Bulan Hantu dalam Kepercayaan Tionghoa: Mulai dari Teror Hantu Kelaparan hingga Bakar Uang

Bulan Hantu dalam Kepercayaan Tionghoa Mulai dari Teror Hantu Kelaparan hingga Bakar Uang Terminal Mojok

Bulan Hantu dalam Kepercayaan Tionghoa Mulai dari Teror Hantu Kelaparan hingga Bakar Uang (Unsplash.com)

Masih ingat dengan salah satu episode Upin Ipin tentang Opera Cina? Nah, di sana ada adegan Upin Ipin membantu Meimei membawakan jeruk dan mengantarnya hingga ke rumah Meimei. Di depan rumah Meimei ternyata ada beberapa sesajen. Upin Ipin yang tergiur dengan jeruk-jeruk sesajen itu tiba-tiba ditegur Meimei karena mau mengambil sesajen sembarangan.

Kata Meimei, sesajen itu untuk makanan hantu. Ya, ternyata saat itu sedang memasuki Bulan Hantu. Makanya Meimei berjalan cepat dengan resah saat bepergian seorang diri. Menurut Meimei, bulan itu sangat mistis dan banyak sekali pantangan. Upin Ipin pun ngeri dan segera ngacir pulang.

Bulan Hantu merupakan salah satu bulan yang penting dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Bulan ini jatuh pada bulan ke-7 penanggalan Cina. Puncak perayaannya disebut dengan Festival Hantu yang jatuh pada tanggal 15 bulan 7 kalender Cina. Tahun ini, Bulan Hantu bertepatan dengan tanggal 12 Agustus 2022.

Selama Bulan Hantu masyarakat Tionghoa percaya bahwa gerbang alam baka sedang dibuka lebar, sehingga arwah leluhur dan arwah dari neraka bisa berkeliaran dengan bebas di alam manusia. Selama Bulan Hantu, kabarnya para hantu kelaparan ini akan lebih sering menampakkan diri dan mengganggu manusia. Oleh sebab itu masyarakat tionghoa sangat menghindari pindahan, memulai bisnis, perjalanan jauh, maupun perayaan yang bersifat untuk bersenang-senang lainnya karena dianggap akan membawa sial. Mirip-mirip lah dengan Halloween di budaya Barat dan Bulan Suro di budaya Jawa.

Bulan Hantu nggak cuma dirayakan di Cina daratan, lho, tapi juga dirayakan oleh seluru etnis Tionghoa yang tersebar luas di muka bumi. Walaupun perayaan paling meriahnya tentu saja bisa disaksikan di negara-negara yang didominasi etnis Tionghoa.

Ada banyak versi mengenai asal-usul Bulan Hantu. Salah satunya di zaman kerajaan dulu, pada bulan ke-7 sering diadakan eksekusi massal bagi seluruh tahanan yang divonis hukuman mati. Keluarga para tahanan yang akan ditinggalkan mengadakan upacara untuk mengantar arwah kerabatnya agar tenang di alam seberang. Banyaknya nyawa yang tercabut secara bersamaan di bulan itu membuat suasana di sepanjang bulan ke-7 lebih mistis daripada bulan-bulan lain. Makanya keluarga yang nggak memiliki kerabat terpidana mati pun akhirnya turut serta mengadakan sembahyang agar selamat dari petaka.

Selama Bulan Hantu, orang-orang Tionghoa akan mengadakan sembahyang untuk mendoakan leluhurnya, meminta keselamatan, dan kesejahteraan untuk setahun penuh. Altar-altar di dalam rumah akan dipenuhi dengan dupa dan sesaji untuk menjamu arwah leluhur yang pulang. Dalam ajaran mereka, kegiatan ini merupakan perwujudan bakti kepada leluhur.

Pada perayaan puncaknya, Festival Hantu, sembahyangan besar-besaran digelar di kuil-kuil. Bahkan sesaji-sesaji bisa kita jumpai di depan rumah dan pinggir jalan. Ada juga ritual pembakaran uang-uangan dan replika benda-benda penunjang kehidupan sehari-hari untuk bekal arwah leluhur di alam baka. Lentera dan kapal-kapal berisi lilin sengaja dihanyutkan di perairan untuk memandu perjalanan arwah-arwah yang mati tenggelam.

Sesajen dalam sembahyangan ini termasuk sangat spesial. Pokoknya dibuat semewah mungkin. Bahkan sampai menyediakan seekor babi utuh yang ukurannya gede banget. Setelah sembahyang, sesajen ini biasanya diperebutkan oleh masyarakat yang kurang mampu. Makanya festival ini juga disebut Cioko yang artinya rebutan. Di Taiwan dan Hongkong, perayaan Festival Hantu bahkan jadi tujuan wisata bagi banyak turis domestik maupun mancanegara.

Selama Bulan Hantu, nggak jarang pula ditemui angpao ataupun uang tanpa pembungkus yang bergeletakan di jalanan. Tapi jangan sekali-kali iseng mengambil makanan sesajen atau uang yang bergeletakan itu. Konon benda-benda itu dipersembahkan untuk arwah-arwah kelaparan, sebutan untuk arwah yang sudah nggak memiliki kerabat di dunia sehingga nggak pernah ada lagi yang mendoakan dan membuatkan sesajen. Mengambil persembahan sembarangan dipercaya akan mendatangkan musibah bagi si pengambil, bisa sesederhana ketempelan atau bisa lebih parah lagi.

Menurut cerita kerabat saya yang sudah lama bekerja di Taiwan, percaya atau nggak, suasana saat Bulan Hantu memang lebih senyap dibanding hari-hari biasa. Orang-orang nggak diperkenankan keluar malam-malam apalagi sendirian. Toko-toko tutup lebih awal dan aktivitas di air dilarang setelah matahari terbenam. Ada seorang teman kerabat saya yang menyepelekan salah satu pantangan di Bulan Hantu. Kalau nggak salah blio mengambil sesajen atau uang yang tergeletak di jalan. Setelah itu blio langsung kesurupan yang bikin geger satu mess.

Selain sembahyangan, dalam perayaan Festival Hantu juga sering diadakan berbagai pertunjukan untuk menghibur para hantu. Hiburannya bisa macam-macam, ada opera, pentas boneka, sampai pertunjukan musik. Seperti halnya di episode Upin Ipin, bangku depan selalu dikosongkan untuk para arwah agar bisa menonton di posisi yang paling nyaman. Rupanya selain dibikin kenyang, para arwah ini juga disenangkan selayaknya undangan kehormatan dalam suatu hajatan, ya.

Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 5 Suku Tionghoa Terbesar di Indonesia: Sekilas Sejarah dan Budaya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version