Sneakers local pride memang sedang digandrungi oleh anak muda maupun para sneakerheads alias pecinta sneakers. Desain yang timeless, pilihan warna yang beragam dan harganya sangat ramah kantong adalah beberapa alasan kenapa sneakers local pride populer banget akhir-akhir ini. Tapi, apakah kalian tahu bahwa dulu Converse pernah menikmati popularitas yang sama dengan sneakers local pride?
Dulu ketika saya masih SMP, salah satu sneakers yang wajib dimiliki oleh teman-teman sepantaran adalah Converse Chuck Taylors. Sebagian besar dari mereka punya Converse Chuck Taylor berwarna hitam atau putih, tapi ada juga beberapa dari mereka yang mengoleksi aneka jenis warna dari sepatu ini, paling sering sih warna merah, putih atau biru.
Tingkat kepopuleran Chuck Taylors waktu itu memang luar biasa. Bahkan saking merakyatnya untuk anak-anak seusia saya waktu itu bahkan seringnya anak-anak yang nggak paham fashion pun juga punya!
Saya yang awalnya lebih sering memakai sepatu lari kemana-mana akhirnya kepincut juga untuk memiliki sepasang Chuck Taylors atas dasar penasaran dan mulai nggak nyaman dengan sepatu yang saya punya karena agak berat. Jadilah ketika salah satu toko perlengkapan olahraga 22 mengadakan Lebaran sale, saya langsung membujuk orang tua saya untuk menemani saya lihat-lihat ke sana.
Saya mencari sepasang Chuck Taylors low top yang bodinya terbuat dari kanvas hitam dan sol karet putih agar bisa dipakai sehari-hari ke sekolah. Beruntung banget stock yang seukuran kaki saya masih banyak, alhasil saya langsung “merengek” sama orang tua supaya dibelikan. Harganya belum begitu mahal waktu itu kok, cukup Rp250 ribu saja sepasang. Dan akhirnya mereka pun setuju. Yeah!
Converse Chuck Taylors ini punya beberapa keunggulan. Salah satu teman saya pernah bilang kalau Converse jenis ini desainnya timeless banget alias nggak pernah ketinggalan zaman. Pantas saja dari zaman dulu para anak muda suka terlihat memakai sneakers ini. Kemudian, material kanvas yang mendominasi bagian atas body sepatu ini terasa ringan dan nyaman banget sehingga kaki kita bisa bergerak leluasa.
Jangan salah, Chuck Taylors ini juga cocok dipadukan dengan banyak sekali outfit lho. Mau itu dipakai dengan kaos atau hoodie dan jeans secara kasual, batik, atau baju koko dengan celana chinos sampai seragam sekolah pun juga sama serasinya. Makanya, saking seringnya saya memakai sneakers ini, dulu banyak yang bilang kalo saya seolah-olah nggak pernah ganti sepatu. Hehehe.
Seiring berjalannya waktu dan jam terbang sepatu ini, saya baru sadar bahwa sebenarnya sepatu ini tangguh banget. Bayangkan saja, setelah dipakai kesana kemari untuk nongkrong, ke mall, piknik, camping, ke pantai, atau hanya sekadar lari-larian outer solenya masih kokoh dan belum terkikis parah.
Merawatnya pun juga mudah sekali. Cukup dengan menyikat bodi kanvasnya dan mengelap rubber sole-nya dengan kain kanebo basah, Converse Chuck Taylors sudah bersih kembali.
Saat ini saya memang masih memiliki sneaker tersebut, walaupun kondisinya juga sudah lumayan babak belur dan sole-nya hampir botak. Saya pun memakainya cuma sesekali saja, karena selain harus lebih banyak berdiam di rumah karena kondisi saat ini, belakangan ini saya juga sudah mulai mencoba sneakers-sneakers dari brand lain.
Ya memang saya akui kalo aura kecenya Chuck Taylors baru kelihatan jelas kalau babak belur. Tapi, alangkah lebih baik kalau saya menabung dulu untuk membeli sepasang Chuck Taylor’s baru dengan model yang sama persis, karena saya memang berniat untuk terus memiliki model tersebut seumur hidup dan memakainya kemanapun, termasuk ngantor kalau memungkinkan.
Intinya bagaimanapun juga, Converse Chuck Taylors tetaplah sneakers terbaik sepanjang masa. Hidup Chuck Taylors!
BACA JUGA Sepatu Rakyat Itu Bukan Compass, tapi Kodachi dan tulisan Wirandra Reyhan Janitra lainnya.