Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Di Kampung Saya, Bahasa Indonesia Masih Dianggap Milik Orang Kota

Arianto Adipurwanto oleh Arianto Adipurwanto
3 Mei 2020
A A
persahabatan

persahabatan

Share on FacebookShare on Twitter

Saya barangkali satu dari sedikit orang di Indonesia yang sering dicemooh ketika berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Bukan lantaran logat atau penguasaan bahasa yang kaku. Tapi benar-benar karena telah menggunakan bahasa Indonesia. Cukup aneh, tetapi begitulah keadaannya.

Saya tinggal di kampung yang jauh dari mana-mana. Jauh dari ibukota kecamatan apalagi kota sungguhan. Jalannya buruk sedemikian rupa seperti dendeng kata para warga. Di tempat saya ini, sehari-hari warga berbicara dengan bahasa Sasak. Bahasa Indonesia jarang sekali terdengar. Sekali dua dibawa oleh para pedagang bakso dan belakangan oleh televisi.

Hal ini akan menjadi sangat ironis ketika sekolah mengajarkan kepada saya untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia. Sedikit cerita, ketika SMP, sekolah saya menerapkan aturan yang begitu ketat. Seperti di film-film, ada mata-mata bahasa, yang tugasnya mencatat siapa pun yang tidak menggunakan bahasa Indonesia. Satu kali saya pernah diminta membersihkan halaman sekolah yang hampir seluas lapangan sepak bola karena kedapatan berbahasa Sasak.

Sejak itu, saya yang selama SD selalu menggunakan bahasa Sasak, harus belajar benar-benar berbicara dengan bahasa Indonesia. Tiga tahun cukup memberi hasil. Apalagi ketika SMA saya bergaul dengan anak-anak dari lingkungan yang disebut kota itu, dan berlanjut ketika masuk perguruan tinggi. Semasa kuliah, bahasa Indonesia memang mutlak dipakai karena teman-teman di kampus berasal dari berbagai daerah.

Menghabiskan begitu banyak waktu dengan bahasa Indonesia tentu memberi pengaruh dalam pembicaraan sehari-hari. Semasa kuliah, saya jarang sekali pulang kampung. Ketika pulang, atas sebab tidak sadar, keluar saja satu dua kosakata bahasa Indonesia yang seketika membuat para warga tercengang. Berbagai olok-olok pun tak terhindarkan.

“Kamu sudah jadi artis! Wih, bahasa orang di Tipi, jangan lupa daratan,” bahkan ada yang tidak segan-segan menyebut saya sombong dan memberikan nasihat kuno: di atas langit masih ada langit! Astaga!

Saya akhirnya jarang berbicara dan kalaupun bicara sangat berhati-hati, daripada dibilang sombong. Tapi, ada saja kondisi yang tidak memungkinkan untuk menghindari bahasa nasional ini. Misalnya, kalau saya membawa pulang teman-teman saya yang dari berbagai daerah itu. Pasti pakai bahasa Indonesia, kan?

Keadaan menjadi begitu menyebalkan. Ketika berbicara dengan bahasa Indonesia, pasti akan terdengar suara-suara sumbang dari kiri kanan. Tertawa dan kadang tidak tanggung-tanggung ikut meniru. Sehingga saya jadi serba tidak karuan. Berbicara juga salah, dan tidak berbicara pun pasti dipandang salah. Tamu harus diperlakukan seperti raja, diam sedikit sudah dituduh tidak ramah. Tamat sudah jika begitu.

Baca Juga:

Orang dari Kota Besar Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Belum Tentu Cocok untuk Kalian

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

Sebelum saya, ada satu keluarga yang mencoba mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama kepada anaknya. Entah apa motifnya tetapi ada kejadian yang dipandang sangat lucu oleh para warga dan terus diulang-ulang. Suatu ketika, si anak hendak memanjat sebuah pohon. Si ayah melarang, “awas jatuh!” Anak itu tetap bandel. “Awas jatuh kamu nanti!” kata si ayah. Anak itu tetap saja naik, dan tiba-tiba dia sungguhan jatuh. Sontak si ayah berkata, “Noh kan, geran kamu!”

Noh kan geran kamu ini bahasa Sasak yang berarti, tu kan jatuh kamu. Cerita itu diulang-ulang seolah untuk menegaskan betapa tindakan berbahasa Indonesia itu adalah tindakan yang tidak terpuji. Berbagai pesan moral pun berusaha dipetik dari cerita ini. Entah karena takut atau alasan apa, sampai saat ini tidak ada lagi yang berani macam-macam mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak-anak mereka. Meskipun pendidikan kebanyakan keluarga telah tinggi dan banyak pula yang telah menjadi pegawai di kantor-kantor.

Panggilan kepada orang tua pun dicemooh jika memasukkan unsur bahasa nasional ini. Bapak, ibu, apalagi mama dan papa seperti di sinetron. Seorang teman saya, lagi-lagi teman, bahkan dibicarakan terang-terangan di depannya dan penah ditegur lantaran ia dipanggil bapak oleh anaknya. “Padahal dia amaq kangkung!” kata orang itu. Amaq kangkung ini kira-kira berarti masyarakat biasa, awam, dan sejenisnya.

Di zaman semodern ini, masih saja ada anak yang tidak boleh memanggil orang tua mereka bapak atau dengan panggilan yang keluarga mereka sepakati. Hanya lantaran itu dianggap sebagai panggilan untuk orang-orang kaya, orang kota, dan apa pun itu.

Tentu sebenarnya mempertahankan bahasa daerah itu penting. Bahkan sangat penting. Bahasa Indonesia memang tidak boleh sampai menenggelamkan keberadaan bahasa-bahasa di daerah. Bukankah suatu bahasa dianggap mati ketika tidak ada lagi penuturnya? Terlebih bahasa adalah suatu kekayaan yang bisa menjadi cermin dari suatu cara pikir dan kebudayaan penuturnya. Jadi mempertahankan bahasa daerah mutlak diperlukan. Tetapi tidak perlu juga mengolok-olok orang yang barangkali karena berbagai situasi kondisi dan pertimbangan macam-macam terpaksa menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi sampai menuduh orang sombong dan sok kota.

Anak yang memanggil orang tuanya dengan papa mama pun boleh-boleh saja, tidak perlu ditegur dan dicemooh. Karena selama kita tinggal di Indonesia akan sangat mungkin kita berhadapan dengan situasi yang mana bahasa Indonesia tidak bisa dihindari. Seperti penulisan artikel remeh ini misalnya. Tidak bisa menggunakan bahasa Sasak, kan?

BACA JUGA Ketika Menggunakan Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar Malah Ditertawakan dan tulisan Arianto Adipurwanto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 12 Januari 2022 oleh

Tags: bahasa indonesiabahasa sasakkota
Arianto Adipurwanto

Arianto Adipurwanto

Penggerutu.

ArtikelTerkait

Bahasa Jawa yang Kaya, "Minum" Bisa Diterjemahkan Jadi 8 Kata Berbeda Mojok.co

Bahasa Jawa yang Kaya, “Minum” Bisa Diterjemahkan Jadi 8 Kata Berbeda

6 Juli 2024
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Itu Luas, Nggak Melulu Bikin Puisi, Pantun, apalagi Quotes! Mojok.co

Menyesal Masuk Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia? Wajar, tapi Saya Yakin Kamu Akan Berubah Pikiran Setelah Membaca Ini

20 Oktober 2025
11 Istilah Bahasa Jawa yang Susah Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia Mojok.co

11 Istilah Bahasa Jawa yang Susah Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia

31 Oktober 2023
Bagi Orang Madura, Bahasa Madura Tak Kalah Njelimetnya dengan Bahasa Inggris madura united bahasa daerah

Mata Pelajaran Bahasa Daerah Itu Lebih Sulit daripada Bahasa Inggris

5 Oktober 2020
Medok Sebagai Identitas Bahasa Ibu, Bukan untuk Diremehkan MOJOK.CO

Medok Sebagai Identitas Bahasa Ibu, Bukan untuk Diremehkan

17 Juli 2020
15 Nama Tempat di Bandung yang Diambil dari Nama Tumbuhan

15 Nama Tempat di Bandung yang Diambil dari Nama Tumbuhan

24 Desember 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

24 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

27 Desember 2025
Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

27 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.