Kalau dosen pembimbing skripsimu kebetulan juga kaprodi jurusanmu, masa depan skripsimu saya jamin lancar. Asal ya, kamu nggak males-malesan
Masa akhir perkuliahan sering dipandang sebagai fase paling krusial dalam perjalanan akademik mahasiswa. Di tahap ini, mahasiswa semester akhir dihadapkan pada kewajiban untuk menyelesaikan tugas akhir yang menjadi syarat mutlak dalam meraih kelulusan. Namun, keberhasilan menyelesaikan studi tentu saja tidak semata-mata bergantung pada kemampuan akademik dan kedisiplinan belajar. Melainkan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor keberuntungan yang menyertainya.
Salah satu bentuk keberuntungan yang saya maksud adalah ketika mahasiswa memperoleh dosen pembimbing yang memiliki otoritas struktural, seperti kepala program studi, biasa disingkat kaprodi. Saya paham jika relasi akademik semacam ini tidak serta-merta menjamin kemudahan dalam menyusun tugas akhir. Tetapi dalam konteks tertentu hal tersebut dapat memengaruhi dinamika bimbingan, akses pengambilan keputusan, serta percepatan proses administratif.
Kaprodi punya otoritas dan relasi kuasa
Kaprodi tentu saja punya otoritas dan relasi kuasa yang tidak dimiliki oleh dosen biasa. Posisi ini membuat mereka memahami seluk-beluk birokrasi kampus, mengetahui jalur pengambilan keputusan, dan mampu menganalisis tentang ragam prosedural dalam sebuah program studi. Mahasiswa yang beruntung mendapat dosbing kaprodi ini mestinya sadar jika bimbingan dalam memeroleh gelar bukanlah halangan yang sulit asal punya niat dan usaha yang cukup.
Arahan dan keputusan yang datang dari dosen yang juga menjabat kaprodi dari pengalaman saya memang kerap membuat proses revisi tugas akhir menjadi lebih jelas. Jadwal sidang pun lebih mudah diatur, dan langkah-langkah administratif bisa dibilang lebih lancar. Sebuah privilese yang memang tidak dimiliki semua mahasiswa semester akhir tentunya.
Proses bimbingan menjadi lebih terarah
Selain karena punya otoritas dan kuasa, kaprodi umumnya juga memiliki pengalaman panjang dalam mengelola urusan akademik mahasiswa. Mereka sudah terlalu sering berhadapan dengan skripsi, revisi, sidang, hingga drama kelulusan. Sehingga paham betul di mana letak masalah yang sering membuat mahasiswa tersandung.
Dari pengalaman yang dimiliki ini jelas saja jika arahan yang diberikan cenderung praktis dan tidak bertele-tele. Kaprodi tahu mana bagian yang perlu diperjuangkan secara akademik dan mana yang sebetulnya bisa disederhanakan agar tidak menghambat kelulusan. Mahasiswa pun tidak perlu harus menebak-nebak selera penguji atau kebijakan fakultas. Sebab arahan pembimbing bisa saja sudah mewakili suara institusi.
Tapi ingat, keberuntungan juga butuh kesiapan
Meski memiliki dosen pembimbing seorang kaprodi, proses bimbingan tetap menuntut kesiapan dari pihak mahasiswa. Otoritas dan pengalaman pembimbing akan muspra atau tidak akan banyak berarti jika mahasiswa sendiri pasif, abai terhadap tanggung jawab akademik, atau sekadar menggantungkan kelulusan pada jabatan struktural semata. Keberuntungan hanya membuka pintu, tetapi yang melakukan eksekusinya tetap ditentukan oleh usaha masing-masing mahasiswa.
Di sinilah keberuntungan menjadi masuk akal. Seperti kata Seneca, keberuntungan adalah persilangan antara kesempatan dan persiapan. Memiliki dosen pembimbing seorang kaprodi memang bisa menjadi kesempatan yang tidak dimiliki semua orang. Tetapi tanpa persiapan yang matang—baik secara intelektual maupun mental—keberuntungan itu bisa dengan mudah berlalu begitu saja. Hingga pada akhirnya, kelulusan tetaplah hasil dari kerja keras mahasiswa, dengan atau tanpa privilese struktural yang menyertainya. Sepakat?
Penulis: Dimas Junian Fadillah
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
