Berdagang sekarang ini memang tengah menjadi sebuah tren. Terkadang banyak orang yang justru memulainya dari sebuah hobi, tetapi dari sanalah ajang penggaet cuan dimulai. Dari yang awalnya cuma untuk bayar kuota per bulan, kini bisa jadi pemenuhan kebutuhan mingguan. Pada masa kini pula, berdagang bisa dikatakan jauh lebih fleksibel. Tidak perlu menyewa kios atau ke sentra dagang tertentu dan membuka stand, melalui internet saja sudah bisa menjajakan barangnya
Melalui kemudahan ini pula, banyak orang yang menjual beragam kebutuhan dari yang perlu banget sampai pemenuhan hobi orang-orang, misalnya baju kekinian, makanan viral, hingga album dan photocard Kpop yang dapat dipastikan selalu laku karena banyak peminatnya, hehehe.
Selain itu, pemenuhan kebutuhan cuan juga tidak hanya diperlukan bagi pribadi seseorang saja, organisasi dan event juga butuh, Lur! Salah satu cara yang kerap ditempuh para anggotanya ialah dengan pengadaan merchandise kampus.
Setelah membaca tulisan milik Mas Muhammad Iqbal Habiburrohim yang berjudul “Baju Korsa: Pilihan Fesyen Paling Fleksibel bagi Mahasiswa“, saya tentunya tidak bisa menampik kalau saya masuk dalam golongan tersebut. Yah, bagaimana, ya, baju korsa bagi saya itu sudah seperti must have item. Korsa juga menjadi satu dari sekian pilihan pelengkap kalau harus berada di lingkungan pendidikan, selain kemeja dan jaket. Biasanya korsa dijual sebagai baju identitas lapangan, penanda panitia event atau anggota organisasi tertentu. Namun, tentunya hal ini berbeda konsepnya dengan pengadaan merchandise kampus pada waktu-waktu tertentu.
Merchandise yang ditawarkan para wirausahawan dadakan kampus ini pun beragam, dari buku babon penunjang perkuliahan hingga merchandise yang kerap dicari, seperti tumblr, topi, kaos, jaket, hingga tote bag. Biasanya, merchandise kampus mulai gencar ditawarkan saat ada penerimaan mahasiswa baru. Makanya, di beberapa situs media sosial pada saat-saat ini mulai mengunggah iklan pre-order beberapa merchandise.
Sebagai seseorang yang telah melewati fase mahasiswa baru, saya justru mengalami dilema ketika ingin membeli merchandise tersebut. Mengapa demikian? Ya, ingin memilikinya satu atau dua barang sebagai pengingat, apalagi barang dan jenis yang ditawarkan menarik dan siapa, sih yang nggak tertarik? Siapa tau setelah pakai merchandise-nya rasa percaya diri langsung stonk, wqwqwq. Akan tetapi, keberadaan ruang publik kerap membuat saya sungkan untuk membelinya.
Ruang publik? Ya, saya hanya tidak membayangkan saja bagaimana rasanya menemui orang yang memiliki barang yang serupa dengan saya apalagi jika itu merchandise kampus. Yah, walaupun kemungkinannya memang nggak seberapa, tetapi tetap saja akan ada yang memperhatikan atau menggumam di batinnya sendiri menanyakan kita ini siapa. Seperti tujuan sampingannya, merchandise kampus juga digunakan sebagai ajang unjuk identitas diri. Apalagi jika barang tersebut mudah dilihat dan dikenali banyak orang, seperti kaos, totebag, dan jaket.
“Wah! Orang ini dari kampus A, nih!”
“Loh! Aku juga punya baju yang sama, hm! Dia program studi apa, ya?”
Yah, kira-kira celotehan semacam itulah. Alhasil, saya seringkali tidak jadi membeli dan membiarkan pengadaan merchandise kampus sebagai sebuah siklus yang terus berulang pada waktu-waktu tertentu.
Akan tetapi, ini menurut pandangan saya saja, ya, jadi kalau banyak yang merasa merchandise kampus itu tergolong kebutuhan yang harus, banget, kudu, wajib dibeli, ya silakan saja, Wak. Tidak ada larangan sama sekali soal hal tersebut. Lagi pula, seperti yang sudah saya paparkan juga di atas, kalau barang bagi sebagian orang bisa menjadi kendaraan memori dan pengingat kalau pernah ada di keadaan, waktu, dan tempat tersebut. Selain itu, wirausahawan kampusnya juga butuh cuan, hehehe.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.