Buku RPUL (Ringkasan Pengetahuan Umum Lengkap) sebelumnya bak buku sakti yang akan menolong semua anak di masa-masa sekolah. Siapa pun siswa yang rajin baca buku RPUL bakal dikira paling pintar setongkrongan. Sayangnya, beda kasus kalau zaman sekarang. Bahkan dari sebuah potongan percakapan di konten YouTube Yufahimu saya menyadari ada yang berbeda dengan anak zaman sekarang.
“Presiden pertama Indonesia?” tanya @helmianh kepada salah satu anak kecil yang sedang dia wawancara.
“Soekarno,” anak itu menjawabnya dengan benar.
“Presiden kedua?” kembali @helmianh bertanya.
“Jokowi?” jawab anak kecil itu sedikit ragu.
“Kepanjangan dari SBY?”
“Nggak Tau.”
“Susilo Bambang?” penanya sedikit memberi klu.
“Susilo Bambang… Pamungkas?” anak kecil itu kembali menjawabnya dengan ragu.
Semua kru yang membuat konten tersebut lantas tertawa.
Lalu, ketika mewawancarai anak kecil lainnya.
“Pasti ngana bangka dada….” @helmianh menyanyikan kutipan lirik dari lagu “Anjing-Anjing-Anjing Banget” yang viral di TikTok.
“Kong ba jamping-jamping,” anak kecil itu menjawabnya dengan lancar dan sedikit tertawa.
Dari kutipan percakapan itu dapat dilihat bahwa keberadaan internet sudah terlanjur menyebar ke semua kalangan dan sangat mempengaruhi bergesernya peradaban. Anak kecil itu dapat menjawab seluruh pertanyaan yang berkaitan dengan lagu-lagu hits TikTok hingga hero-hero yang ada di gim Free Fire. Namun, ketika ditanyai tentang sejarah atau lagu-lagu nasional, mayoritas tidak dapat dijawab.
Konten itu membawa saya untuk melihat realitas bahwa peradaban telah banyak berubah. Bahkan adik saya yang sudah kelas 1 SMA pun, ketika saya tanya tentang nama asli Gus Dur, dia tidak tahu. Ini sungguhan, tidak sama sekali saya setting.
Dunia maya kini telah begitu mendominasi kehidupan manusia. Sewaktu saya masih duduk di bangku sekolah dasar dulu, keberadaan internet tidak sebesar saat ini. Saya harus menyisihkan uang saku terlebih dulu untuk bisa bayar billing warnet (warung internet), itu pun hanya untuk bermain gim di games.co.id, main gim Point Blank, dan sesekali buka Facebook.
Lantas, siapa yang salah? Teknologi? Atau Internet? Tidak ada satu pun yang salah. Keberadaan internet justru saya anggap sangat membantu kehidupan umat manusia. Saya juga belajar saham lewat TikTok. Nggak salah, kan?
“We’re changing the world with technology,” begitu kata Bill Gates.
Salah itu ketika kita terlalu mendewakan dan berlebihan dalam menyikapi teknologi.
Apa cara yang digunakan oleh orang tua zaman sekarang untuk membuat anaknya berhenti menangis? Pasti dikasih nonton YouTube, jawabannya. Tidak salah sih, karena bisa membuat anak melek teknologi. Tapi, jangan keseringan juga, kalau sudah kecanduan, justru bahaya untuk tumbuh kembangnya. Seluruh riset pasti menyimpulkan bahwa kecanduan main gadget akan meninggalkan negative impact untuk anak, mulai dari learning problems, hingga anxiety.
Dengan adanya tulisan ini, saya menyatakan bahwa amat rindu dengan eksistensi buku, terutama buku RPUL yang pernah eksis di zamannya. Buku itu sempat dianggap sebagai kitab sucinya anak-anak sekolah dasar hingga menengah. Bahkan ada teman saya yang dituntut oleh orang tuanya untuk selalu membaca buku RPUL di sela waktu senggang, sampai teman saya bisa hafal hampir seluruh ibu kota negara dan ibu kota provinsi akibat dari terlalu seringnya membaca RPUL. Kalian yang lahir di tahun 90-an, pasti juga menyadari tentang eksistensi RPUL, kan? Di mana keberadaan buku itu sekarang?
Penggunaan gadget yang terlalu berlebihan membuat manusia lupa kalau hingga saat ini buku itu masih ada, penulis itu masih giat memikirkan isi, dan percetakan itu masih giat cari pembeli.
Memang sih, cara belajar tidak melulu pada buku, tapi kecanduan terhadap buku cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan kecanduan terhadap internet. Keberadaan internet seharusnya digunakan untuk mempermudah kehidupan manusia, bukannya malah justru menjadi candu. Dengan adanya internet, kini kita tidak perlu lagi berkunjung ke toko buku, karena keberadaan toko buku sudah ada di genggaman tangan. Terlebih di era pandemi ini.
Idiom “Buku adalah jendela dunia” walaupun telah berganti, tapi belum benar-benar mati. Kalimat itu hanya perlu dihidupkan kembali.
Tulisan ini tidak untuk membanding-bandingkan mana yang lebih baik antara buku dan internet, sebab keduanya memiliki sisi positifnya masing-masing, tinggal bagaimana cara menggunakannya.
Tidak ada kata telat untuk mencegah anak dalam kecanduan terhadap internet. Kalian sebagai orang tua (berhubung saya belum menjadi orangtua) hanya perlu melakukan filter terhadap konten yang hanya bisa diakses oleh anak, dan juga membatasi waktu dalam penggunaan gadget. Terlebih kalau bisa penggunaan gadget diganti dengan membaca buku. Itu sangat jauh lebih baik.
Akhir kata, jika kepanjangan SBY saja tidak tahu, apalagi jika ditanya tentang Tan Malaka? Haduuuh, mendingan nongkrong sama buku RPUL dong.
BACA JUGA Nggak Segera Menuntaskan Baca Buku Itu Bukan Dosa