Saya cukup yakin, di zaman sekarang, kebanyakan orang pernah menonton film bokep semasa hidupnya, minimal satu kali. Meski hanya beberapa menit atau bahkan beberapa detik saja. Dan tentu saja, saya hanya menjadi salah satu dari sekian banyak orang di antaranya.
Media yang digunakan saat nonton film bokep, dari dahulu sampai sekarang pun beragam. Mulai dari VCD atau DVD player, melalui hape, bahkan kalau nggak kena “internet sehat”, kita bisa mengakses via website. Download bisa, streaming apalagi.
Saya nggak akan bahas bokep mana yang paling menarik atau mana yang sesuai dengan selera kalian. Saya sangat yakin, mengenai hal tersebut, kalian sudah bisa menentukannya sendiri setelah menonton berkali-kali dalam berbagai versi. Bagi saya, justru ada hal lain yang lebih fundamental dan sangat gereget untuk dibahas, yaitu tentang kenapa skenario dan alur cerita dalam film bokep selalu begitu-begitu saja. Cenderung ngebosenin dan menyebalkan.
Mau film bokep ala-ala Asia, Eropa, Amerika, atau dari benua mana pun sama aja. Mau yang durasi videonya sebentar, kek. Mau yang satu sampai dua jam, alur ceritanya ya gitu-gitu aja. Nggak ada variasi lain gitu. Nggak sedikit juga yang ceritanya ngalor-ngidul. Awalnya apa, tengahnya apa, lah endingnya sama aja.
Bukannya khawatir ketahuan sebelumnya sering nonton atau dicap buruk. Malah kalau saya ingat dan perhatikan, ujung-ujungnya bikin malas sendiri sambil berujar dalam hati, “Dih, apa banget, dah. Maksa banget ceritanya.”
Serius. Nggak perlu nunggu sampai filmnya selesai. Dari awal cerita saja sudah anti-klimaks dan bikin malas sekaligus nggak selera nonton. Bahkan, bisa dibilang, alur ceritanya nggak pernah ada yang smooth. Lagian, mau selama apa pun durasi filmnya, ya, gitu-gitu aja. Nggak ada yang berubah. Editingnya juga belum pernah ada yang cinematic, tuh.
Boleh jadi ini termasuk salah satu konspirasi elit global. Namun, dalam bayangan saya dan dari sudut pandang lain, saya sempat berpikir. Jangan-jangan, sebetulnya film bokep memang sengaja alur ceritanya dibuat membosankan, gitu-gitu aja, dan monoton. Tujuannya ya biar kurang peminat. Biar pada bosan. Cuma kitanya aja yang nggak peka. Malah nonton lagi, nonton lagi. Hadeeeh.
Jujur saja, terakhir kali nobar bokep dengan teman-teman kuliah pun, yang ada malah dijadikan bahan bercandaan sekaligus tertawaan. Ada aja gitu adegan yang menurut kami malah lucu. Selain itu, kami punya kebiasaan nggak nonton sampai selesai. Sebab, soal akhir ceritanya, kami sudah sama-sama tahu, akan sama saja. Template dan malah membosankan.
Soal alur cerita pada film bokep, saya bukannya nggak mau kasih saran, ide, atau solusi lain. Jika sampai saya tulis dan dibeberkan di sini, khawatir malah jadi inspirasi negatif. Pada persoalan ini, saya hanya ingin menjadi seseorang yang mengkritik tanpa memberi masukan yang membangun saja. Lagi pula, soal ide kreatif dalam film bokep, biar tim produksinya aja lah yang berpikir sekeras mungkin. Saya, atau orang lain nggak perlu ikut campur. Cukup jadi penonton saja.
Mungkin memang industri ini nggak pernah berorientasi pada development cerita dan sinemanya. Lha wong sejauh ini dengan betapa monotonnya skenario dan adegan, industri ini sudah dapat untung buanyak banget. Konsumennya nggak pernah habis dan terus ada. Mereka pun anteng nggak menuntut apa-apa. Coba bandingkan sama film-film lain yang makin ke sini persaingannya makin gila. Makin seret pula duitnya. Mau bilang nggak adil, tapi faktanya memang begini ya mau gimana lagi.
Kalau berbicara soal moral, jelas saya nggak menyarankan kalian buat menonton. Saya bicara fair tentang betapa buruknya jenis tontonan ini. Tapi, kok ya banyak banget yang betah. Hmmm, dasar manusia.
BACA JUGA Pengalaman Ikut Kursus Mengemudi Mobil, Antara Perlu dan Nggak Perlu-Perlu Amat dan artikel Seto Wicaksono lainnya.