Saya akan memulai dengan satu pernyataan bahwa saya tidak menyukai Pramuka. Pernyataan itu bukan asal njeplak. Namun, ini murni dari pengalaman saya selama berkecimpung di sana. Lho, kok? Jadi, dulu itu saya pernah menaruh hati dan minat pada Praja Muda Karana. Bayangan saya Pramuka itu keren. Setidaknya, saya jadi bisa berseragam tanpa harus daftar Akpol ataupun tes CPNS.
Namun, belakangan saya menyadari, ternyata itu tak lebih dari kenikmatan duniawi belaka. Saat menjadi anggota yang diplonco, ada kemarahan yang meletup-letup. Begitu pula saat ndilalah jadi Pradana Putra. Ada gejolak batin dalam diri saya.
Ya memang, entah jadi anggota biasa atau pengurus Dewan Ambalan, semuanya menimbulkan kemarahan, kekesalan, dan isinya menggerutu saja. Maka dari itu, saya lantas memutuskan tidak menyukai Pramuka. Dan tatkala masuk perguruan tinggi, saya benar-benar mengambil jarak dari unit kegiatan yang berkelindan dengan Pramuka.
Namun begitu, ada atribut Pramuka yang sampai hari ini masih saya pakai: celana Pramuka atau kimpul. Sebesar apa pun ketidaksukaan saya terhadap Pramuka, nyatanya saya tak bisa meninggalkan dan memutuskan untuk nggak lagi memakai celana kimpul.
Sebab tak ada celana lain yang nyaman dipakai selain celana Pramuka. Bagi saya, celana ini adalah celana yang bisa dipakai dalam kondisi apa pun. Misalnya ketika mendaki gunung.
Sewaktu pertama kali diajak mendaki gunung, saya lebih menyukai memakai celana Pramuka. Jadi, pas waktu berangkat ke Gunung Prau, Dieng, beberapa teman ada yang memakai celana jeans. Nah mungkin mereka-mereka ini mengikuti gaya Genta dan kawan-kawannya kala mengalahkan Puncak Mahameru di 5 CM.
Padahal, celana jeans kalau digunakan buat mendaki berisiko robek. Lha coba bayangin kalau pas mendaki celana kamu robek? Pasti rasanya nggak nyaman. Apalagi kalau pas naik di antara bebatuan, terus yang robek bagian pantat pula.
Beberapa teman yang lain seingat saya memakai celana olahraga. Memang, celana olahraga ini punya daya melar yang bagus. Kekuatan aerodinamisnya mungkin bakal membantu saat menaiki jalan terjal di antara lembah dan pegunungan.
Namun, celana olahraga punya kelemahan. Lantaran berbahan kolor, celana olahraga mudah melorot. Nggak lucu, kan, kalau pas mendaki tiba-tiba celananya melorot? Sementara celana Pramuka tidak. Meski nggak melar, kimpul lebih longgar. Jadi dengan memakai celana ini, saya bisa bergerak lincah, sat-set-bat-bet tanpa khawatir celananya robek.
Itu saya buktikan sendiri bahwa rata-rata celana Pramuka punya ketahanan lebih daripada jenis celana lainnya. Semisal keserimpet batu, celana ini nggak akan mudah robek, kecuali kalau kamu tarik paksa sekuat tenaga. Celana Pramuka kalau dipakai juga nggak gampang melorot. Lha wong ada slot buat sabuk. Slot sabuk ini bisa dimanfaatkan seumpama mulai ada tanda-tanda perut mengecil.
Kemampuan tak mudah robek itu juga amat berfaedah manakala melewati semak belukar. Saya sendiri pernah merasakan keampuhan celana Pramuka dalam menghalau duri-duri biadab. Waktu itu bukan pas mendaki, tapi di sebuah kegiatan. Saat melalui jalan bersemak, teman-teman saya yang nggak memakai celana ini pada sambat kena duri. Sedangkan saya juga sambat, sih, wong durinya nempel di celana saya semua, untungnya nggak sampai nusuk kulit.
Celana Pramuka bukan hanya melindungi dari batu dan duri-durian, melainkan juga cuaca. Beberapa kali saya memakai celana ini kala diajak pergi ke daerah pegunungan. Sudah barang tentu daerah pegunungan itu dinginnya kadang sampai menusuk tulang. Maka selain jaket, satu benda yang mesti saya siapkan betul adalah celana Pramuka. Bahkan saya mewanti-wanti diri saya sendiri, pokoknya kalau mau ke daerah berhawa dingin wajib memakai celana ini.
Ini bukan karena celana Pramuka tebal. Pasalnya, bisa dibilang celana ini juga nggak tebal-tebal amat. Hanya saja kalau dibandingkan dengan celana biasa atau olahraga, jelas celana ini lebih bisa diandalkan di cuaca dingin. Mungkin ini karena sakunya yang banyak mampu menambah ketebalan. Boleh jadi kelonggaran celana Pramuka juga menjadi penyebab saya nggak kedinginan, terutama di bagian kaki. Longgar itu bikin sirkulasi udara teratur. Dengan begitu celana ini nggak kelamaan mengembun.
Misalkan di puncak atau di bukit perkemahan, itu umumnya apa yang diduduki bakal dingin. Jangankan duduk, dipegang rumputnya saja dingin. Otomatis saat duduk, embun akan terserap oleh celana model apa pun, tak terkecuali celana Pramuka. Namun, karena longgar itu tadi, embun yang menempel di celana akan cepat mengering. Ini bisa jadi karena celana Pramuka itu mudah dikibaskan angin. Sehingga proses pengeringannya pun akan lebih cepat.
Saya kira celana Pramuka sangat dapat diandalkan. Apalagi dengan sakunya yang banyak, tentu akan mempermudah membawa sesuatu. Jadi, kita nggak perlu bawa tas mini atau apa saat bepergian dari satu kafe ke kafe lain, misalnya. Semua yang kita butuhkan bisa masuk ke dalam celana ini. Ada enam saku yang bisa buat menyimpan macam-macam. Misalnya dua saku belakang, satu buat dompet dan satunya lagi buat buku catatan mini. Terus dua saku utama di samping kanan dan kiri bagian atas. Satu bisa buat menyimpan hape, satunya lagi buat nyimpan kunci motor dan karcis parkir.
Kemudian dua yang di samping kanan-kiri bagian bawah. Satu buat nyimpan charger hape, satunya lagi bisa buat menyimpan parfum, power bank, bedak, rokok, korek gas, atau remot TV juga boleh.
Perihal menyamarkan bercak, celana Pramuka juaranya. Tentu saja hal itu karena mengusung warna cokelat—sebagian ada yang biru gelap. Semisal manakala kena cipratan tanah becek. Itu kalau memakai celana Pramuka atau kimpul, bercaknya bisa disamarkan. Ingat ya, disamarkan bukan dihilangkan. Cukup dengan menggosoknya pakai tangan atau kertas, kotoran pun akan lepas dari celana. Woila! Bercak cokelat pun sedikit demi sedikit tersamar.
Lantaran se-multifungsi itu, hingga kini saya masih suka memakai celana Pramuka. Apalagi kalau mengikuti kegiatan di luar ruangan. Eh, nggak cuma outdoor, pas ikut pelatihan di hotel pun saya pakai celana jenis ini.
Barangkali saya nggak bakal pakai celana Pramuka pada dua momentum saja. Pertama, saat sidang skripsi. Kedua, waktu resepsi pernikahan saya.
BACA JUGA Pramuka, PKS, PMR: Mana Ekskul Wajib yang Paling Worth buat Diseriusin? dan tulisan Muhammad Arsyad lainnya.