Menjadi Anak Baru di Kantor yang Nggak Pernah Diterima sama Senior Tuh Rasanya Kayak Sampah

Ditindas Senior di Kantor Rasanya Kayak Sampah (Unsplash)

Ditindas Senior di Kantor Rasanya Kayak Sampah (Unsplash)

Ini adalah kali pertama saya merasakan kerasnya dunia kerja setelah lulus S1. Terus kerjanya ngajar? Jawabannya, bukan. Saya hanyalah seorang buruh di sebuah kantor penjilidan buku.

Tempat kerja saya ini bukan pabrik. Hanya sebuah kantor kecil, rumah sederhana yang didalamnya hanya menampung 8 karyawati. Kerjanya sih sebenarnya cukup mudah. Dasarnya adalah nge-lem buku. Makanya, kalau mau masuk di sini, ijazah apa saja nggak akan terpakai. Pengalaman kerja? Nggak juga. Yang dibutuhkan hanyalah niat.

Lantas, apakah pendidikan yang saya jalani sampai sejauh ini percuma? Ah, saya rasa nggak juga. Ada hal lain yang membuat saya jauh lebih kecewa daripada hanya selembar ijazah yang tak dianggap, yaitu menjadi anak baru yang nggak diterima sama rekan-rekan kantor.

Jujur, menjadi anak baru di kantor yang nggak pernah diterima sama para senior tuh rasanya kayak sampah, bahkan lebih hina dari sampah. Soalnya kalau sampah kan masih berguna buat menyambung hidup para pemulung. Lah sedangkan ini, udah kayak batu dikasih nyawa. Ada tapi nggak pernah dianggap. Bahkan keberadaan kita kayak nggak ada gunanya buat mereka.

Di kantor selalu disalahkan 

Tiap hari ada aja perkataan dari senior yang bikin capek hati. Padahal bukan melulu salah saya. Jujur beberapa kali memang tanpa sengaja saya melakukan kesalahan. Tapi bukan berarti setiap ada kesalahan, saya dijadikan sebagai tersangka utamanya. Ingat, senior-senior di kantor juga manusia kali, bukan nabi.

Beberapa Kali saya perhatikan kalau ada senior lain yang berbuat salah cuma dianggap kayak angin lalu. Giliran saya, sampai kiamat juga itu kesalahan masih diungkit-ungkit aja, nggak ada habisnya. 

Belum lagi kalau saya berbuat kesalahan yang lain, langsung di ulti habis-habisan. Ya ampun, beneran deh saya nggak sengaja!

Kerja lama dimaki-maki orang kantor

Saya paham betul kapasitas saya seperti apa. Saya akui memang kecepatan saya dalam menyelesaikan suatu pekerjaan kalah jauh sama para senior di kantor yang punya kendali kecepatan 10 kali bahkan lebih.

Jujur sebenarnya saya juga merasa sungkan alias nggak enak hati dengan teman-teman yang kerjanya cepat. Tapi apa boleh buat, memang tangan-tangan mungil nan lembut ini tak pernah diajari untuk mengejar waktu secepat kilat. 

Memang, tempat kerja saya ini bukan pabrik, tidak juga menggunakan sistem borongan, tapi kantor tetap ada targetnya. Sehari biasanya sekitar 600-800 buku harus selesai. Tapi kalau nggak juga nggak masalah sih sebenarnya, cuma paling bosnya juga mbatin, “Kok cuma dapat segini? orang-orang dari tadi kerjanya ngapain aja sih?”

Per detik ini pun sejujurnya saya juga masih terus belajar cara bekerja yang cepat dan tepat supaya bisa mengimbangi mereka. Yah semoga seiring berjalannya waktu, jari jemari saya ini semakin lihai dan terbiasa dengan lem dan buku-buku itu.

Direndahkan di depan orang lain

Orang kalau emang nggak suka sama kita tu pasti segala hal yang kita lakukan. Mau sebaik apapun itu selalu saja kurang di mata senior kantor. Apalagi kalau kita si anak baru yang dianggap sering melakukan kesalahan dan kerjanya lama, duh auto jadi santapan empuk buat bahan ngegosip.

Digosipin, direndahkan secara sembunyi-sembunyi maupun blak-blakan di depan banyak orang sudah pernah saya rasakan. Sesuai dengan faktanya? Iya, tapi hanya sebagian. Sisanya dikarang bebas oleh senior di kantor. 

Kena mental? Pasti, bahkan saya sempat berpikir untuk resign. Tapi sayang, saat ini sedang berada di posisi masih butuh. Jadi mau nggak mau ya trabas aja. Toh berkat mulut-mulut bermata pisau itu saya jadi bisa intropeksi dan berbenah diri.

Begitulah kehidupan saya di kantor. Kalau nggak masalah gaji, bos, ya lingkungan kerjanya. Konon katanya 3 hal ini memang tidak akan pernah bisa kamu dapatkan semuanya. 

Dan part yang paling menguras energi di kantor tuh sebenarnya bukanlah pekerjaan itu sendiri. Tapi harus tetap berinteraksi secara normal dengan orang-orang yang sikap dan omongannya sudah membuat kita muak dengan kehidupan ini, hufft. Sehat-sehat para tulang punggung keluarga.

Penulis: Salsa Bela

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Cara Mengatasi Teman Kantor yang Suka Menindas

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version