Berita elpiji langka belakangan mewarnai lini masa media sosial. Elpiji melon, sebagai hal paling esensial dalam urusan dapur jadi barang langka yang bikin pening se-Indonesia. Tak hanya kota besar saja yang mumet perkara hal ini. Banyuwangi pun tak luput memegangi kepala mereka gara-gara elpiji melon yang menghilang.
Mas Muhammad Arif Prayoga sudah menjelaskan di tulisan ini, kenapa elpiji melon bakal selalu jadi idola, dan betapa susahnya meminta warga untuk beralih ke elpiji nonsubsidi. Pemerintah, selaku pemegang kebijakan, cukup melihat artikel tersebut untuk mencari solusi, sebenarnya.
Tapi, jika mungkin masih kurang memahami, saya akan menambahkan beberapa hal yang mungkin masih luput dipahami oleh pemangku kebijakan.
Fenomena elpiji langka sekarang itu mirip-mirip sama 2007, saat awal-awal kebijakan peralihan ke kompor minyak ke kompor gas. Bentar, saya tidak mau bilang kalau ini mirip, alias warga diminta beralih ke kompor listrik. Terlalu jauh untuk bahas itu. misalkan benar pun, saya tidak mau bicara itu juga.
Kenapa? Sebab permasalahan elpiji langka bukan semata karena isu peralihan ke kompor listrik. Ini perkara habit warga kita yang sudah meresap, yang juga Mas Muhammad sampaikan.
Daftar Isi
Benang kusut distribusi elpiji
Salah satu penyebab utama kelangkaan elpiji melon ini adalah faktor distribusi yang morat-marit. Kurangnya pasokan elpiji melon di beberapa wilayah termasuk Kabupaten Banyuwangi menyebabkan antrean panjang di depan pangkalan gas.
Idealnya ya, distribusi ini sebaiknya diperbaiki. Saya nggak bisa bilang caranya gimana, wong itu urusan njenengan-njenengan yang berwenang. Cuman, saya mau bilang, masalah distribusi morat-marit ini udah berlangsung lama. Jadi, rasanya kok memalukan ya kalau nggak pernah kelar?
Jadi ya, saya agak sangsi kalau elpiji langka ini adalah cara memaksa warga ke kompor listrik. Saya yakin betul kalian yang berwenang tidak segegabah itu. Juga, masalahnya ya kentara jelas: distribusi yang nggak rapi!
Yang berhak memakai elpiji melon
Dari dulu, masalah ini juga nggak selesai-selesai. Elpiji melon, sejatinya, hanya untuk orang kurang mampu. Orang yang rumahnya seharga 600 juta ya bagusnya nggak pake elpiji melon, sekalipun cicilan KPR mereka bikin dada sesak.
Kalau semua orang pakai elpiji melon, ya elpiji langka bukan lagi jadi suatu hal yang mengherankan. Memangnya mau berharap apa dari barang yang memang diproduksi sedikit tapi diuber sama banyak orang?
Tapi ya, jujur saja susah untuk mengubah habit ini. Yang bisa saya tawarkan sih cuman satu, berani nggak pada tegas untuk menolak orang mampu beli elpiji melon?’
Atau, atau nih ya, naikin pendapatan warga Indonesia. Kalau udah gitu sih, beli elpiji nonsubsidi saya kira gampang ya.
e-KTP bukan solusi elpiji langka!
Aneh bin ajaibnya, dalam beberapa hari krisis elpiji melon, Pemerintah dalam hal ini bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Pertamina justru menyiasati krisis elpiji melon di Kabupaten Banyuwang dengan cara aneh dan di luar nurul. Mulai dari operasi pasar hingga pembelian yang wajib menyertakan e-KTP. Lah?
Apalagi aturan penggunaan e-KTP ini tidak pakai sosialisasi. Rakyat kan kaget dengan aturan ini. Jika e-KTP adalah solusi agar pembeliannya tepat sasara, ya nggak mashok. Orang kaya juga punya e-KTP. Gimana sih lur?
Dari sedikit penjelasan saja, terlihat mana yang bisa diperbaiki dan apa yang harusnya segera dilakukan. Tetap saja, pasang ekspektasi serendah mungkin. Sebab, masalah ini nggak kelar sudah sejak lama. Nggak kaget juga kalau masih nggak kelar lagi, dalam waktu yang lebih lama lagi.
Penulis: Fareh Hariyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Dilema Pangkalan Elpiji Pertamina: Ambil Untung Besar Kena Masalah, Ambil Untung Kecil Bangkrut