Perjalanan saya menuju Dusun Semilir, sebuah destinasi wisata di Semarang, membawa pengalaman yang tak terduga. Meski saya sering melewati jalur Bawen-Ambarawa dalam perjalanan pulang-pergi antara Jogja dan Demak, saya tidak pernah menyadari bahwa Dusun Semilir berada tepat di sebelah jalur tersebut. Keingintahuan saya baru muncul setelah keluarga besar saya mengajak liburan ke sana. Saya tertarik setelah mendengar cerita adik saya yang mendapatkan informasi dari TikTok, bahwa Dusun Semilir merupakan tempat wisata yang menarik, penuh dengan wahana dan memiliki suasana sejuk dan layak untuk dikunjungi.
Karena percaya pada penjelasan adik saya yang seolah meyakinkan, saya pun tidak terlalu memikirkan untuk mencari informasi lebih lanjut. Namun, keputusan itu berakhir dengan kekecewaan. Sebagai seorang yang termasuk dalam kategori “kaum mendang-mending,” saya merasa menyesal dan kapok setelah berkunjung ke Dusun Semilir Semarang. TikTok jelas terlalu melebih-lebihkan, dan informasi yang tersebar ternyata tidak sepenuhnya akurat.
Adapun hal-hal yang bertolak belakang pada ideologi saya sebagai kaum mendang-mending adalah sebagai berikut.
Daftar Isi
Cuaca yang panas, tak sesuai ekspektasi
Nama “Dusun Semilir” mungkin menimbulkan ekspektasi bahwa tempat ini menawarkan konsep suasana pedesaan yang sejuk dan nyaman. Sebab, jika merujuk nama tersebut merupakan adaptasi dari bahasa Jawa, yang memiliki arti “Desa Sejuk.” Namun, kenyataannya jauh dari harapan.
Secara geografis, Dusun Semilir Semarang memang terletak di daerah dataran tinggi, tapi belum cukup tinggi untuk menawarkan kesejukan yang signifikan. Udara di sana masih panas, mirip dengan daerah Semarang lainnya yang berada di dataran rendah.
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan destinasi wisata lain di sekitar, seperti Umbul Sidomukti, yang hanya berjarak 12 kilometer dari Dusun Semilir Semarang. Umbul Sidomukti benar-benar terletak di dataran tinggi dan menawarkan udara yang segar dan sejuk, sesuai dengan ekspektasi wisata pegunungan. Namun, Dusun Semilir gagal memberikan pengalaman serupa, dan ini menjadi salah satu kekecewaan terbesar saya.
Harga yang membuat dompet tersiksa
Tidak hanya cuaca yang mengecewakan, harga yang ditawarkan di Dusun Semilir juga tidak sesuai dengan ekspektasi. Bagi saya, konsep “dusun” biasanya identik dengan kehidupan yang sederhana dan murah. Sayangnya, hal ini tidak berlaku di Dusun Semilir Semarang. Tiket masuk standar memang relatif terjangkau, seharga 45 ribu rupiah, namun tiket tersebut hanya memberikan akses untuk berjalan-jalan melihat-lihat wahana, tanpa bisa mencoba aktivitas apa pun. Jika ingin menikmati semua wahana, Anda harus siap mengeluarkan lebih banyak uang.
Sebagai contoh, jika Anda tidak ingin capek berjalan kaki, tersedia opsi untuk menyewa golf car dengan biaya sekitar 145 ribu rupiah. Jika Anda tertarik untuk mencoba wahana salju, seperti yang diinginkan adik saya, biaya tambahan sebesar 75 ribu rupiah per orang harus dikeluarkan. Bagi kaum mendang-mending seperti saya, harga-harga ini tentu sangat memberatkan dan jauh dari kesan wisata yang ramah kantong.
Baca halaman selanjutnya
Lebih parah lagi, pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman dari luar, memaksa kita membeli makanan dan minuman di dalam area wisata yang harganya sangat mahal. Bayangkan saja, untuk membeli satu gelas es teh, saya harus merogoh kocek sebesar 10 ribu rupiah, tiga kali lipat dari harga normal di luar. Memang benar, di tempat wisata harga-harga biasanya lebih mahal, namun kenaikan harga sebesar itu benar-benar di luar dugaan saya, setidaknya merujuk pada pengalaman saya berkunjung pada tempat wisata lain. Pengalaman ini membuat saya merasa wisata ini tidak ramah bagi pengunjung yang ingin berhemat.
Kecewa dengan Dusun Semilir
Itulah beberapa hal yang membuat saya sebagai kaum mendang-mending kecewa terhadap Dusun Semilir Semarang, dan kapok untuk mengunjungi kembali. Saran saya, bagi Anda yang berencana mengunjungi Dusun Semilir, pastikan bahwa Anda adalah bukan kaum mendang-mending. Setelah menggugurkan syarat pertama, saya sangat menyarankan untuk melakukan riset mendalam terlebih dahulu. Jangan hanya mengandalkan informasi dari media sosial seperti TikTok, karena bisa jadi ekspektasi yang diberikan tidak sesuai dengan realitas.
Selain itu, perhitungkan baik-baik anggaran yang Anda miliki. Jangan terkecoh dengan nama “Dusun” yang mungkin terkesan sederhana dan murah. Di balik nama tersebut, tersimpan pengalaman yang bagi saya, sebagai kaum mendang-mending, cukup memberatkan.
Penulis: Aditya Firmansyah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Dusun Semilir: Alternatif Tempat Wisata di Semarang yang Family Friendly