Derita Mahasiswa Saat Lebaran: Menerima THR Sungkan, Menolak pun Enggan

Derita Mahasiswa Saat Lebaran: Menerima THR Sungkan, Menolak pun Enggan

Derita Mahasiswa Saat Lebaran: Menerima THR Sungkan, Menolak pun Enggan (Pixabay.com)

Saya tak mau bertele-tele dan akan langsung membuka artikel ini dengan pertanyaan sejuta umat: kalian yang statusnya mahasiswa menuju senja, saat lebaran, masih mau menerima THR dari sodara, atau memilih menolak?

Pertanyaan ini perlu kita pikirkan di ujung Ramadan ini. Tentu saja penting, sebab jawaban dari kegundahan ini bikin pikiran kita saat Lebaran lebih tenang. Setidaknya kita tak menerima beban tambahan setelah harus disikat “kapan lulus” dari kiri dan “kapan nikah” dari kanan.

Saya sendiri selalu ada di persimpangan terkait hal ini. Saya selalu memiliki alasan untuk menerima uang THR dan (sekaligus) menolaknya. Apalagi usia saya yang meninjak quarter life crisis membuat saya semakin dilema.

Kita mulai dari alasan kenapa saya (dan kalian sebaiknya) menerima uang THR dari sodara.

Sebagai mahasiswa—apalagi angkatan fosil, kita tetap butuh biaya untuk menunjang perkuliahan kita. Nahasnya, nggak semua dari kita bisa mengambil kerja part time karena beberapa alasan. Pun kita juga pastinya punya beberapa wish list yang ingin dibeli. Nah, momen Lebaran ini, biasanya kita pakai untuk farming gold dari sodara.

Mudahnya sih, kita masih pantas menerima THR karena masih belum punya penghasilan sendiri.

Nah, sekarang masuk ke alasan kenapa saya (dan sebaiknya kalian juga pikirkan) menolak uang THR tersebut.

Begini, umur saya nggak bisa dibilang tua, tapi kalau mengaku bocah ya nggak tepat. Kalau berharap THR dari saudara, rasanya kok nggak tahu malu. Padahal keponakan saya banyak. Ada 25 keponakan lain yang sekiranya punya pikiran sama dengan saya. Pikiran mendulang rupiah maksudnya. Lha karena saya terhitung ponakan generasi awal alias tua, ya rasanya malu kalau “saingan farming” sama mereka. Pun, umur saya ini harusnya justru ngasih mereka THR, bukannya malah ikutan mengharap THR.

Saya yakin, pikiran kayak gini nggak cuman saya yang merasakan. Diberi mau, tapi malu. Nggak diberi, kok rasanya sayang melewatkan rezeki.

Dilema tiap lebaran

Sudah berapa kali lebaran ini hati saya merasa dilema seperti ini. Dan akhirnya, saya memilih jalan paling aman: menerima, meski hati rasanya mak clekit.

Kadang, dengan memasang muka yang tebal, saya pada akhirnya menerima uang THR dari para saudara. Kalau sudah disodorkan amplop, saya selalu mengingat pesan dari ibu supaya nggak nolak rezeki. Selain itu, saya juga nggak tega kalau nolak sesuatu. Takut yang ditolak nanti sakit hati.

Daripada saya menyakiti saudara saya dengan menolak THR yang diberikan, alangkah bijaknya jika saya menerimanya dengan penuh senyuman. Lagian di hari yang fitri ini kita harus saling berbagi kebahagian, bukan? Hahahaha.

Sebagai penutup dan tentu pengingat untuk saya pribadi, kita yang mahasiswa angkatan Jurassic Park baiknya segera mementaskan diri dan punya gelar baru. Di hari yang fitri ini, saatnya kita meningkatkan kualitas dan status kita. Biar tahun depan kita bisa ngirim tulisan ke Mojok dengan masalah yang berbeda. Misalnya, ditanya kenapa nggak lanjut sama mantan pacarmu itu. Misaleee lho.

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA A-Z Omnibus Law: Panduan Memahami Omnibus Law Secara Sederhana

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version