Bulan Ramadan punya tempat tersendiri di hati banyak orang Islam. Datangnya bulan Ramadan pun disambut dengan berbagai respons. Salah satunya sebelum adanya pandemi ini, yakni dengan ramainya masjid-masjid di seantero negeri. Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, orang Islam memang dianjurkan untuk berlomba-lomba memperbanyak ibadah di bulan yang suci ini. Ada keyakinan bahwa amalan di bulan Ramadan, jika dilakukan maka pahalanya berlipat-lipat.
Ramadan dan meningkatnya aktivitas di masjid adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Di bulan Ramadan, kegiatan di masjid biasanya akan lebih padat. Salah satu kegiatan yang “seolah wajib” adalah buka bersama dan salat Tarawih berjamaah selama sebulan penuh.
Biasanya, di setiap masjid tertempel jadwal imam dan khatib untuk salat Tarawih di masjid tersebut. Selain jadwal tersebut, ada pula masjid-masjid yang memang sudah cukup besar mencantumkan (((menu buka puasa))) yang akan disediakan setiap harinya. Misalnya, menu hari pertama ayam kecap. Hari kedua, rendang. Hari ketiga, sate.
Nggak jarang jadwal menu-menu tersebut di-broadcast ke grup-grup WhatsApp atau media sosial di minggu pertama Ramadan. Biasanya, sih, anak kos adalah golongan yang paling update terkait hal ini. Selain untuk beribadah, tentu saja sekalian sebagai upaya berhemat ria.
Pencantuman jadwal menu berbuka seperti itu sangat mungkin berpengaruh juga pada perilaku jamaahnya. Bukan suatu hal yang mustahil, ketika terdapat orang yang berbuka di satu masjid, lalu memutuskan tarawih di masjid yang lain. Jadi, antara buka bersama sekaligus salat Magrib dan salat Isya sekaligus Tarawihnya, di masjid yang berbeda.
Bukan sebuah hal yang aneh kalau sebuah jamaah di masjid tersebut hanya ramai saat berbuka. Lalu agak berkurang sedikit saat salat Magrib. Terus berkurang lagi saat salat Tarawih. Begitu pula sebaliknya.
Fenomena pindah-pindah masjid saat Ramadan ini memang cukup sering saya temui, dan bahkan beberapa kali saya terapkan bersama teman-teman saya. Jadi, saya dan beberapa teman mendatangi masjid A menjelang buka puasa. Setelah berbuka bersama, kami salat Magrib berjamaah di masjid tersebut dan memutuskan untuk pulang. Kemudian, kami pergi ke masjid yang lain untuk mengikuti salat Tarawih berjamaah.
Saya memang masih sering pilih-pilih masjid untuk salat Tarawih berjamaah di bulan Ramadan. Alasannya tentu saja dapat Anda duga: Apalagi kalau bukan karena jumlah rakaat dan cepat lambatnya gerakan sang imam. Hehehe.
Hal ini semacam inilah yang menjadikan fenomena pindah-pindah masjid saat Ramadan masih sering terjadi. Rela berkorban pergi ke masjid yang agak jauh supaya dapat menu berbuka yang enak. Serta mau bersusah payah pergi ke masjid yang lain untuk ikut salat Tarawih berjamaah yang salatnya nggak kelamaan.
Akan tetapi, bukan berarti hal seperti ini niatnya tidak murni untuk beribadah loh, ya. Niat beribadah seseorang saat bulan Ramadan, kan, tidak bisa hanya diukur dari masjid yang dia pilih. Pasalnya, kalau sudah menyangkut niat, maka hanya ia dan Tuhan yang tahu.
Lagipula, selama masjid bisa penuh dan ramai didatangi saat Ramadan, apa pun alasan dan niatnya kalau memang tidak merugikan orang lain, harusnya nggak jadi masalah, kan? Bukankah yang terpenting adalah bagaimana konsistensi kita dalam meramaikan masjid? Tentu saja tidak hanya di awal Ramadan, tapi juga hingga akhir, dan sampai bulan-bulan setelahnya.
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.