Film ‘Binatang Jalang’: Terinspirasi Puisi Chairil Anwar, Diisi Karya Orang Lain

puisi chairil anwar mojok

puisi chairil anwar mojok

Beberapa hari yang lalu, Harian Kompas menerbitkan sebuah artikel yang berisi tentang puisi Chairil Anwar yang digarap menjadi sebuah film berjudul Binatang Jalang. Film tersebut berisikan puisi-puisi karya sang maestro yang dijadikan dialog dalam tiap adegan film tersebut. Sepertinya memang tidak ada yang aneh jika puisi Chairil Anwar memang layak dijadikan sebuah film, namun apa jadinya bila ada puisi yang bukan karya beliau ikut dimasukkan dalam dialog film tersebut?

Film berdurasi 22 menit ini menggambarkan salah satu adegan di mana seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berdialog dengan bait-bait puisi yang dikira milik Chairil Anwar yang berjudul Cinta dan Benci. Puisi berjudul Cinta dan Benci ini sempat menimbulkan perdebatan di media sosial, pasalnya puisi tersebut tidak ditemukan dalam buku-buku kumpulan puisi Chairil Anwar. Eka Kurniawan dalam Twitternya juga mempertanyakan tentang rujukan puisi Chairil Anwar tersebut, sebab sepanjang yang ia tahu, tidak ditemukan puisi dengan judul tersebut dalam buku-buku terbitan GPU.

Diksi-diksi yang digunakan dalam puisi Cinta dan Benci ini saya rasa memang tidak menggambarkan karya Chairil Anwar, dari mana saya tahu? Jika kalian berpikir saya ahli puisi tentu saja salah, saya tahu karena tiap saya membaca puisi karya beliau, kepala saya selalu pening memikirkan artinya. Berlawanan sekali dalam puisi Cinta dan Benci, bahasa yang digunakan cukup sederhana, dan tidak membuat saya pusing, hehehe.

Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan besar, apakah dalam proses pembuatan film puisi ini, tim produksi tidak melakukan riset terlebih dahulu? Apakah sutradara film ini tidak membaca buku-buku puisi Chairil Anwar dulu? Banyak sekali literatur yang berisikan puisi-puisi asli karya Chairil Anwar, tapi kenapa mereka mencari puisi yang justru tidak terdapat dalam buku, dan bahkan sulit ditemukan sumber aslinya dan tidak pernah dibahas.

Oleh karena penasaran, saya juga ikut mencari sumber dari puisi Cinta dan Benci ini. Kemudian saya menemukan tautan di twitter yang menginformasikan bahwa puisi Cinta dan Benci bukan merupakan karya Chairil Anwar, melainkan puisi yang terinspirasi dari Chairil Anwar. Sekali lagi, puisi ini terinspirasi dari karya beliau, bukan puisi karya beliau. Puisi Cinta dan Benci ini dapat ditemukan di salah satu blog, yang merupakan puisi yang ditulis oleh Ari Ridho pada 2014.

Hal ini sebenarnya sangat disayangkan, niat baik nan mulia untuk mengabadikan karya Chairil Anwar melalui film justru menuai blunder yang saya rasa cukup fatal. Bagaimana tidak, wong bukan puisi Chairil Anwar kok dibilang puisi beliau. Maka dari itu dalam setiap proses kreatif patutnya untuk melakukan riset yang mendalam, dan tidak hanya bermodal searching di internet saja. Apalagi film yang digarap oleh Exan Zen ini bekerja sama dengan Federasi Pekerja Seni Indonesia yang mana harusnya ikut dalam proses pemilihan puisi-puisi mana saja yang hendak dipakai.

Hal yang lebih mengejutkan lagi, sutradara film Binatang Jalang ini merencanakan untuk mengikutsertakan filmnya dalam ajang festival-festival film internasional. Jika memang niat dari awal untuk membawa film ini ke jenjang yang lebih tinggi kenapa tidak dilakukan riset dengan maksimal. Apa tidak malu jika sudah di ajang internasional, lalu diketahui bahwa salah satu puisi yang digunakan bukan puisi beliau? Kalau saya sih malu.

Selain untuk ajang festival film di kancah internasional, rupanya pemerintah provinsi DKI Jakarta juga bekerja sama untuk turut serta mendukung pemutaran film ini di sekolah-sekolah dalam upaya mengenalkan karya Chairil Anwar. Saya rasa sebelum diputar di sekolah-sekolah dan ditonton oleh para siswa, serta diikutkan dalam festival film, baiknya film ini diperbaiki dulu saja. Riset yang banyak, jangan hanya modal searching di internet apalagi di situs-situs blog pribadi. Dan untuk Pemerintah Provinsi Jakarta, sebaiknya juga cari tahu lebih banyak lagi mengenai puisi dalam film ini, jangan langsung kerja sama.

BACA JUGA Paterson: Berpuisi dan Menjadi Biasa-biasa Saja Bukanlah Masalah atau tulisan Sri Pramiraswari Hayuning Ishtara lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version