Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Profesi

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Ferika Sandra oleh Ferika Sandra
23 Desember 2025
A A
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Di kepala sebagian orang, pustakawan merupakan pekerjaan paling damai sedunia dengan gaji yang setara UMR kota. Duduk manis, ruangan ber-AC, dikelilingi buku, sesekali menegur pengunjung yang berisik. Tidak ada lembur, tidak ada tekanan. Beres jam operasional, langsung cus pulang. Padahal kenyataannya tidak begitu. Dari sudut pandang orang-orang yang belum pernah sehari saja bekerja di perpustakaan asumsi nyaman dan menyenangkan bakal tergambar.

Faktanya, menjadi pustakawan itu tidak sesederhana menata buku saja. Profesi ini menuntut pekerjanya punya stok kesabaran yang melimpah, kecerdasan emosional saat menemui peminjam yang riweh, hingga kemampuan bertahan hidup di tengah minimnya anggaran dari lembaga yang menaungi. Jika menghitung semua tuntutan itu, rasanya wajar kalau pustakawan minta dibayar mahal.

Namun kenyataannya bagai jauh panggang dari api. Tuntutan segunung tidak diimbangi dengan pendapatan yang bisa membuat untung.

Sering disalahkan, apa saja kaitannya dengan perpustakaan

Dalam praktiknya, pustakawan itu customer service versi paling kompleks dengan beban moral dan struktural yang lebih berat. Semua komplain mampir ke meja pustakawan. Dari pengunjung, dari dosen, dari siswa, bahkan dari atasan sendiri.

Koleksi kurang lengkap? Pustakawan yang disalahkan. Buku tidak update? Kami yang salah lagi. Ruang baca membosankan? Tetap pustakawan. Fasilitas tidak nyaman? Ya salah kami lagi.

Padahal kan pustakawan bukan pemilik anggaran. Tapi setiap kali kritik naik ke meja atasan, ujung-ujungnya pertanyaannya selalu sama.

“Lho, kenapa koleksinya bisa nggak lengkap?”

Jawabannya sebenarnya sederhana, semua bisa maksimal asal ada anggaran. Tapi kalimat itu jarang diterima dengan lapang dada.

Baca Juga:

Perpustakaan Kampus Harusnya Buka 24 Jam, Masa Kalah Sama Warkop?

Jurusan Ilmu Perpustakaan: Kuliahnya Gampang, Nyari Kerja Juga Gampang, Gampang Ditolak Maksudnya

Di titik ini, pustakawan dituntut tetap tabah, tetap ramah, dan tetap tersenyum korporat. Menjelaskan kondisi yang ada dengan bahasa sehalus mungkin agar pengunjung tidak kapok datang, dan atasan tidak merasa diserang. Ini bukan sekadar kerja teknis semata, melainkan kerja-kerja yang menguras emosi jiwa.

Pustakawan palugada, kerja keras bagai kuda sampai lupa segalanya

Di dunia ideal, pustakawan itu punya spesialisasi. Ada yang fokus teknis, ada yang IT, ada yang promosi, ada yang layanan, dll. Di dunia nyata? Oh jelas tidak seperti itu. Semuanya dilebur jadi satu orang. Lowongan kerja untuk pustakawan hari ini biasanya berbunyi seperti ini:

“Menguasai sistem perpustakaan, inovatif, bisa desain (Canva nilai plus), paham IT, komunikatif, bisa kerja tim dan kalau bisa sekalian jago coding,”

Intinya, satu orang diharapkan mengisi lima peran. Pustakawan dituntut jadi perencana sekaligus eksekutor. Jadi konseptor sekaligus pelaksana. Kalau semua bisa dikerjakan satu orang, kenapa harus banyak? Logika efisiensi macam ini yang bikin pustakawan sering jadi profesi palugada, kerja keras bagai kuda sampai lupa segalanya, nahas gaji tetap segitu-gitu saja.

Pustakawan dituntut selalu solutif meski tak diberi pilihan alternatif

Menjadi pustakawan berarti harus punya satu soft skill utama, memberi solusi tanpa biaya dengan alternatif pilihan terbatas. Ini biasa terjadi ketika koleksi dianggap kurang. Saya sebagai pustakawan tentu saja menawarkan solusi untuk pembaruan buku. Tetapi pertanyaan lanjutan hampir selalu sama dari atasan, “Kenapa harus diperbarui? Bukunya kan masih banyak.”

Di sinilah pustakawan diuji. Bukan hanya soal pengetahuan, tapi soal kecerdikan meramu argumentasi. Bagaimana menjelaskan bahwa buku bisa banyak tapi tidak relevan. Bahwa informasi yang usang itu berbahaya. Bukan sekadar ketinggalan jaman tapi bisa menyesatkan. Serta bagaimana menjelaskan dengan baik bahwa perpustakaan bukan gudang buku mati.

Ironisnya, solusi yang sudah dipikirkan matang pun sering ditolak karena dianggap tidak prioritas. Di negeri ini, perpustakaan sering diagungkan saat bicara literasi, tapi dilupakan saat menyangkut anggaran dari birokrasi.

Jago tawar-menawar, bukan cuma pintar teori

Saat pengadaan buku, pustakawan harus berhadapan dengan realitas ekonomi. Harga buku mahal, anggaran terbatas, kebutuhan banyak. Harus tahu diskon, paham vendor, dan cerdas menyesuaikan prioritas.

Kalau salah hitung, anggaran bisa boncos. Kalau terlalu hemat, koleksi jadi tidak relevan. Ini seni tawar-menawar yang membutuhkan kecerdasan ekonomi dan persuasi, bukan sekadar catatan administrasi. Pun jika hasil akhirnya tetap dianggap kurang, pustakawan lagi yang diminta evaluasi.

Belum lagi, pustakawan juga dituntut pintar promosi, tapi tanpa biaya anggaran yang disediakan. Kebanyakan perpustakaan saat ini harus terlihat aktif, kreatif, dan menarik agar pengunjung banyak yang datang supaya tidak dianggap bangunan usang dengan tumpukan buku yang membosankan. Tapi sering lupa satu hal, kalau promosi juga butuh biaya.

Kalau tidak ada anggaran, lagi-lagi pustakawan yang menjadi korban. Maka jangan heran jika pustakawan juga merangkap admin media sosial, desainer dadakan, bahkan event organizer setengah jadi ketika ada hajatan seminar kepustakaan.

Jadi, apa masih menganggap pustakawan cuma jaga buku doang? Semoga tidak, ya. Sebab, pustakawan saat ini seperti bekerja di persimpangan antara idealisme literasi dan realitas anggaran yang menghantui. Dituntut serba bisa, serba paham, serba sabar, dan serba solutif, tapi sering kali tanpa dukungan yang sepadan. Seolah pekerjaannya hanya duduk dan bersantai lalu pulang.

Kalau semua itu masih dianggap pekerjaan ringan, mungkin yang perlu dibaca ulang bukan koleksi perpustakaannya, tapi cara kita memandang profesi pustakawan itu sendiri. Apalagi dengan beban kerja seperti saat ini, rasanya wajar kalau pustakawan minta dibayar mahal. Benar apa betul?

Penulis: Ferika Sandra
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Jurusan Ilmu Perpustakaan: Kuliahnya Gampang, Nyari Kerja Juga Gampang, Gampang Ditolak Maksudnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 23 Desember 2025 oleh

Tags: gaji besarIlmu Perpustakaanjurusan perpustakaanpengunjung perpustakaanPerpustakaanpustakawan
Ferika Sandra

Ferika Sandra

Seorang pustakawan dari Kota Malang yang mencoba menulis untuk menertibkan pikiran. Gemar dengan isu-isu literasi dan kebudayaan.

ArtikelTerkait

Mahasiswa Unpad Iri dengan Perpustakaan Kampus Lain yang Buka sampai Malam Mojok.co

Mahasiswa Unpad Iri dengan Perpustakaan Kampus Lain yang Buka sampai Malam

2 November 2024
Perpustakaan Tidak akan Sekarat Hanya karena Google Mampu Menjawab Segalanya Mojok.co

Perpustakaan Tidak Akan Sekarat Hanya karena Google Mampu Menjawab Segalanya

12 November 2023
Disarpus Kota Bandung, Perpustakaan Bagus, tapi Fasilitasnya Tidak Berfungsi Sebagaimana Mestinya, Masak Komputer Nggak Bisa Dipakai Semua?

Disarpus Kota Bandung, Perpustakaan Bagus, tapi Fasilitasnya Tidak Berfungsi sebagaimana Mestinya, Masak Komputer Nggak Bisa Dipakai Semua?

2 Juli 2024
Ironi Perpustakaan Sekolah, (Katanya) Gudang Ilmu tapi Nyaris Tak Tersentuh Terminal Mojok jurusan ilmu perpustakaan

Ironi Perpustakaan Sekolah, (Katanya) Gudang Ilmu tapi Nyaris Tak Tersentuh

15 September 2022
Pinjam Buku di Perpustakaan Itu Menyenangkan, yang Menyebalkan Cari Bukunya

Pinjam Buku di Perpustakaan Itu Menyenangkan, yang Menyebalkan Cari Bukunya

10 November 2023
Perpustakaan Kampus Harusnya Buka 24 Jam, Masa Kalah Sama Warkop? perpustakaan daerah

Perpustakaan Kampus Harusnya Buka 24 Jam, Masa Kalah Sama Warkop?

3 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.