Bagi saya, pengalaman singgah di Kabupaten Trenggalek memiliki kesan tersendiri. Karena saya banyak menemui hal-hal baru yang tidak saya temui di Kabupaten Kediri tempat saya tinggal.
Awalnya, saya mengira kalau Kabupaten Trenggalek memiliki budaya yang mirip-mirip dengan Kediri. Pasalnya secara geografis jarak Kediri dengan trenggalek relatif dekat, hanya ditempuh sekitar 1,5 jam perjalanan. Selain itu, Trenggalek dulu secara administratif merupakan wilayah keresidenan Kediri.
Namun anggapan-anggapan saya itu hampir bertolak belakang ketika saya berkesempatan melaksanakan KKN di sana. Banyak hal-hal yang bagi saya masih asing dan tidak ada di Kediri.
Daftar Isi
Banyak istilah asing
Awal singgah di Trenggalek, saya menemukan berbagai kosa kata yang membuat plonga-plongo. Apalagi ketika berinteraksi dengan masyarakat, kadang bikin saya bilang “hah?” karena nggak paham maksudnya.
Contohnya “mamik”, kata tersebut pertama kali keluar dari mulut anak kecil di desa tempat saya KKN. Awalnya saya pikir mamik itu berarti mimik/minum. Tapi setelah bilang mamik kok mereka pada pulang dan tidak balik lagi. Ternyata artinya mamik itu memang pulang.
Kemudian juga kata “mentong” yang awalnya saya kira berarti centong nasi. Sampai saya sedikit bingung ketika saya disuruh mentong. Batin saya, mau diapakan centong nasi itu. Ternyata arti mentong adalah makan. Ya memang nggak jauh sih dari centong nasi. Pantas saja bingung, wong yang saya kira itu kata benda, ternyata kata kerja. Kabupaten Trenggalek memang unik.
Ada lagi kata “ritek” yang saya rasa cukup sulit untuk mencari padanan katanya. Soalnya kata “ritek” dalam pelafalannya digunakan sebagai penekanan. Awalnya saya bingung mengartikan kata “ritek”. Namun saya mulai terbiasa menggunakan kata tersebut dengan tepat tanpa tahu artinya.
Belakangan ini baru saya cari terjemahan yang tepat untuk kata “ritek”, kurang lebih kalau diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu “sekali”. Maksudnya, kata “sekali” ini digunakan sebagai penekanan. Contohnya “ojo ritek” yang artinya jangan sekali-kali atau “ora ritek” artinya “tidak sekalipun”.
Orang Trenggalek suka makanan bersantan
Sebagai mahasiswa KKN, bertamu ke rumah warga adalah hal yang wajib. Tentunya untuk membangun keharmonisan antara mahasiswa dengan warga, pun juga tujuan lainnya adalah mendapatkan makanan gratis hehehe. Sajian makanan khas ketika saya bertamu di rumah tetangga adalah sayur lodeh kuah santan. Awalnya saya tidak merasa aneh dengan hal itu, toh di Kediri sayur lodeh memang enak dimasak dengan santan.
Namun saya merasa ada yang tidak beres ketika bertamu di lain hari. Sajian makanannya mungkin berbeda, tetapi cara mengolahnya sama, yaitu dengan kuah santan. Mulai dari sayur bayam, sawi dan kangkung semuanya dimasak dengan santan.
Warga Trenggalek sebagian besar memang suka masakan bersantan. Menurut beberapa warga Nggalek, konon katanya kalau tidak makan makanan bersantan, badan menjadi lemas dan lesu. Sehingga makanan bersantan seakan wajib bagi warga Nggalek, apalagi yang pekerjaannya sering membutuhkan stamina cukup banyak.
Bukan baliho caleg, tapi baliho ngunduh mantu
Ada budaya unik yang menurut saya belum saya temui selain di Trenggalek. Sering kali saya melihat baliho-baliho bergambar wajah orang yang terpampang di pinggir jalan, khususnya di desa-desa. Mungkin baliho caleg, tapi agak aneh juga ketika dipasang jauh sebelum pemilu.
Pertanyaan tersebut terjawab sudah ketika ada salah seorang warga Nggalek yang sedang ngunduh mantu. Ternyata baliho-baliho tersebut merupakan penunjuk arah menuju rumah seseorang yang sedang ngunduh mantu. Biasanya baliho tersebut dipasang di dekat lokasi hajatan.
Adapun gambar wajah orang pada baliho tersebut adalah foto dari orang tua dari mempelai. Saya tidak tahu fungsinya secara pasti karena undangan pun sebenarnya sudah cukup. Namun asumsi saya, karena di Trenggalek cukup ramai hajatan nikah pada bulan tertentu, sehingga fungsi baliho digunakan sebagai penanda agar tamu undangan tidak salah masuk acara hajatan. Itu cukup logis, sih.
Kabupaten Trenggalek, yang saya kira mirip dengan Kabupaten Kediri hanya karena letak geografisnya yang dekat, nyatanya beda jauh. Beginilah memang uniknya dunia, jarak sepelemparan batu saja bedanya bisa segitu, apalagi antara kamu dengan gebetan yang kau kira menaruh rasa padamu itu.
Penulis: Mohammad Sirojul Akbar
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Hal yang Sering Disalahpahami dari Kabupaten Trenggalek