Motor, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sepeda motor atau mesin yang menjadi tenaga penggerak. Wajar saja jika di desa saya tepatnya di Desa Rajun, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, Madura, menyebut mobil dengan sebutan motor. Sebab, mobil juga bergerak bila digerakkan, berjalan bila dinyalakan, dan tentu ada mesinnya.
Jika tidak ada mesinnya dan bisa bergerak bahkan bisa berlari sekencang-kencangnya, itu bukan motor ataupun mobil, akan tetapi karapan sapi.
Akan tetapi ada juga bahkan banyak tenaga penggerak lainnya yang memiliki mesin tapi bukan mobil dan bukan pula sepeda motor. Di antaranya, mesin untuk membajak sawah atau traktor atau mesin saka’ kata orang Madura. Ya, membajak sawah, sekali lagi traktor adalah mesin untuk membajak sawah bukan untuk membajak teman kita.
Padahal, mobil dan motor perbedaannya sangat jelas. Valid no komen. Di antaranya, mobil memiliki empat roda dan ada yang lebih, sedangkan kalau motor hanya memiliki dua roda saja. Mobil bisa membawa muatan atau orang yang lebih banyak, apalagi Mobil Pick Up. Mobil pick up ini bisa membawa orang lebih dari sepuluh orang, kalau Anda punya nyali.
Berbeda dengan sepeda motor. Di mana sepeda motor itu hanya bisa ditumpangi atau membawa dua sampai tiga orang saja. Dan untuk membawa alat dan muatan juga jauh lebih sedikit. Sangat jelas bukan perbedaannya?
Tapi, perbedaan yang terlihat jelas itu tidak berlaku di Madura, khususnya di desa saya. Di sini, orang bakal bilang motor meski yang dilihat jelas-jelas mobil. Kalau ngendarain mobil, mereka tetap bilang mengendarai motor.
Gini, kalau kita menyebut kata motor, otak kita pasti mengasosiasikan motor dengan sepeda motor. Nah, desa saya nggak. Pokoknya motor, meski yang dilihat itu adalah Lamborghini Aventador sekalipun.
Orang-orang di desa saya tidak pernah bilang mau ikut “mobil” saat mau ke pasar, tapi mau ikut “motor dan sedang menunggu “motor”. Emak-emak, kakek-kakek, nenek-nenek, bapak-bapak bahkan anak-anak sekalipun tetap bilangnya “menunggu motor” padahal itu lagi ” menunggu mobil”
Pernah suatu ketika, ada famili saya dari luar Madura datang ke Madura untuk silaturahmi, keluarga saya yang di Madura, bibik saya bilang “Wa’ cong kontakah motorah” artinya, bagi orang Madura, “Cong, itu kunci mobilnya.” Padahal seharusnya “Wa’ cong,,, kontakah mobileh (Mobilnya).
Kakak saya yang dari luar Madura itu kebingungan. “Motornya di mana, mana ada motor, ini kan kunci mobil?” Padahal yang dimaksud motor itu adalah mobil, bukan sepeda motor.
Ibu-ibu dan semua keluarga yang ada di rumah pun tertawa melihat kakak saya yang kebingungan. Sana-sini, mondar-mandir mencari sepeda motor, kebetulan di samping rumah itu ada sepeda motor yang sudah mati dan bannya pun sudah bocor.
Kakak saya yang dari luar Madura itu hanya melihat kunci mobil itu dan sepeda motor yang sudah mati itu. Mungkin yang ada di pikirannya masak iya, kunci mobil disuruh pakek ke motor yang sudah mati? Mau mati atau tidak, yang namaya kunci mobil sama kunci motor nggak akan pernah akur.
Akhirnya, bibik itu bilang “Mon e Madhure cong, motor roah cet mobil”. Artinya, “Kalau di Madura itu cong, motor itu mobil”.
Kakak saya itu hanya senyum saja, mungkin kaget atau karena capek setelah beberapa menit cari motor, dan yang ada malah motor yang sudah tidak bisa dipakai, motor mati atau sudah rusak. Tidak bisa lagi dipakek kecuali di Bukalapak. Kalau bisa jadi duit, kenapa enggak?
Madura memang beda. Unik dan susah dimengerti. Mau tau keunikan lainnya tentang orang Madura? Atau mau menyumbang kebingungan agar bisa paham tentang orang Madura? Yok ke Madura.
BACA JUGA Nasi Senerek, Kuliner Underrated nan Sulit Ditemui di Luar Magelang.