Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Cerita di Balik Sekolah Teologi: Calon Pendeta Juga Manusia Biasa

Yesaya Sihombing oleh Yesaya Sihombing
1 Oktober 2021
A A
Cerita di Balik Sekolah Teologi_ Calon Pendeta Juga Manusia Biasa terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Di kalangan umat Kristen, pendeta dapat diartikan sebagai jabatan yang diberikan oleh sinode/organisasi gereja kepada orang yang dianggap layak mengemban dan melaksanakan tugas gerejawi seperti membina umat, memimpin pelaksanaan sakramen, mengajar, dan sebagainya. Meski demikian, lingkup kerja seorang pendeta tak hanya terbatas di suatu gereja lokal. Ada yang ditugaskan sebagai pendeta universitas, pembina rohani di sekolah, konselor di rumah sakit, dan lain-lain.

Nah, untuk menjadi seorang pendeta, pada umumnya seorang calon pendeta harus melewati proses pendidikan di sebuah sekolah Alkitab atau di universitas yang memiliki Fakultas Teologi.

Banyak orang mengira siswa/mahasiswa di jurusan “rohani” adalah orang-orang yang alim, kalem, baik hati, dan tidak sombong. Anggapan semacam itu memang wajar dikemukakan. Lha, wong calon hamba Tuhan je! Mosok ndak alim?

Masalahnya, asal tahu saja, mereka yang masuk ke sekolah Alkitab atau Fakultas Teologi, terdiri dari orang-orang dengan background kehidupan sangat beragam. Ada mantan preman yang baru bertobat, ada sales MLM yang sedang cari downline, ada pula anak muda yang tidak keterima sekolah di mana-mana, lalu memutuskan masuk sekolah Alkitab, atau ada juga yang masuk karena keinginan orang tuanya.

Selain itu, daerah asal mereka pun berbeda-beda, dari Sabang sampai Merauke. Maka, wajar saja bila kebiasaan dan budaya yang berbeda-beda bisa membuat kesalahpahaman di sana-sini.

Kebetulan, saya adalah seorang pendeta. Yah, walau dari tampang, saya lebih sering dikira sebagai pengusaha muda yang suka ider barang ke toko-toko kelontong. Hmmm…

Kenyataannya, calon pendeta juga adalah manusia biasa. Kalau disuruh bangun pagi untuk doa bersama, yo ada saja yang bablas ketiduran. Zaman sekarang, sih, masih lebih manusiawi. Kalau pas zaman bapak saya dulu—kebetulan bapak saya adalah pendeta juga—mereka yang ketiduran bisa disiram air oleh pengawas asrama, lho.

Masuk ke sesi makan bersama, tiap siswa sudah diberi jatah nasi dan lauk yang sama. Misal, sepiring nasi dan satu paha ayam. Semua setara, mirip prinsip kesetaraan di Squid Game. Namun, paha ayam yang sudah di piring, bisa tiba-tiba berpindah piring waktu doa makan dipanjatkan. Rupa-rupanya ada tangan jail yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk mengambil hak sesamanya. Hiks.

Baca Juga:

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Saat ujian tertulis, walau calon pendeta diajarkan untuk jujur dan nantinya akan mengajarkan kejujuran pada jemaat, ya tetap saja ada yang menghalalkan berbagai cara untuk mendapat jawaban dari temannya. Mungkin, prinsip yang dipakai adalah: sesama calon pendeta tidak boleh egois dan harus saling membantu? Eh.

Romantika asmara antarsiswa saat menempuh pendidikan juga tak kalah seru. Ada yang curi-curi kesempatan untuk berpacaran, meski berada di sekolah yang melarang siswanya saling berpacaran selama proses pendidikan. Ada juga yang akhirnya keluar dari sekolah karena memilih untuk menikah dengan sang pacar.

Poin yang mau saya sampaikan adalah kami tak berbeda dengan manusia lain. Hanya karena menyandang status calon pendeta atau calon hamba Tuhan, bukan berarti kami jadi malaikat yang tahan segala godaan dan lolos dari segala rintangan.

Ada kalanya kami mendapati diri kami begitu lemah dan rentan saat masalah datang secara bertubi. Kepayahan mengikuti materi Bahasa Ibrani, logistik bulanan yang tak selalu tepat waktu, atau patah hati yang tak terprediksi, bisa membuat kami hampir putus asa dan merasa salah pilih “jalan”.

Namun, asal tidak melakukan pelanggaran yang terlampau berat, seseorang dapat lulus dari pendidikan dengan aman. Setelah lulus, ia akan mendapat gelar S.Th (Sarjana Teologi), yang dikeluarkan institusi pendidikan yang berada di bawah Depag, atau S.Si.Teol, maupun S.Fil (Sarjana Filsafat Keilahian) bagi lulusan dari institusi pendidikan yang berada di bawah naungan Depdikbud.

Perjuangan fisik dan pergumulan batin selalu menyertai perjalanan seorang calon pendeta. Setelah menuntaskan studi dan mendapat gelar pun para lulusan tidak otomatis jadi seorang pendeta. Seperti yang saya katakan di atas, bagi mereka yang tidak ingin terikat dengan gereja, akan memilih untuk berkarya di lembaga-lembaga lain. Sementara bagi mereka yang sudah memantapkan hatinya untuk mengabdi kepada jemaat di gereja, akan melewati fase-fase pengenalan dan penyesuaian di gereja lokal, sesuai penunjukan dari sinode.

Saya sendiri menempuh jalur pendidikan Teologi di suatu intitusi pendidikan di Surabaya. Setelah menyelesaikan studi S1 jurusan “sekuler” di salah satu universitas di Jogja, saya merasa terpanggil untuk masuk ke jalur kependetaan.

Sistem di tiap gereja tidak selalu sama. Di gereja tempat saya mengabdi, misalnya. Untuk menjadi seorang pendeta, harus menjalani praktik selama jangka waktu tertentu terlebih dulu untuk kemudian diangkat menjadi pendeta pembantu (Pdp), selanjutnya menjadi pendeta muda (Pdm), baru kemudian menjadi pendeta penuh (Pdt). Misalnya, per jenjang tadi dipukul rata masing-masing 2 tahun, maka seseorang baru akan jadi pendeta setelah 6 tahun, setelah kelulusan dan praktik.

Sementara, di gereja-gereja mainstream, para calon pendeta akan menjalani masa persiapan sebagai vikaris (Vic) selama jangka waktu tertentu. Setelah jemaat merasa cocok dan puas dengan pelayanan vikaris tersebut, ia akan diusulkan kepada sinode untuk nantinya ditahbiskan sebagai pendeta (Pdt). Namun, bila jemaat di gereja tersebut merasa tidak cocok, si calon pendeta harus pindah lagi untuk mencari gereja lokal di tempat lain sesuai penempatan dari sinode.

Jadi, perjalanan hidup seorang pendeta memang tidak lurus-lurus saja. Selama proses pendidikan, mereka harus belajar untuk “mengenal Tuhan” tanpa kehilangan sisi manusiawinya. Setelah bergelar pendeta pun, ada pengalaman-pengalaman nyata di lapangan yang tak pernah dijumpai selama proses pendidikan.

Gimana? Ada yang mau jadi pendeta juga? Hehehe.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 1 Oktober 2021 oleh

Tags: alkitabpendetapilihan redaksisekolah teologi
Yesaya Sihombing

Yesaya Sihombing

Pengamat segala hal.

ArtikelTerkait

5 Perbedaan Upin dan Ipin Dulu dengan Sekarang

5 Perbedaan Upin dan Ipin Dulu dan Sekarang

1 Juni 2023
Desain Hyundai STARGAZER Curi Perhatian, tapi Maknanya Nggak Sembarangan Terminal Mojok.co

Desain Hyundai STARGAZER Curi Perhatian, tapi Maknanya Nggak Sembarangan

22 Juli 2022
7 Rekomendasi Tempat Wisata Terbaik di Jogja yang Sayang Dilewatkan  

7 Rekomendasi Tempat Wisata Terbaik di Jogja yang Sayang Dilewatkan  

7 Oktober 2024
Pengabdi Setan 2: Communion: Lebih Bagus? Ah, Nggak Juga

Pengabdi Setan 2: Communion: Lebih Bagus? Ah, Nggak Juga

5 Agustus 2022
Sisi Gelap Bisnis Air Minum Isi Ulang RO yang Tidak Diketahui Orang

Sisi Gelap Bisnis Air Minum Isi Ulang RO yang Tidak Diketahui Orang

8 Februari 2024
Stop Menjelekkan Jogja, Ini Buktinya Jogja Aman dan Makmur terminal mojok.co

Stop Menjelekkan Jogja, Ini Buktinya Jogja Aman dan Makmur

31 Desember 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.