Kemarin sore, kawan-kawan saya ramai memposting story WhatsApp tentang ikoy-ikoyan. Sebuah istilah yang sangat asing bagi saya, tapi seperti pernah mendengar. Sekilas istilah tersebut mengingatkan saya pada salah satu ucapan di film Jepang ikoy-ikoy kimochi. Melihat fenomena yang viral tersebut, saya langsung terjun ke Twitter karena yakin bahwa saya selalu bisa menemukan jawabannya di situ.
Benar saja, di Twitter pun hashtag ikoy-ikoy sudah bertengger di daftar trending topic. Berbekal scroll-scroll sambil membaca komentar-komentar para keyboard warrior, saya pun menemukan jawabannya. Usut punya usut, ikoy ini adalah nama panggilan asisten pribadi seorang influencer Indonesia yang namanya sudah tidak asing lagi yaitu Arief Muhammad yang bisnisnya sudah melebar ke mana-mana.
Penulis novel Poconggg ini membagikan rezeki berupa uang maupun barang-barang pada followers-nya yang sedang membutuhkan lewat jargon ikoy-ikoyan. Para netizen yang menginginkan hadiah atau bantuan dari Arief Muhammad hanya perlu mengirimkan DM lewat Instagram pribadinya. Netizen bisa langsung meminta apa yang sedang dibutuhkan dengan jujur dan tidak dibuat-buat. Arief Muhammad sendiri tidak akan merespons mereka yang spam di akun Instagramnya.
Ketika melihat screenshot-an DM para netizen di story Mas Arief ini, saya melihat cukup banyak mereka yang mengirim permintaan aneh dan nyeleneh seperti meminta uang untuk les menyetir mobil, membeli scincare, dan kado ulang tahun pacar. Ada salah satu netizen yang hanya meminta kuota internet dan Mas Arief langsung memerintahkan salah satu karyawannya untuk mentransfer uang 5 juta. Doi sendiri bilanng bahwa ia suka dengan gaya netizen tersebut yang singkat, padat, dan jelas.
Munculnya fenomena ikoy-ikoyan ini membuat sejumlah influencer pun ditodong oleh para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Arief Muhammad. Sebut saja Nafa Urbach yang menjadi korban keganasan netizen tersebut. Awalnya, Nafa Urbach tidak begitu paham apa itu ikoy-ikoy sebelum ada followers-nya yang menjelaskan pada doi tentang tren tersebut. Akhirnya, doi pun menuruti apa permintaan followersnya. Gampang banget, dah, perasaan.
Bagi saya, fenomena ini ada sisi positif maupun negatifnya. Dari segi positifnya, cukup banyak orang yang terbantu. Ada yang terbantu untuk memberi uang pada orang tuanya, membeli TV baru, mendapat modal usaha, HP baru, dan lain sebagainya. Meskipun, ada pula yang permintaannya nyeleneh. Selain itu, para influencer lainnya di luar sana pun menjadi terdorong untuk berbuat kebaikan yang serupa di masa pandemi ini.
Namun, di sisi lain, munculnya tren ikoy-ikoyan yang diikuti oleh influencer yang lain, seolah malah bikin para influencer tampak kekurangan kreatifitas dalam memberikan konten yang menarik. Memang, niatnya baik dan positif, yakni untuk dapat membantu sesama yang sedang membutuhkan apalagi di masa pandemi seperti ini. Namun, bikin konten bagi-bagi hadiah dengan cara seperti itu, kok, rasanya sudah nggak relevan dengan tujuan awalnya, ya?
Saat ini, para influencer atau konten kreator tersebut seperti berlomba-lomba menyajikan konten bagi-bagi hadiah di media sosialnya untuk mendulang engagement. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut, bisa jadi ghirah mereka untuk bikin konten berkualitas sudah bukan lagi jadi prioritas utama. Sing penting bisa eksis dan viral di mana-mana, maka uang akan mengalir deras. Kalau kayak gitu terus, apa kabar kondisi dunia perkontenan di masa depan?
Berbagi dengan orang yang membutuhkan itu baik. Namun, kalau hal baik ini dilakukan sebatas untuk konten, apa, ya nggak eman-eman? Ya, semoga aktivitas bagi-bagi tersebut tujuannya memang bukan sekadar untuk konten, sih, ya. Untuk dokumentasi pribadi, misalnya.
BACA JUGA Influencer Melahirkan Ketimpangan Sosial, dan Saatnya Berhenti Memakluminya dan tulisan Erfransdo lainnya.