Mayoritas mahasiswa di Indonesia pasti pernah merasakan kegiatan mengisi Kartu Rencana Studi alias KRS setiap awal pergantian semester. Pada fase ini, setiap mahasiswa seakan-akan memiliki resolusi yang sangat sistematis nan indah guna menunjang perkuliahannya mendatang, entah membuat janji dengan diri sendiri untuk tidak bolos, target IPK tembus 4.0, dan segala bentuk ambisi-ambisi yang entah keren atau muluk lainnya.
Namun, di kampus saya yang berada di daerah paling strategis di Sukoharjo ini (kalian tebak sendiri yaaa) selalu saja terjadi banyak drama dalam setiap KRS-annya. Boro-boro bikin resolusi, mengisi KRS saja harus ada segala macam drama dahulu. Kalau toh ada standar tingkat kesulitan pengisian KRS yang kriterianya saya buat ada tiga, yakni tingkat dasar, tingkat madya, dan tingkat lanjut, mungkin di kampus saya ini sudah pada level lanjut karena saking ribetnya.
Segala macam bentuk keribetan yang terjadi dalam KRS-an ini pun saya anggap hal yang amat menggemaskan, karena kata “gemas” sendiri menurut aplikasi KBBI V memiliki dua arti, yang pertama adalah sangat jengkel (marah) dalam hati, dan yang kedua adalah sangat suka (cinta) bercampur jengkel. Saya rasa kata “menggemaskan” memang sangat pas untuk mendeskripsikan perasaan mahasiswa kampus saya dalam KRS-an.
Rasa gemas itu mungkin dirasakan penuh oleh mahasiswa fakultas saya yang notabene hanya memiliki tiga jurusan tapi jumlah mahasiswanya sama atau bahkan lebih banyak daripada fakultas-fakultas lain. Saya tidak tahu pasti alasan apa yang membuat perjuangan mahasiswa fakultas saya lebih berat dalam mengisi KRS. Tapi, kalau boleh menebak mungkin karena bandwidth server yang terbatas dan tidak sebanding dengan mahasiswa fakultas saya yang mengakses siakad secara bersamaan, akhirnya terjadilah fenomena munculnya tulisan “Something went wrong” di laman browser alias error wqwqwq.
Bahkan sebelum bisa mengisi KRS pun, mahasiswa di sini harus mengisi kuesioner penilaian kinerja dosen dahulu. Mungkin hal ini pun terjadi di kampus-kampus lain, namun yang bikin gemes adalah sistem yang terkesan ribet dan tidak ringkas. Saya tidak tahu harus menjelaskan dengan cara apa yang jelas intinya ribet. Kalau pengin tahu rasanya mungkin kapan-kapan kalian bisa bantuin saya mengisi kuesioner penilaian dosen.
Setelah semua kuesioner penilaian dosen sudah terisi, akhirnya tiba lah saat di mana drama menggemaskan itu dimulai. KRS-an dibuka jam 00.00 dan seketika siakad akan dipenuhi ratusan mahasiswa yang berdesakan untuk berebut tempat demi mendapatkan dosen-dosen idamannya.
Banyak yang menghalalkan segala cara seperti install VPN, nge-ping sinyal lewat CMD, download browser yang dianggap cepat, serta banyak lagi kelakuan-kelakuan lain yang dilakukan ratusan mahasiswa itu dengan satu harapan yang sama, yakni lancar KRS-an.
Tapi, yang namanya kompetisi pastinya memunculkan pihak yang berhasil dan gagal. Seperti halnya orang-orang yang berusaha keras agar tulisannya diterima di Terminal Mojok, pada akhirnya hanya ada dua kemungkinan, antara diterima dan ditolak. Begitulah kenyataan yang juga terjadi dalam KRS-an di tempat saya.
Beruntunglah mereka yang KRS-annya lancar, meskipun tidak selancar yang kalian bayangkan. Mereka bisa mendapatkan dosen-dosen yang murah hati, murah senyum dan murah nilai. Nah mereka yang mendapatkan kelas-kelas sisa hanya bisa bersyukur sembari mengucap “Alhamdulillah, yang penting dapat kelas.” Maklum, mahasiswa di tempat saya rata-rata sabar, apa pun yang terjadi tetap bersyukur.
Karena ada juga mereka yang nasibnya apes kuadrat lah, sudah ketimpa susah waktu KRS-an, nggak dapat kelas lagi, duh mesakke tenan. Keapesan ini terjadi bukan karena jatah kelas yang disediakan kurang, tapi karena dedek-dedek gemesh ikut milih makul semester atasnya. Ini ya pesan buat adek tingkat yang gemesh, gapapa kok kamu ngambil makul kating, tapi bilang dulu ya biar mas mbak kalian nggak bingung, ambis boleh-boleh saja asalkan jangan merugikan orang.
Untungnya, setiap semester selalu saja ada perpanjangan jadwal KRS-an. Kebijakan ini saya anggap sangat bijak dan solutif, karena banyak juga yang ketinggalan mengisi KRS karena alasannya masing-masing. Ada yang ketinggalan informasi, ada yang lupa, ada yang nggak peduli, ada yang bimbang ingin cuti atau kuliah, dan masih banyak lagi.
Namun, pada akhirnya saya tersadar agar harus tetap bersabar meskipun menghadapi KRS-an yang sungguh menggemaskan. Pertama, namanya cari ilmu emang nggak gampang dan harus penuh perjuangan. Yang kedua ya gara-gara kemarin dapat potongan UKT 40 persen, nggak etis lah kalau sambat terus-terusan. Soalnya waktu saya bertanya pada teman yang kuliah di kampus lain dan KRS-annya nggak bikin edan, dia bilang begini, “Kalo aku ya nggak mau ribet, masa UKT mahal nggak dapat potongan, KRS-an masih ruwet.” Intinya hanya bersyukur aja sih meskipun kadang-kadang sumpah serapah keluar semuanya wqwqwq.
BACA JUGA Dosen-dosen ‘Law School’ Adalah Tipikal Dosen yang Dihindari Mahasiswa Saat KRS-an dan tulisan Muh. Fadhil Nurdiansyah lainnya.