Dua “Genre” Nasi Uduk Jakarta yang Perlu Diketahui Lebih Banyak Orang

Dua "Genre" Nasi Uduk Jakarta yang Perlu Diketahui Lebih Banyak Orang Mojok.co

Dua "Genre" Nasi Uduk Jakarta yang Perlu Diketahui Lebih Banyak Orang (wikipedia.org)

Sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di Kabupaten Bekasi, saya banyak bersinggungan dengan budaya Betawi. Termasuk kuliner khasnya yakni nasi uduk. Itu mengapa di Jabodetabek, khususnya daerah-daerah yang masih kental dengan budaya Betawi, nasi uduk begitu mudah ditemukan baik saat pagi hari atau malam hari. 

Awalnya, saya hanya tahu kalau nasi uduk itu biasanya disajikan bersama berbagai macam lauk seperti semur tahu, tempe orek, dan bihun. Kalau ada tambahan paling gorengan, telur dadar, atau semur jengkol. Ada juga nasi uduk yang dijual di tenda pecel lele. Di bagian ini, saya berpikir kalau penjual pecel lele menjual nasi uduk, nasi yang dimasak pakai santan, cuma sebagai variasi lain dari nasi putih.

Hingga akhirnya, pengetahuan soal nasi uduk saya kian berkembang ketika kuliah di Jakarta. Saya menemukan penjual nasi uduk yang tidak menyediakan semur tahu, tempe orek, dan bihun, tetapi malah goreng-gorengan. Ayam goreng, paru goreng, dan sate-satean. 

Dua genre nasi uduk Jakarta

Saya yang menyukai nasi uduk sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan keberagaman jenis lauk dan penyajian nasi uduk. Toh, apapun lauknya, saya tetap akan menyatapnya dengan lahap.  Namun, tidak bisa dimungkiri, setelah terpapar oleh “genre” lain nasi uduk, timbul rasa penasaran yang begitu besar dalam benak saya. Bagaimana asal-usul kemunculan dua genre nasi uduk Jakarta ini ya? 

Setelah ngulik berbagai sumber, saya menemukan bahwa memang ada dua gaya nasi uduk di wilayah Jakarta. Menurut buku Kuliner Betawi: Selaksa Rasa dan Cerita, dua gaya nasi uduk itu dibedakan berdasarkan dua lokasi, yakni Rawa Belong (Kemandoran) dan Kebon Kacang (Tanah Abang)

Genre Rawa Belong

Setelah ngulik lebih jauh, nasi uduk yang selama ini saya kenal Apa yang selama ini saya makan ternyata nasi uduk genre Rawa Belong. Ada kemungkinan juga bahwa orang lebih familiar dengan genre nasi uduk ini. Salah satunya, karena alasan harga yang lebih murah. Umumnya, dengan harga Rp10-15 ribu per porsi sudah dapat paket lengkap. Nasi, semur tahu, bihun, tempe orek, kerupuk, dan sambal. 

Ada tambahan lain misalnya gorengan, telur dadar, dan semur jengkol. Tentu harganya bertambah tapi paling nggak, dengan harga standarnya sudah bisa ngenyangin perut. 

Genre Kebon Kacang

Mungkin genre ini agak kurang familiar karena harganya yang lebih mahal. Dengan harga yang lebih mahal, tentu ada kemewahan lebih. Beberapa nama populer dari genre ini ada Nasi Uduk Mat Lengket, Nasi Uduk Kebon Kacang, dan Nasi Uduk Ayam Goreng Betawie. 

Mereka mewah karena mirip restoran. Seminimal-minimalnya, jual di tenda. Jangan harap ada paket standar karena semua “printilan” dibanderol harga, kecuali sambal dan lalapan. Nasi dihitung per porsi, ayam, tempe dan tahu dihitung per potong, sate dihitung per tusuk. Selain itu, genre ini nggak nyediain kerupuk bawang tapi lalapan mentah. 

Kalau kita ngomongin nasi uduk untuk makanan reguler, genre Rawa Belong lebih masuk. Secara harga dia lebih murah dan lebih gampang ditemukan.  Nggak perlu bangun tenda atau sewa ruko untuk bikin restoran. Banyak penjual yang cuma manfaatin meja kecil terus dagang di pojokan. 

Genre Kebon Kacang lebih cocok dimakan sesekali. Mungkin buat perayaan atau makan keluarga. Makan sendiri bisa rugi. Kalau makan rame-rame, hitungan bayarnya bisa kolektif karena di sini semua bisa jadi milik bersama kecuali nasi yang ada di piring masing-masing. 

Alasan kecocokan itu bikin dua genre nasi uduk ini jarang diperdebatkan. Ibarat musik, dua genre yang beda, punya penikmat yang beda juga. Dan, karena kedudukan yang berbeda, tiap genre akan tetap eksis dengan pasar dan penggemar masing-masing. 

Penulis: Muhammad Fariz Akbar
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 4 Alasan Saya sebagai Orang Jakarta Kecewa dengan Penjual Nasi Uduk di Jogja

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version