Buat masyarakat umum, Cikarang lebih dikenal sebagai daerah industri dan tempat merantau yang menjanjikan. Maklum, UMK sini adalah salah satu yang sangat menjanjikan. Nah, meski menjanjikan, sebenarnya ada sebuah salah paham di sini. Sebuah kesalahpahaman yang membuat saya menjadi sangat iri dengan Jakarta. Begini penjelasannya.
Daftar Isi
- Kesempatan kerja di Cikarang terlalu seragam
- Wajib merantau untuk pendidikan tinggi yang lebih baik
- Harus ke Jakarta untuk mendapatkan perbelanjaan terlengkap
- Di Cikarang, jarang ada pertunjukan besar seniman
- Nggak bisa berharap lebih kepada pemerintah daerah
- Kerap dianggap bopung oleh anak sok gaul Jakarta
Kesempatan kerja di Cikarang terlalu seragam
Mungkin keirian saya yang pertama ini terkesan aneh bagi kamu. Pasalnya, kesempatan kerja di Cikarang itu nggak sedikit. Pabrik besar dari dalam dan luar negeri berjejer di sini. Makanya, lowongan kerja nyaris selalu ada setiap bulannya.
Sayangnya, loker di sini cenderung seragam. Mayoritas buat lulusan SMK/SMA guna mengisi posisi operator pabrik. Sementara itu, loker untuk lulusan sarjana agak jarang. Saya yakin banyak yang masih salah paham soal ini.
Kondisi tersebut berbeda dengan Jakarta. Loker di ibu kota lebih variatif, terutama bagi lulusan S1. Makanya, waktu masih fresh graduate, saya lebih sering mendapat panggilan wawancara kerja di Jakarta ketimbang.
Wajib merantau untuk pendidikan tinggi yang lebih baik
Bocah Cikarang yang mau kuliah di PTN wajib merantau. Tidak bisa tidak. Seenggaknya merantau ke kabupaten tetangga, yaitu Karawang. Soalnya, di sini belum ada PTN, sedangkan di Karawang sudah ada.
Kalau mau pendidikan tinggi yang lebih baik lagi, minimal ke Jakarta. Saya sendiri terpaksa harus merantau ke Semarang, tepatnya di UIN Walisongo. Meski menjadi jujugan mencari gaji tinggi, soal pendidikan, anak muda setempat perlu merantau. Kamu pasti belum tahu kenyataan ini.
Baca halaman selanjutnya: Harus ke Jakarta untuk mendapatkan perbelanjaan terlengkap…
Harus ke Jakarta untuk mendapatkan perbelanjaan terlengkap
Sejak dulu sampai sekarang, kami sekeluarga belum tentu mendapatkan barang kebutuhan jika belanja di daerah Cikarang. Makanya, kalau mau mendapat yang lengkap, harus mau ke Jakarta. Misalnya belanja ke Tanah Abang kalau belanja busana atau Glodok untuk elektronik.
Untungnya, sekarang ada pasar daring, yang bisa memfasilitasi saya dan keluarga untuk belanja dari berbagai toko di Jakarta. Tetapi, nggak semua barang bisa saya dan keluarga beli secara daring, khususnya yang bobotnya sangat berat. Makanya, sesekali, saya dan keluarga tetap perlu ke Jakarta.
Di Cikarang, jarang ada pertunjukan besar seniman
Meski masuk wilayah Jabodetabek, bocah Cikarang tetap haus hiburan. Sebab, jarang sekali ada pertunjukan besar dari seniman di sini. Pertunjukan besar maksud saya seperti konser musik macam Pestapora atau special show komika.
Padahal, di sini untuk fasilitas melaksanakan pertunjukan besar itu ada. Misal mau mengadakan konser musik, ada Stadion Wibawa Mukti. Misalnya kalau mau mengadakan special show, ada beberapa gedung yang cocok dijadikan tempat acara juga.
Nggak bisa berharap lebih kepada pemerintah daerah
Orang tua saya nyaris nggak pernah mengkritik kebijakan pemerintah daerah. Namun, bukan berarti orang tua saya nggak ngerti politik sama sekali. Mereka lebih ke arah nggak mau peduli dan nggak berharap banyak. Berharap ke pemerintah pusat saja kerap bikin kecewa, apalagi berharap kepada pemerintah daerah.
Oleh sebab itu, kadang saya iri sama orang Jakarta. Mereka bisa menggantungkan harapan dan perubahan daerahnya kepada pemerintah daerah. Ditambah kepala daerahnya pada beberapa periode terakhir dapat diandalkan untuk menyelesaikan berbagai masalah Jakarta. Di saat yang kurang lebih sama, kepala daerah di Cikarang (Kabupaten Bekasi) malah ada yang diciduk KPK.
Kerap dianggap bopung oleh anak sok gaul Jakarta
Saya ingat betul, waktu kali pertama mendapat pekerjaan di Jakarta, saya dianggap bopung (bocah kampung). Semuanya hanya karena saya berasal dari Cikarang. Memang, rekan-rekan kantor saya yang lain mayoritas berasal dari Jakarta, sih. Pekerja yang dari luar ibu kota sangat sedikit sekali.
Saya tak bisa memungkiri stigma orang Cikarang di mata “oknum anak sok gaul” itu terbelakang. Kadang mereka berpikir kami yang dari luar Jakarta nggak selevel dengan mereka. Untungnya, selama kerja di sana, saya mampu mengikis stigma tersebut dengan kinerja yang cukup baik.
Begitu sekiranya kesalahpahaman dan kesedihan menjadi bocah Cikarang. Buat teman-teman yang berjuang di Jakarta atau di mana saja, jangan minder. Kita buktikan bocah kampung juga bisa eksis dan berprestasi, baik di tanah sendiri maupun daerah lain.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Maaf-maaf Saja, Semarang Jauh Lebih Superior ketimbang Cikarang