Sebagai manusia biasa, seiring waktu kita pasti akan menua. Kulit kencang akan mengendur dan keriput. Gigi yang putih, lengkap, dan bagus akan tanggal satu persatu, lama kelamaan jadi ompong. Begitupun rambut yang hitam panjang terurai, lambat laun berubah jadi beruban. Sungguh alamiah, Mylov. Namun, bagaimana kalau masih muda rambut sudah beruban? Tentu akan menjadi cerita pun derita tersendiri bagi yang mengalaminya, termasuk saya.
Sudah sejak usia belasan, rambut saya mulai beruban sehelai dua helai. Saya sendiri kurang tahu penyebab utamanya. Saya hanya menduga ini adalah faktor keturunan lantaran Bapak saya juga sudah beruban sejak usia dua puluhan tahun. Begitu pengakuan blio. Dan saya pun memakai alasan template “sudah turunan” jika ada yang bertanya perihal uban yang menghiasi rambut saya ini, terutama cewek yang saya taksir. “Kok udah ubanan, Aa?“
Kadang kala saya juga menjawab karena gonta-ganti sampo dan minyak rambut sebagai penyebab rambut beruban. Saya menduga hal ini bisa menjadi salah satu penyebabnya karena dulu saya hobi sekali melakukannya. Apalagi saat kuliah dulu. Beli sampo sasetan di warung adalah kebiasaan umum anak kos demi menekan biaya hidup. Mending buat beli makan daripada beli sampo botolan. Eman-eman, Hyung.
Minyak rambut pun macam-macam saya coba. Dari jenis yang bikin rambut berdiri kaku seperti anak punk, hingga yang kelihatan selalu basah pernah saya cobain. Maklum lah memiliki rambut bergelombang bikin rambut saya mengembang nggak karuan jika sudah kering. Akibatnya minyak rambut berjenis pomade, wax, dan gel jadi solusi jitu mengatasi masalah.
Banyak teori yang saya baca tentang penyebab rambut lebih cepat beruban. Dari yang katanya stres, banyak merokok, diet, kurang vitamin B12, jantung, hingga yang lebih ngilmiah seperti gangguan sel penghasil pigmen, sel-sel melanosit dalam folikel rambut rusak, penyakit autoimun seperti Alopecia areata, hormon tiroid nggak normal. Ada pula yang menyebut sebagai penyakit kulit yang bersumber dari saraf emosi hingga menyebabkan kurangnya suplai darah yang mengandung gizi ke rambut. Semua sangat membagongkan dan nggak mashok bagi saya kala masih menjadi mahasiswa jurusan sastra.
Seorang kakak mentor agama Islam di kampus mengetahui keresahan saya. Blio pernah menyarankan agar saya berhenti mencabuti uban, sebab uban tersebut bakal jadi cahaya di hari kiamat nanti. Wuih, sungguh menghibur hati sekali, Mylob. Akhirnya saran blio jadi jawaban template pamungkas saya saat ada yang bertanya lagi soal rambut beruban saya ini. Mantul, kan?
Pernah suatu waktu, uban sehelai dua helai sempat saya cabut. Pusing rasanya ketika dicabut nggak sampai akarnya. Belakangan saya paham bahwa mencabut uban adalah tindakan yang keliru. Mencabut uban malah merusak kondisi folikel, akar rambut dan saraf-saraf kepala.
Mengutip dari Tribunnews, Ismael Galvan dari Museo Nacional de Ciencias Naturales, Spanyol, menyatakan bahwa mereka yang memiliki uban justru panjang umur dan sehat. Sebab, uban terjadi karena kadar melanin berkurang, berarti orang tersebut hidup sehat. Kata-kata blio saya pikir menjadi template jawaban versi ilmiah saya. Jadi, mulai dari sekarang buat Saudara yang sudah beruban karena menua meski masih muda, jangan membenci dan mencabut uban-uban itu, sebab itu tandanya Saudara hidup normal. Nikmati saja.
Namun, memang yang namanya sesuatu yang tampak kasat mata seperti uban akan tetap kelihatan juga. Sepintar-pintarnya kita menyimpan uban, akhirnya akan ketahuan juga. Ya iyalah, dari warnanya yang putih keperakan tentu bakal mengilat tertimpa cahaya mentari.
Untuk itulah saya selalu melakukan 2 hal berikut agar uban nggak terlalu kentara terlihat. Pertama, selalu rutin bercukur 2 kali sebulan. Kedua, selalu memakai penutup kepala, yakni topi dan peci. Sebenarnya, mewarnai rambut bisa jadi solusi juga. Akan tetapi, saya pernah mendengar dari ustaz larangan mewarnai rambut menjadi hitam. Ya sudah, saya biarkan uban-uban muncul satu demi satu menemani uban-uban lainnya. Saya anggap saya mulai meninggalkan dunia gelap, hahaha.
BACA JUGA Stop Membersihkan Telinga Pakai Cotton Bud Kalau Nggak Mau Cedera dan tulisan Suzan Lesmana lainnya.