Tulisan kali ini saya tidak akan membahas pelajaran sejarah yang katanya mau dihapus dari daftar mata pelajaran (mapel) wajib SMA/SMK, tidak juga pelajaran Bahasa Indonesia yang oleh mbak Siti Halwah, dalam tulisannya yang tayang di Mojok beberapa waktu lalu, disebut sebagai pelajaran paling sulit. Tidak. Saya justru mau ngrasani mapel yang sukses bikin ngantuk sepanjang saya mencicipi bangku sekolah: PPKn.
Dalam perjalanannya, saya mengalami beberapa kali pergantian nama mapel ini. Dulu waktu SD namanya PMP alias Pendidikan Moral Pancasila. Trus berubah jadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan berubah lagi jadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Meski namanya berubah-ubah, tidak ada yang benar-benar berubah dari mapel tersebut. Isinya masih sebelas dua belas dan masih tetap jadi pelajaran yang ngantuki. Gimana, ya? Ndilalah saya selalu dapat guru PPKn yang model mengajarnya selalu sama: ceramah. Bisa kebayang kan gimana rasanya dua jam duduk mendengarkan orang ceramah? Masih mending kalau si penceramah bisa membawa suasana, kalau tidak? Ya Lord…ngantuknya…
Saya membayangkan seandainya guru PPKn saya dulu adalah seseorang yang menyenangkan, aktif, dan dinamis tentu saya akan jatuh cinta pada mapel ini seperti dulu saya jatuh cinta dengan guru, eh, mapel Bahasa Inggris. Iya, guru Bahasa Inggris saya dari SD sampai SMA semuanya asyik banget. Tidak melulu mencatat ataupun ceramah tapi diselingi dengan permainan yang bikin suasana kelas jadi hidup. Murah senyum lagi. Sesuatu yang kemudian membuat saya jatuh cinta hingga di kemudian hari memilih mapel ini untuk saya tekuni di bangku kuliah.
Kembali ke mapel PPKn. Selain meninggalkan kenangan sebagai pelajaran yang ngantukin, PPKn juga punya cerita tersendiri bagi saya yaitu tentang cara efektif dalam menjawab soal-soalnya, terutama soal yang disajikan dalam bentuk pilihan ganda. Ituuu…soal yang jawabannya tinggal pilih yang A,B,C atau D itu loh…Inget?
Nah, secara garis besar, ada dua cara efektif yang biasa kita lakukan saat bingung menjawab soal PPKn. Kenapa biasa? Karena saya yakin 2 cara efektif ini diterapkan oleh siapapun yang kenal dengan PPKn. Padahal nggak ada yang ngajari cara ini. Tapi alam bawah sadar kita menerapkannya. Semacam naluri, gitu.
Cara efektif pertama dalam menjawab soal PPKn adalah pilih yang jawaban yang paling bagus. Sudah bukan rahasia lagi kalau PPKn adalah pelajaran yang menyangkut perilaku dan moral dalam berbangsa dan bernegara. Jadi,kalau ada soal yang kita bingung jawabannya apa, pilih saja A,B,C,D yang kalimatnya paling bagus, paling sempurna, dan paling ideal. Yang pancasila banget, deh intinya. Ndilalah kok ya sering betul. Wkwkwk….Sudah ngaku saja, kalian juga menerapkan jurus ini pas lagi ngerjakan soal PPKn, kan? Bohong kalau nggak.
Cara efektif kedua dalam menjawab soal PPKn adalah pilih jawaban yang paling panjang. Cara ini juga terbukti ampuh dalam memecah kebuntuan saat bingung mengerjakan soal PPKn. Jadi gini, seringkali saat mengerjakan soal PPKn kita dihadapkan dengan pilihan jawaban yang rasanya kok semua jawaban benar, ya? Nah, ketika semua opsi jawaban kelihatan baik, maka solusinya adalah dengan memilih jawaban yang paling panjang di antara keempat pilihan jawaban. Hasilnya? Eng ing eng… Sering betulnya, Sob. Padahal kan hasil ngarang tingkat dewa.
Dua cara efektif tersebut meski bisa dianggap sesat karena tidak selalu terbukti kebenarannya, tapi nyatanya memilih jawaban yang paling bagus dan paling panjang adalah jalan terbaik mengatasi kebuntuan saat menjawab soal PPKn. Apalagi cara ini boleh dibilang minim risiko daripada tengak-tengok minta jawaban ke teman yang berpotensi membuat lembar jawab ulangan disobek oleh pengawas. Horor banget ini, sih. Udah lembar jawaban disobek, malunya itu loh, bisa jadi bahan gibah satu kelas seharian.
Selain minim risiko, dua cara efektif dalam menjawab soal PPKn ini juga jauh lebih baik daripada sekedar teknik hitung kancing. Walahhh…Teknik hitung kancing??? Jadul banget itu. Kamu pasti kelahiran tahun ‘80-an, ya…??
BACA JUGA Diteror Debt Collector Pinjol Lebih Ngeri dari Horor Suster Keramas atau artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.