Keindahan bundaran Planjan bukan milik warga lokal
Selain nggak ramah untuk simbah-simbah dusun, Pansela di Planjan ini juga “mengorbankan” gua-gua bawah tanah. Oktober 2024 lalu, petugas proyek menemukan gua setinggi lima meter yang penuh stalaktit dan stalagmit aktif di area ini. Itu baru yang ketahuan dan viral. Artinya, saya yakin betul masih banyak gua atau instalasi sumber air bawah yang rusak gara-gara proyek ini.
Makanya kadang saya suka ngakak sendiri medengar narasi yang sering disampaikan aparat terkait. Termasuk pemaparan soal jalan melingkar yang menelan anggaran miliaran rupiah itu. Kata mereka, bundaran dengan diameter 31,5 meter ini bakal menumbuhkan perekonomian warga. Dengan adanya ikon baru ini, warga lokal bisa membuka warung kecil-kecilan.
Sekelebatan mata memang mantap dan menggiurkan, ya. Sayangnya, narasi semacam ini sering bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Seperti contoh di ruas JJLS yang menghubungkan Rongkop, Gunungkidul ke Wonogiri itu. Dulu sebelum melakukan pembangunan, narasinya sama persis: demi menyejahterakan warga lokal! Pertumbuhan ekonomi masyarakat pasti meningkat!
Tapi, bagaimana realitanya?
Saat saya berkunjung ke wilayah Rongkop dan menemui beberapa pedagang di pinggir jalan, saya mendapatkan fakta bahwa nggak sedikit warung-warung UMKM yang kini gulung tikar. Ada banyak faktor penyebabnya, salah satunya karena warga lokal kalah saing sama para pemodal besar. Ini yang sering terjadi di Gunungkidul: warga kalah saing, kehabisan modal, tanahnya jatuh ke tangan para pengembang, dan berakhir jadi pengangguran. Menyedihkan.
Punya bundaran megah, tapi jalan-jalan sempit depan rumah (tetap) gronjal berlubang
Jadi, nggak usah heran kalau ujung-ujungnya yang bakal kita lihat di pinggir jalan bukan warung-warung kecil milik warga. Melainkan restoran mewah, hotel, dan bisnis wisata premium punya orang-orang kaya sama kayak yang sudah-sudah.
Pertanyaannya, apa yang warga lokal dapat dari proyek jalan melingkar termegah di Jogja ini selain kirab asap tebal jumbo bus pariwisata? Bukankah percuma, ya, punya bundaran megah kayak bundaran Planjan di JJLS Gunungkidul, tapi jalan-jalan kecil di dusun tetap dibiarkan rusak bin gronjal tanpa penerangan?
Buat jajaran aparat tercinta, silakan saja kalau mau berbangga diri dengan bundaran terbesar di Yogyakarta ini. Mangga bikin konten, posting di media sosial masing-masing, lalu katakan kepada dunia kalau Bumi Handayani semakin menawan nyaris metropolitan!
Dan, untuk warga Gunungkidul, mari kita nikmati keindahan semu ini. Meski jalan-jalan di depan rumah kita berlubang, tabungan air bawah tanah kita hancur lebur, bibir pantai berkubang sampah, dan lahan pertanian remuk dihajar monyet ekor panjang, nggak perlu jadi soal. Yang penting punya jalan super lebar dan bundaran termegah di Yogyakarta!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jogja Istimewa, Gunungkidul Merana.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















