Di setiap sudut kota, gerai Indomaret dan Alfamart layaknya seperti jamur di musim hujan. Keberadaan keduanya menjadi solusi cepat bagi kebutuhan harian. Padahal di tengah dominasi dua jaringan minimarket raksasa tersebut, tersempil nama lain yang mungkin mulai ditinggalkan, yakni Circle K.
Kalau ditilik dari segi konsep, Circle K mempunyai kesamaan dengan Indomaret maupun Alfamart. Meski sempat mencicip masa jaya, kini popularitas Circle K tertinggal jauh. Bukan cuma soal kuantitas toko yang terbatas. Nyatanya, ketidakmampuan Circle K menyamai langkah kedua kompetitornya tersebut turut dipengaruhi sejumlah faktor yang cukup fundamental.
Fakta lapangan yang jelas terlihat mata, skala persebaran menjadi alasan utama
Seperti yang sudah disinggung, salah satu alasan paling mencolok atas ketertinggalan Circle K adalah skala persebaran outlet. Indomaret dan Alfamart telah melakukan ekspansi secara masif dan cenderung agresif ke seluruh pelosok Indonesia. Lebih jauh, perluasan cakupan usahanya tidak hanya area perkotaan padat, tetapi juga hingga ke pedesaan.
Sebaliknya, Circle K lebih lumrah ditemui di kota tujuan wisata yang banyak didatangi turis mancanegara, seperti Bali dan Jogja. Di luar area tersebut, keberadaan gerai Circle K sangat minim, bahkan bisa dibilang langka. Apalagi bila harus merambah sampai kawasan suburban.
Pada dasarnya, prinsip menjalankan bisnis cukup sederhana. Semakin banyak saluran, semakin mudah dijangkau oleh konsumen, maka semakin cepat dan kuat pula kesadaran merek yang terbentuk. Pada akhirnya, nyaris mustahil bagi Circle K guna menyusul dominasi Alfamart dan Indomaret tanpa melebarkan jejak fisik secara gila-gilaan.
Baca halaman selanjutnya: Pasar sasaran Circle K terlalu sempit, menutup pembeli potensial…
Pasar sasaran Circle K terlalu sempit, menutup pembeli potensial yang lebih banyak
Circle K terlihat lebih berfokus pada segmen pasar khusus. Misalnya, mahasiswa atau wisatawan di kota tertentu yang butuh tempat berkumpul di malam hari sebagai pengganti kafe yang punya harga menu cukup mahal. Makanya lokasinya pun kerap terlihat strategis seperti di dekat kampus, perkantoran, atau pusat hiburan dengan waktu operasional 24 jam. Pun, barang-barang yang dijajakan di etalase lebih bersifat kepada kebutuhan darurat atau minuman beralkohol yang hanya dikonsumsi kalangan terbatas.
Sayangnya, pendekatan ini justru membatasi jangkauan pasarnya. Hal ini berbanding terbalik dengan Indomaret dan Alfamart yang mengambil peran sebagai generalis. Keduanya melayani spektrum kebutuhan pelanggan yang jauh lebih luas. Mulai dari ibu rumah tangga yang memerlukan kebutuhan dapur hingga pencinta kucing yang mencari pakan peliharaannya. Otomatis, berkat kelengkapan dan keberagaman produk yang dijual, Indomaret dan Alfamart berhasil merangkul segmen pasar yang jauh lebih besar.
Frekuensi dan strategi promosi berdampak pada loyalitas pelanggan
Seperti yang banyak orang tahu, Indomaret dan Alfamart secara konsisten sangat menggebu dalam melakukan eksekusi strategi harga dan promosi mereka. Cecaran potongan harga, promo beli X gratis Y, atau program loyalitas dapat secara efektif menjadi daya tarik yang sukar ditampik. Taktik ini secara tidak langsung membangun persepsi bahwa berbelanja di dua minimarket raksasa itu akan lebih murah atau memberikan keuntungan ganda di mata pembeli.
Sebaliknya, Circle K terlihat tidak segencar dua kompetitor utamanya dalam hal penawaran promosi. Konsumen jarang menemukan promo besar dari jaringan toko serba ada yang berasal dari Amerika tersebut. Ditambah lagi, dari sejumlah pengamatan, produk di Circle K cenderung dibanderol dengan nominal yang lebih mahal. Terutama, jika dibandingkan dengan harga eceran Indomaret atau Alfamart yang bisa jauh lebih kompetitif dan menjangkau mayoritas lapisan masyarakat.
Boleh jadi, kondisi demikian diakibatkan karena Circle K menyasar masyarakat urban atau wisatawan yang dianggap memiliki daya beli lebih besar. Namun, tanpa daya pikat promosi yang kuat, perbedaan harga ini bisa menjadi alasan kuat bagi pelanggan untuk berpindah ke lain hati. Terlebih, sebagian besar masyarakat di Indonesia adalah tipe konsumen yang sensitif terhadap harga.
Meski begitu Circle K tetap punya penggemarnya
Dunia bisnis memang selalu bergerak, tak terkecuali di ranah minimarket. Indomaret dan Alfamart mungkin sedang merajai pasar, tapi bukan berarti Circle K tanpa penggemar. Bagi sebagian orang, berbelanja di Circle K terasa lebih praktis serta terbebas antre panjang.
Yang tak kalah penting, konsumen di Circle K terhindar dari isu sumbangan kembalian yang sering jadi perdebatan. Pada intinya, persaingan ketat justru jadi pemicu bagi setiap pelaku usaha untuk terus berinovasi. Tujuannya jelas, agar tidak terlibas zaman dan tetap menjadi pilihan utama pelanggan.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Barang yang Nggak Ada di Indomaret dan Saya Harap Bisa Dijual di Sana.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
