Percaya atau nggak, saya bersyukur banget semua telepon genggam selalu dilengkapi fitur silent mode atau mode diam. Dari Nokia butut yang keypad-nya sudah menggelembung sampai iPhone keluaran terbaru yang kameranya banyak pasti punya fitur ini. Terpujilah penemu mode diam yang saya sendiri nggak tahu siapa penemunya.
Sebenarnya, saya bukan fans berat barang elektronik, terutama ponsel. Saya cuma memakai ponsel biasa harga sejutaan dan nggak pernah tertarik sama ponsel keluaran terbaru. Lagi pula, saya sebenarnya bukan manusia yang bisa bersandingan 24/7 bersama ponsel. Saya juga bukan orang yang aktif di media sosial. Saya cuma memakai WA akibat tuntutan dari banyak pihak seperti grup alumni sekolah, grup kerjaan, grup circle pertemanan, dan grup-grup lainnya.
Banyaknya notifikasi grup WA, pesan masuk yang harus dijawab, dan telepon kadang bikin saya merasa sebal. Oleh sebab itu, saya mulai memakai fitur silent mode di ponsel sejak masuk sekolah menengah atas hingga sekarang. Rasanya fitur tersebut membantu menenangkan jiwa saya.
Sejak menonaktifkan nada dering, saya nggak pernah lagi berhalusinasi seolah mendengar nada dering. Generasi sekarang pasti tahu dong halusinasi semacam itu ada? Selain itu, saya jadi nggak gampang panik karena nggak perlu mendengar nada dering ponsel yang seringnya bikin kaget. Kebetulan saya juga bukan tipe orang yang suka ditelepon tiba-tiba.
Meski begitu, saya menyiasati fitur silent mode dengan mengaktifkan fitur layar hidup saat ada notifikasi masuk. Saya nggak dengar nada dering, tapi saya tetap tahu ada notifikasi masuk karena layar ponsel saya bisa menyala secara otomatis. Jadi, saya tetap bisa fast response (((kalau saya mau))). Saat terjun ke dunia kerja yang penuh dengan manusia kapitalis, saya jadi semakin yakin bahwa fitur silent mode adalah penyelamat bagi saya yang nggak betah pegang ponsel.
Tentu nggak perlu saya buktikan masih banyak sekali orang yang menghubungi di luar jam kerja tapi membahas kerjaan. Saya yang masih bersikeras untuk mempertahankan work-life balance jadi kesal dan kadang tertekan sendiri sama ulah rekan kerja atau atasan yang begini.
Kalau orang-orang ini menghubungi di luar jam kerja dengan keadaan ponsel saya yang dalam mode diam, saya bisa menunda memberi jawaban. Kalau di-spam, saya bisa beri alasan bahwa saya sedang dalam perjalanan atau sedang melakukan aktivitas rumah. Intinya, sebisa mungkin saya mengulur waktu.
Sayangnya, trik ini cuma berlaku untuk pekerjaan dengan jam kerja tetap. Saya pernah mencoba—sebelum akhirnya menyerah juga—menjadi jurnalis junior yang menyetor berita ke stasiun televisi lokal di kota saya. Dan ternyata, saya harus sekuat tenaga mempertahankan idealisme saya untuk tetap menggunakan fitur silent mode sepanjang tahun. Tuntutan pekerjaan bikin saya harus standby tiap saat agar ketika dihubungi untuk segera terjun ke lapangan dan meliput berita, saya nggak ketinggalan dari teman-teman pers media lain. Hal tersebut bagi saya sangat meresahkan dan bikin “halusinasi seolah mendengar nada dering” saya kambuh selama beberapa saat.
Oleh sebab itu, saya akui fitur silent mode nggak terlalu efektif untuk mengatasi situasi genting yang perlu penanganan cepat. Tapi, kan tadi sudah saya siasati dengan layar hidup otomatis, hehehe. Bagi saya, dari empat tahun lalu hingga nanti yang entah kapan, fitur silent mode ini benar-benar penyelamat dari hiruk pikuk dunia gadget.