalah tentang bagaimana kita bertahan hidup. Hidup kita berakar kuat pada interaksi sosial, dan kita sangat bergantung pada kelompok-kelompok. Untuk itu, mengenal lebih dalam anggota kelompok adalah kebutuhan yang wajib agar kita tidak salah bersandar.
Gosip menyediakan banyak informasi mengenai semua anggota kelompok. Kita bisa tahu mana yang jujur, mana yang tidak bisa dipercaya, dan mana yang bisa dijadikan sandaran. Selain mengajarkan pada kita tentang orang yang menjadi bahan gunjingan, bergosip juga mampu membuat kita memahami orang yang menyampaikan berita. Dengan kata lain, kita bisa mempelajari banyak hal melalui kegiatan bergunjing.
Selain memberikan banyak manfaat, kebiasaan bergosip kadang sering dikonotasikan dengan hal yang negatif dan jahat. Dengan bergunjing, suatu kelompok dengan mudah mampu mengidentifikasi dan mengasingkan orang yang dianggap tidak sesuai dengan nilai yang ada pada kelompok tersebut. Memang benar jika bergosip dapat menimbulkan efek negatif pada si korban. Walaupun tindakan pengucilan ini terkesan jahat, namun apakah benar demikian?
Sebuah studi menyatakan bahwa orang yang dikucilkan dari suatu kelompok sebagai korban pergunjingan akan mencoba memperbaiki tingkah laku untuk sesuai dengan nilai pada kelompok dan agar dapat diterima kembali. Efek ini juga akan tampak pada anggota kelompok lain. Mereka akan mengidentifikasi pengucilan sebagai ancaman sehingga akan menjadi cara tersendiri untuk menjaga semua anggota kelompok tetap kooperatif.
Selain menjaga kekompakan kelompok, gosip menjadi sarana untuk mencari kebenaran karena pada dasarnya gosip adalah kebenaran yang belum sempurna. Kabar miring yang masuk ke meja gunjing akan diperbincangkan dengan saksama oleh forum gosip dengan mempertemukan banyak kabar yang didengar oleh tiap anggota. Karena adanya banyak telinga dan beragam pendapat, mampu meyakinkan bahwa kabar miring yang masuk layak dipercayai atau tidak. Sehingga gosip mampu digunakan sebagai sarana verifikasi.
Melalui fakta-fakta di atas, bisa dikatakan bahwa gosip mampu menjaga konformitas sesama manusia dalam suatu kelompok serta dapat mempererat hubungan internalnya. Untuk itu, memasukkan sesi bergosip dalam suatu forum diskusi wajar-wajar saja dilakukan, seperti di waktu senggang atau istirahat. Menggeser paradigma FGD dari focus group discussion menjadi focus gossiping discussion mungkin dapat menambah kesegaran atmosfer diskusi biar nggak bosen-bosen amat.
Mungkin menambah bahasan tentang mantan yang kepergok jalan sama gebetan barunya di sela-sela presentasi proyek yang udah kelar, boleh juga.
BACA JUGA Betapa Sulitnya Bergaul Dengan Orang yang Baru Hijrah atau tulisan Dicky C. Anggoro lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.