Demonstrasi besar-besaran terkait UU Cipta Kerja diikuti oleh banyak golongan yang turun ke jalan: buruh, tani, mahasiswa, rakyat miskin kota, perempuan, dan berbagai elemen lainnya. Tapi, jika kalian jeli melihat, di tengah kerusuhan massa demonstrasi yang begitu tumpah, ada beberapa pedagang asongan yang masih berjualan. Itulah Indonesia. Mental masyarakat kita di tengah kekacauan memang luar biasa. Walau demonstrasi dimungkinkan berakhir ricuh, jiwa bisnis mereka tidak surut.
Beberapa kali mengikuti dan melihat demonstrasi, saya selalu menemukan pedagang asongan yang berjualan. Dan, tentu saja ada yang beli! Begitulah, namanya demonstrasi pasti haus dan lapar, makanya barang dagangan mereka akan banyak yang laku.
Mau ada kerusuhan, para pedagang asongan ini santai weh sambil merokok di pinggir jalan. Dari dulu pedagang asongan kita sudah begitu. Saat demo 1998 kalau dilihat dokumentasinya saat rusuh, pasti ada saja pedagang asongan yang santai-santai.
Kenapa pedagang asongan tidak pernah merasa terancam atau khawatir di tengah kerusuhan? Apakah mereka jangan-jangan… wkwkwk, yang pasti inilah alasan-alasan yang saya kumpulkan mengapa mereka sering kali muncul saat demonstrasi besar-besaran. Cangcimen~
#1 Omzet Lebih Besar
Seperti yang saya sudah katakan di paragraf atas, namanya saat demonstrasi pasti haus dan lapar. Para pedagang asongan menjadikan ini kesempatan untuk meraup untung yang sangat dalam, apalagi kalau yang demonstrasi sampai puluhan atau ratusan ribu. Bayangin aja, kalau seperempatnya saja beli ke pedagang asongan, udah untung banyak sekali itu.
Mau itu yang jual minuman, yang jual tisu, yang jual kopi, atau kacang-kacangan pasti laku. Apalagi, kalau di masa sekarang mereka menambah jualan masker dan face shield, pasti lebih laku.
#2 Jarang Dijadikan Sasaran Kerusuhan
Saat terjadi kerusuhan, saya katakan sekali lagi bahwa pedagang asongan itu jarang sekali menjadi sasaran kerusakan atau kerusuhan. Tidak pernah saya lihat berita tentang sepeda siomay yang jadi sasaran amukan massa, yang ada kan fasilitas negara atau mobil aparat.
Sebab itulah, pedagang asongan bersikap santai saja. Saat demonstrasi RKUHP tahun lalu di depan gedung DPR, saat saya sedang melarikan diri dari tembakan gas air mata, tukang kopi santai saja mengisap rokok di pinggiran jalan. Mungkin bagi abang tukang kopi itu, demonstrasi itu kayak lagi syuting film kali ya?
#3 Pembeli Tidak Hanya dari Pihak Demonstran
Tidak hanya dari pihak demonstran, pembeli asongan juga berasal dari aparat yang berjaga. Informasi ini saya dapatkan dari pertanyaan iseng-iseng saat “jajan” di sela demonstrasi. Katanya, saat demonstrasi sudah selesai, aparat keamanan biasanya akan beli . Entah beli kopi, siomay, makanan ringan, air putih, atau yang lainnya. Pantas saja, para pedagang asongan ini hadir sebagai pihak yang benar-benar netral. Tujuan mereka murni berdagang, tanpa ada niat lain.
Mereka terbukti jadi pihak yang paling resisten terhadap serangan. Hadir sejak awal demonstrasi hingga kerusuhan berakhir. Menyaksikan aparat yang kewalahan dan mahasiswa yang kelelahan.
Begitulah, fakta mengapa banyak pedagang asongan yang selalu ada setiap kali demonstrasi terjadi. Mereka cuma rakyat kecil, yang penting adalah perut kenyang dan keluarga bisa makan. Masalah risiko atau tidaknya, yang penting jualan laku dan dapat untung. Apalagi masa pandemi ini, double lah resiko mereka.
Diakui atau tidak, kehadiran mereka memang dibutuhkan. Dengan berdagang di tengah massa, mereka juga dapat keuntungan yang lebih banyak dibandingkan hari-hari biasa. Demonstrasi bukan hanya momen untuk menyampaikan aspirasi dan menunjukkan solidaritas, melainkan juga ladang penghasilan bagi sebagian orang. Klise memang, kekacauan seperti ini justru jadi kesempatan meraih penghasilan. Belum lagi, risiko bahaya yang terpaksa diabaikan demi sesuap nasi untuk keluarga.
Yang salah siapa? Sebaiknya jawaban pertanyaan ini jadi renungan pihak-pihak yang bersangkutan. Pihak yang melanggengkan sistem-sistem bobrok sehingga mendorong rakyat kecil hidup di tengah kekacauan.
Meski eksistensi mereka gamang, tidak memihak dan tampak tidak mengamini kedua kubu, pedagang asongan rasanya bisa jadi sebaik-baiknya saksi dari berbagai peristiwa yang terjadi.
BACA JUGA Kemiripan DPR dengan Tenryuubito di One Piece dan artikel Nasrulloh Alif Suherman lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.