Derita Menjadi Buruh di Sayung Demak

Derita Menjadi Buruh di Sayung Demak

Derita Menjadi Buruh di Sayung Demak (Unsplash.com)

Sebelum memutuskan menjadi ibu rumah tangga seperti sekarang, saya pernah menjadi buruh di sebuah pabrik di daerah Sayung, Demak. Beginilah penderitaan saya saat menjadi buruh di sana.

Sayung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Demak, di pesisir pantai utara. Letaknya cukup strategis lantaran bertetangga dengan Kota Semarang. Ibaratnya, merem 5 menit bisa sampai Semarang. Maka tak heran kalau Sayung menjadi salah satu wilayah incaran para pengusaha.

Selain karena letaknya yang strategis, UMK-nya lumayan miring dibanding Semarang, selisih 100-200 ribu rupiah. Coba saja kalau selisih ini dikali 100 karyawan, sudah selisih 10 juta rupiah, kan?

Sebelum memutuskan menjadi ibu rumah tangga seperti sekarang, saya pernah bekerja di Sayung, Demak. Saya sempat bekerja menjadi buruh pabrik di daerah ini. Setidaknya ada lima penderitaan yang saya rasakan selama bekerja di sana.

Terjebak macet

Macet adalah kawan bagi para buruh di daerah Sayung, Demak. Penyebab kemacetan ini juga random, bisa banjir rob, bisa truk terguling, truk belok, dll. Wah, pokoknya penyebabnya macem-macem dan kadang bikin diri ini mengelus dada. Ternyata bukan cuma Jakarta yang suka macet, Sayung juga suka macet, Gaes.

Saya masih ingat betul pernah terjebak macet ketika banjir besar melanda Semarang. Waktu itu saya yang menggunakan sepeda motor masih bisa nyelip kanan kiri. Tapi sayangnya, teman-teman buruh lain yang naik mobil perusahaan harus terjebak selama hampir 5 jam gara-gara macet. Mereka harus menghabiskan total 10 jam PP di jalan. Itu sih lamaan ke kantornya daripada kerjanya. Hiks.

Baca halaman selanjutnya

Daerah langganan banjir rob…

Daerah langganan banjir rob

Kalau kalian bekerja di wilayah bebas banjir, kalian perlu bersyukur sebanyak-banyaknya. Utamanya bebas banjir rob. Sebab, banjir satu ini bener-bener nggak terduga, sukanya datang tiba-tiba. Mak reguduk gitu. Kantor yang awalnya baik-baik saja, begitu kena hujan dikit bisa langsung kebanjiran, lho.

Saya sering mengalami banjir rob ini saat masih kerja di daerah Sayung, Demak. Air mendadak masuk tanpa uluk salam ke dalam pabrik. Saya dan teman-teman buruh lain tentu saja langsung panik. Semua dokumen penting dan peralatan listrik segera kami ungsikan. Telat sedikit saja semua berkas dan peralatan kantor bisa rusak kena banjir rob. Apalagi banjir rob bukan semacam banjir air kali. Banjir ini bercampur dengan air laut yang sifat korosifnya lebih tinggi daripada air biasa.

Jadi, meskipun di kantor saya dulu sudah ada pompa air yang dipakai khusus untuk menyedot air rob, air itu tetap saja hadir dan bertamu. Yayaya, ahlan wa sahlan air rob. Mungkin dia juga mau ngelamar jadi buruh kayak saya.

Panas dan berdebu

Namanya juga masuk wilayah pantura, ya sudah pasti panas lah. Panasnya Sayung tuh lho kayak menyengat di ubun-ubun. Sebagai buruh yang kadang harus bergerak dari satu gedung ke gedung lain, saya harus merasakan sengatan matahari pantura yang jos itu. Maka nggak heran kalau tiap kali berkesempatan masuk ruangan, penginnya mepet AC saja.

Selain panasnya Sayung, Demak, yang ampun-ampunan, kantor saya yang terletak mepet jalan raya ini banyak banget debunya. Misalnya, motor saya yang ada di parkiran terlihat bersih di pagi hari, eh sorenya sudah berdebu macam motor yang nggak dipakai seminggu. Akibat debu yang parah ini, bos saya dulu hobi banget menyiram air ke halaman kantor.

No OOTD please

Namanya juga anak muda ya, Gaes, rasanya dulu pengin ngantor ala-ala mbak SCBD atau mbak pegawai bank. Rapi, cantik, wangi, dan modis. Sayangnya, saya gagal memenuhi ekspektasi saya menjadi mbak-mbak kantoran Jakarta pada umumnya.

Letak geografis Sayung yang menjadikannya sering macet dan banjir membuat saya dan teman-teman buruh lain memilih untuk berpakaian sewajarnya saja. No ribet-ribet club lah. Soalnya saya pernah lho berangkat kerja rapi dan modis ala-ala mbak SCBD gitu, lha baru beberapa meter malah hujan deras dan kebanjiran. Jangan ditanya betapa rungkadnya saya sampai di kantor waktu itu. Meski mengenakan jas hujan, saya tetap kebasahan kayak tikus kecelup air.

Nggak cuma outfit, demi menghadapi kerasnya kehidupan buruh di daerah Sayung, Demak, saya sampai punya 3 alas kaki. Saat pulang pergi kerja saya memakai sandal gunung yang cocok mengadang macet dan bajir. Di dalam kantor saya sedia sandal jepit yang bikin saya nyaman ke mana-mana. Dan tentu saja saya sedia sepatu formal yang biasa dipakai kalau bertemu atasan. Wqwqwq.

Sayung tidak ramah untuk mobil dan motor

Lagi-lagi karena rob yang begitu melegenda, membuat wilayah Sayung Demak ini jadi nggak ramah kendaraan. Air garam yang merendam bagian bawah motor atau mobil menggerogoti mesin dan juga knalpot.

Sudah 3 kali selama bekerja 2 tahun di Sayung saya harus mengapeli tukang las knalpot. Apa pasalnya? Ya apalagi kalau bukan karena si banjir rob. Meski tiap sampai kantor atau pulang kerja saya menyiram knalpot motor pakai air tawar, air garam yang begitu ganas membuat knalpot motor saya keropos hingga hampir putus. Wes, tobat-tobat. Jadi, kalau ada buruh yang kerja di Sayung suka gonta-ganti kendaraan, bisa jadi bukan buat gaya-gayaan ya, Gaes, melainkan karena kebutuhan.

Namanya juga kerja, tentu ada risiko yang harus ditanggung. Khusus di Hari Buruh ini, semoga saja para pengusaha yang pabriknya berada di Sayung Demak bisa mengerti kenapa kami para buruh suka telat dan kadang rewel. Ya apalagi kalau bukan karena hal-hal di atas. Wqwqwq. Dan semoga saja proyek tanggul laut segera rampung biar nggak ada buruh yang jadi korban rob lagi. Aamiin.

Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 3 Alasan Demak Kalah Tenar Dibanding Kabupaten Sekelilingnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version