Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Dulu Ibu Menyuruh Kami Tidur Siang Sepulang Sekolah, Tapi Saat Libur Kuliah Kami Disuruh Main-Main

H.R. Nawawi oleh H.R. Nawawi
16 Juni 2019
A A
tidur siang

tidur siang

Share on FacebookShare on Twitter

Tidak ada yang mengkhawatirkan kami saat pulang sekolah. Karena yang penting itu kami berangkat sekolah. Jadi main ke manapun setelah pulang sekolah—ya terserah kami. Toh kalau ada yang menculik kami dan minta tebusan—itu hanya cerita. Tapi jikalau ada orang yang gelisah saat kami main sepulang sekolah dan marah saat kami belum ganti baju ketika main, ya berarti dia—biasanya kupanggil dia Ibu.

Ibu suka marah saat kami kecil. Tepatnya saat kami masih sekolah dasar dan suka main-main untuk mengisi waktu sepulang sekokah. Kami setiap hari kena marah. Tapi ya tetap, kalau ada celah untuk pergi, sudah pasti kami pergi—mandi ke sungai, main layangan ke sawah, sesekali juga ke tempat rental PlayStation. Saat itu kami tidak ada yang punya sepeda motor, paling tidak kami sudah bahagia betul kalau udah sunnat dan dibelikan onthel macam BMX gitu lah. Malah jika waktu libur seminggu sekali kami tidak suka main jauh-jauh—malahan di rumah dan mungkin main di pelataran rumah.

Entah bagaimana dunia main saat kecil itu sangat heboh dan asyik sekali. Seperti masak-masakan itu bukan hanya perempuan, sebagian kami laki-laki juga. Lalu main monopoli, ular tangga, klereng, dan dunia permainan saat kecil dulu. Tentu tidak sama dengan anak-anak sekarang yang konon katanya sebagian besar sudah punya handphone dan minimal sanggup main ML atau Hago. Jelas beda, jangan samakan, apalagi memaksa permainan jaman kita untuk anak-anak sekarang. Kasihan—dan nantinya mereka malah sendirian kalau memilih main seperti jaman kita dulu. Lha wong teman-temannya sedang mabar—main bareng.

Kalau ada di antara kami yang sudah tua sedang bernostalgia dengan permainan dulu, maka biarin saja. Mereka sedang membayangkan masa lalu. Dan rindu masa anak-anak itu adalah hak segala warga. Pada akhirnya diantara kami harus percaya dan yakin dengan kalimat Ali Bin Abi Thalib, “didiklah anakmu dengan sesuai jamannya”.

Seperti bicara kekompakan atau team work dalam permainan, hampir sama cara kerjanya antara permainan jaman dulu dan sekarang. Secara substansi memang berkelompok dan melatih skill kerjasama yang baik—PUBG contoh kecilnya.

Maksudnya biarlah urusan permainan adalah urusan masing-masing anak. Sebagai yang lebih tua perlu memberi batasan waktu bermain di gadget itu. Orangtua punya porsi waktu untuk bermain dengan kita, atau paling tidak kontak fisik secara langsung. Dan bermain itu harus ada batas waktunya.

Sebagian besar ibu-ibu itu punya tingkat keanehan cara didiknya, salah satu diantaranya itu kami suka dimarah-marahi kalau main-main terus saat kecil. Namun tidak saat libur kuliah tiba dan kami hanya tidur-tiduran saja di rumah. Ini seperti yang dikatakan sahabat Ali di atas, asumsinya bahwa cara didik ibu mungkin berharap tepat sasaran.

Padahal melihat beberapa anak itu tidak bisa main jauh-jauh saat menjelang dewasa. Seperti contoh beberapa anak perempuan ibu kami. Kalau sudah besar tidak bisa sembarangan main kemana aja, proseduralnya lebih ketat. Kecenderungan cara didik seperti ini adalah kebiasaan patriarki yang dulu Ibu kami juga rasakan. Memilih untuk diskusi dengan Ibu pasti jawabannya tetap sama,

Baca Juga:

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

“Kalau pendidikan soal anak-anak perempuan, biar Ibu sendiri yang menentukan. Kalau yang laki-laki terserah kalian.” Ujar ibu saat saya mengusulkan adik perempuan kuliah di kota lain.

“Beda nak. Kekuatan perempuan untuk menjaga dirinya di luar itu lebih rapuh. Dan mereka adik-adikmu yang perempuan tidak boleh main jauh-jauh.” Kali ini kehati-hatian ibu berakar dari ketakutan masa lalu, tapi biarlah hak Ibu memberikan pendidikan kepada anaknya.

Akhirnya kalau adik perempuanku liburan kuliah bisa bermain ke luar rumah dengan alasan pergi bersama dengan ponakan-ponakan yang lain. Artinya kecurigaan Ibu menurun seketika mereka perempuan tidak pergi sendirian, apalagi ke kota. Namun saya sebagai anak laki-laki yang juga masih kuliah terkadang memilih tidur saat pagi. Bermain-main juga sudah tidak punya teman, dan kenapa mesti ribet bersentuhan fisik kalau mau main-main, kan sudah ada game di Play Store dan App Store.

“Sana main, Nak,” kata Ibu suatu siang saat di rumah.

“Ngantuk, Bu,” balasku lirih sedikit sebal sembari membenamkan kepala di bawah bantal.

“Masak ya tidur tok, Nak.” Ibu berkata sambil menggoyangkan tubuhku yang masih tidur.

Sulit benar memang mengenal ibu-ibu—pikirku. Sesulit saat kita memahami beberapa pengendara motor dari kaum ibu-ibu yang menyalakan lampu sein ke kiri kemudian memilih belok ke kanan. Mau marah bagaimana, diapa-apakan saja dia ibu kami. Bahkan separah-parahnya perlakuan Ibu, masih saja letak surga berada di bawah telapak kakinya.

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: KuliahMahasiswaSepulang SekolahTidur
H.R. Nawawi

H.R. Nawawi

Jika di dunia hanya ada dua pilihan antara riang dan menangis. Saya memilih menangis. Kehampaan.

ArtikelTerkait

dosen balas chat

4 Golongan Dosen Berdasarkan Cara Mereka Membalas Chat

23 Desember 2021
BEM Itu Problematik dan Saya Menyesal Telah Bergabung

BEM Itu Problematik dan Saya Menyesal Telah Bergabung

16 September 2022
Sisi Gelap Pemasangan Banner Daftar Siswa Diterima PTN oleh Sekolah

Sisi Gelap Pemasangan Banner Daftar Siswa yang Diterima PTN oleh Sekolah

29 Juli 2023
Detail Kecil tentang KKN yang Luput di Film KKN di Desa Penari Terminal Mojok

Detail Kecil tentang KKN yang Luput dalam Film KKN di Desa Penari

25 Mei 2022
pejuang 3,5 tahun

Tidak Perlu Menjatuhkan Mimpi Para Mahasiswa Pejuang 3,5 Tahun

27 Agustus 2019
Kata Siapa Kos Tahunan Bikin Menderita? Nyatanya Nggak Seburuk Itu, kok, Asal Survei dengan Benar

Kata Siapa Kos Tahunan Bikin Menderita? Nyatanya Nggak Seburuk Itu, kok, Asal Survei dengan Benar

3 Mei 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

17 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis
  • Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya
  • Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi
  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.