Membahas kelakuan fans bola yang ngehek itu nggak ada habisnya. Dari fans plastik, fans yang mendewakan koch yang itu, atau fans yang suka berkelit. Maksud fans yang suka berkelit adalah fans bola yang timnya kalah, tapi berdalih kalau timnya ngalah.
Ngerasa bego denger itu? Bentar, baca dulu.
Malam minggu lalu, saya secara kebetulan menonton pertandingan Juventus melawan AS Roma. Jujur saya bukan penggemar kedua klub itu dan jarang sekali melihat kedua tim itu bermain. Boro-boro suka, liganya saja Serie A, tidak pernah saya tonton. Momen melihat tim sepak bola dari Italia praktis hanya dari Liga Champions. Itu pun juga Juve lagi Juve lagi. Tapi, entah kenapa saya memutuskan melihat pertandingan ini.
Sebelum laga memasuki babak pertama saya cek terlebih dahulu posisi kedua tim di klasemen. Wah ternyata Juventus berada di bawah dari AS Roma, ketinggalan satu poin. Saya kira Juventus masih di urutan nomor satu seperti musim yang sudah-sudah. Ternyata pemuncak klasemen sementara sekarang AC Milan. Informasi sudah didapat, saya jadi berharap mendapat tontonan menarik dari laga ini.
Tak lupa juga saya aktif scroll-scroll timeline Twitter untuk memperoleh beberapa insight dari penggemar kedua tim. Salah satu sasaran saya tak lain dan tak bukan adalah Pak Puthut EA. Pak Puthut ini saya dengar-dengar adalah penggemar fanatik dari AS Roma, mungkin sejak saya belum lahir. Mau lagi bagus atau lagi jelek seperti musim-musim ini tetap beliau dukung. Saya tidak tahu siapa lagi fans AS Roma selain beliau. Memang benar apa kata Pak Puthut, AS Roma-lah yang beruntung karena punya fans sekelas Pak Puthut ini.
Pertandingan berjalan cukup menarik, terutama dari gaya permainan Roma ini ya. Passing-nya itu eye-catching banget. Tapi, sayang selama saya menonton, tidak pernah mereka mendapat peluang bersih yang mengancam. Malah Juve yang sesekali keluar menyerang efektif mencetak gol. Setelah peliut terakhir dibunyikan AS Roma kalah 2-0 dari Juventus dan harus rela turun peringkat. Juventus semakin mendekat kembali ke takhta sebenarnya, puncak klasemen. Selepas itu saya aktif melihat dan kadang mengomentari tweet dari Pak Puthut. Saya hanya ingin melihat respon beliau ketika timnya mengalami kekalahan.
Beliau ini secara terang-terangan mengkritik timnya sendiri. Beberapa nama pemain ia kritisi selayaknya pandit yang sedang menganalisis. Padahal kita tahu bersama Pak Puthut ini adalah penulis/sastrawan, ternyata handal juga dalam hal bacot-bacotan ala pandit. Bahkan sampai pelatihnya pun beliau kata-katain pekok karena strateginya. Saya lantas bergumam, wah Pak Puthut ini memang fans Roma sejati. Tetap bisa mengkritisi timnya saat lagi jelek-jeleknya dan tetap bisa setia mendukungnya. Fans bola yang bagus ya gini nih.
Sehari setelahnya, saya yang mengaku sebagai fans Liverpool ini, kali ini dengan sengaja menonton pertandingan Liverpool melawan Manchester City, ya jelas sengaja lah tim kesayangan saya kok. Seperti yang sedang dirasakan AS Roma, Liverpool ini juga sedang tidak konsisten di musim ini. Kadang bagus kadang ambyar. Liverpool bahkan sudah kalah beruntun di kandang yang katanya angker itu, sudah begitu mencetak gol saja juga susah. Tiga atau empat kali sebelum laga malam itu Liverpool gagal mencetak gol di kandang sendiri. Padahal musim-musim lalu sangat trengginas.
Kali ini saya juga melakukan hal yang sama seperti malam sebelumnya. Sambil menonton pertandingan saya juga melihat-lihat timeline Twitter. Fokus saya kali ini ada pada banyak fans Liverpool yang saya jadikan satu saja soalnya kalau dijlentrehkan satu-satu mumet nulisnya nanti hehe. Saya sempat optimistis di babak pertama karena bermain cukup bagus, mencetak beberapa peluang dan yang paling melegakan penalti City gagal. Perasaan yang dirasakan Pak Puthut saya sempat saya alami, bahkan lebih optimis karena kami belom kebobolan.
Semua berubah di babak kedua. Kesalahan dari beberapa pemain Liverpool, terutama kipernya, dimanfaatkan dengan baik oleh City. Gelontoran empat gol mereka ciptakan dengan hanya dibalas satu oleh penalti Mo Salah. Timeline pun ramai dan sempat menjadi trending pertama sampai subuh bahkan lebih. Saya pun sedih dan kecewa. Seperti halnya Pak Puthut saya juga mengkritisi bagaimana pemain Liverpool bekerja. Tak sampai bilang pekok sih tapi, nggak tega saja hehe.
Semua fans Liverpool yang saya baca di timeline pun merasakan kekecewaan yang sama. Mereka juga mengkritisi bahkan mengutuk beberapa nama yang tampil mengecewakan. Sampai pada suatu momen saya melihat postingan dari, sebut saja Mawar fans Liverpool juga, yang menampilkan papan klasemen sementara. Postingan itu hanya menampakkan klasemen City dan MU yang berada di posisi satu dua dengan selisih angka lima poin. Di caption Mawar tulis, semua demi ini. Tak perlu banyak waktu untuk mencerna maknanya, saya langsung tahu kalau maksud dari postingannya adalah agar Liverpool sengaja mengalah agar MU yang lagi bagus-bagusnya tidak juara di musim ini.
Seketika saya muntab nggak karu-karuan. Kok bisa-bisanya loh fans Liverpool berkata seperti itu. Saya tahu Mawar ini adalah fans garis keras Liverpool. Sakit hati saya saat membaca postingan itu. Saya tahu kalau MU ini adalah rival abadi kita bersama dan sebagaimana rival kita tidak rela melihatnya sukses. Tapi, ya mbok mikir dong, MU ini sejak ditinggal Sir Alex sudah bukan MU yang kita kenal dulu yang sulit dijangkau. Lihat betapa terpuruknya mereka sebelum musim ini. Sementara kita, sebagai fans Liverpool sudah tiga empat musim justru beradu sikut dengan yang namanya City ini. Mawar ini gimana sih, mbok ya mikir gitu sebelum posting, saya kan jadi kecewa dengan perilaku Anda ini yang sebenarnya saya cukup hormati sebelumnya.
Tidak sampai di situ yang membuat saya kecewa. Beberapa hari sebelumnya di acara preview Dewan Pundit Indonesia juga ada satu orang yang mengaku fans Liverpool (Saya tidak tahu namanya) yang membuat saya rada-rada marah. Orang ini dengan bangganya menyebut kalau rela timnya kalah saja dari City demi MU tidak juara musim ini. Fans bola macam apa ini hah? Kalian ini sudah hilang apa harga dirinya sampai rela-rela begitu. Saya tahu tim kita sedang jelek, pemain kita banyak cedera, permainan kita akhir-akhir ini juga buruk tapi mbok ya sadar gitu loh musim masih rada panjang. Kalau sudah berikrar jadi fans itu ya tetep dukung lah setidaknya, tetap ada rasa pede dalam diri jangan malah pasrah dan lempar handuk begitu dong. Masa harus mengemis minta tolong tim lain menghentikan rival kita. Ya kita ini yang harusnya mencoba untuk menghentikan mereka dan bekerja keras mendukung tim kita sepenuh hati. Itu baru namanya harga diri.
Kalaupun nanti mainnya masih jelek dan kalah ya kata-katain saja. Seperti Pak Puthut itu loh yang sudah saya contohkan. Digoblok-goblokan atau dipekok-pekokke pun tetap ada rasa optimisme dan kebanggaan jadi fans Roma. Setidaknya tidak hilang rasa percaya kepada tim kesayangannya sampai kapanpun itu. Iya nggak Pak Puthut? Atau jangan-jangan Pak Puthut juga sempat berpikiran sama dengan Mawar, biar rival AC Milan atau Inter tidak juara Serie A musim ini? Wah peok wis nek ngono.
BACA JUGA Fans Sepak Bola Itu Banyak Jenisnya, Nggak Usah Merasa Paling Sejati dan tulisan Kevin Winanda Eka Putra lainnya.