Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Politik

Bukan Cuma BPN dan Pak Prabowo, Aku dan Kamu Juga Pasti Pernah Merasakan Pahitnya Penolakan

Iassaswin oleh Iassaswin
28 Juni 2019
A A
penolakan prabowo

penolakan prabowo

Share on FacebookShare on Twitter

Sadar atau tidak, selain BPN dan Pak Prabowo, kita semua pasti pernah merasakan yang namanya the bitterness of rejection di hidup kita.

Malam itu saat—saya dan keluarga sedang menyaksikan acara komedi di sebuah televisi, tiba-tiba acara favorit kami harus diskors karena ada breaking news tentang hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilu Presiden 2019. Secara garis besar, isi beritanya ialah ketua MK Anwar Usman yang menyatakan bahwasanya menolak eksepsi termohon (kubu BPN Prabowo-Sandi) dan pihak termohon untuk seluruhnya. Artinya drama panjang tentang penolakan putusan hasil Pemilu telah diketok palu oleh MK dengan hasil kemenangan bagi pasangan calon presiden nomor urut 01 yaitu Joko Widodo dan Kiai Ma’ruf Amin. Sontak seisi rumah heboh karena kebetulan kebanyakan orang di sini mendukung pasangan calon 02. Seakan mereka semua kecewa terhadap penolakan yang dilayangkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut.

Sebagai seorang Mas-Mas biasa aja, aku selalu punya pandangan lain tentang permasalahan tersebut. Meski tidak mendukung keduanya karena lelah untuk memilih. Kiranya saya berhak menyatakan sesuatu tentang penolakan ini. Sadar atau tidak, selain BPN dan Pak Prabowo, kita semua pasti pernah merasakan yang namanya penolakan di hidup kita.

Penolakan pertama yang berkesan di hidup saya, adalah ketika sekolah favorit menolak saya karena Nilai Ebtanas Murni (NEM) saya tidak memenuhi standar minimal. Nilai batasan masuk SMA negeri tersebut adalah 34,00 sedangkan NEM saya hanya 33,95. Bayangkan betapa waktu itu aku sangat membenci angka 00,05 yang kurang pada kertas NEM saya. Andai dulu ada sistem zonasi, tentu saya akan masuk SMA yang saya ingini.

Bila saya jadi BPN pun mungkin saya akan turut membenci angka 11,00 %. Sebab angka itu menjadi jurang pembeda antara suara Jokowi dan Prabowo—yang turut menyebabkan kekalahan pula.

Kemudian penolakan berikutnya hadir ketika saya harus merasakan rasanya ditolak dalam sebuah pergaulan. Sebagai orang yang cukup sering baca buku, tentunya pemikiran saya pun turut terinspirasi oleh banyak penulis dan tokoh politik baik dari spektrum politik kiri maupun kanan. Pernah sewaktu kuliah—kira-kira di bulan September—dalam sebuah obrolan santai mereka berbicara tentang peristiwa G30S/PKI yang kebetulan ramai waktu itu.

Mereka bersikukuh bahwa itu salah PKI karena PKI itu liberal dan atheis. Aku pun ikut dalam obrolan tersebut, dan langsung menyanggah argumen kawan saya. Aku jelaskanlah bahwa PKI itu partai bukan ideologi, sedangkan atheisme itu lebih pada penolakan keberadaan Tuhan bukan tidak percaya Tuhan—dan liberal beda dengan komunis. Dari situ nampak kawan saya mengerutkan dahi pertanda dia tidak mengerti tapi tidak ingin sepakat juga dengan apa yang saya tanggapi.

Semenjak saat itulah, ketika dia sedang mengobrol dengan kawan lain—ketika saya datang—saya dijauhi dong. Ya dengan alasan bahwa saya itu pro komunis karena membelanya. Hmm maka semenjak peristiwa tadi saya belajar bahwa ditolak dalam pergaulan hanya karena beda pemikiran itu menyakitkan.

Baca Juga:

Trump Butuh Sosok Ki Amien Rais untuk Bikin Aksi Protesnya Meriah

Trotoar Lebar di Jakarta, Cita-cita Ahok yang Sekarang Malah Dinyinyirin Pendukungnya Sendiri

Rasa-rasanya mungkin perasaan saya waktu itu sama dengan Prabowo dan para pendukungnya di dunia maya, yang gemar meyakini berita-berita berseliweran di beranda Facebook. Mereka membaginya dengan para teman virtualnya dengan tujuan menyampaikan pemikiran. Sayang hal itu berujung pada debat kusir di kolom komentar dan berakhir dengan unfriend atau bahkan di-block langsung oleh akun media sosial orang yang berseberangan.

Terakhir, penolakan yang paling memalukan tentunya ialah ditolak oleh wanita yang kita idam-idamkan. Hal ini selalu saya yakini sebagai peristiwa yang memberi pelajaran tentang nyadar diri.

Kira-kira waktu itu saya masih SMP. Namun saya sudah mulai naksir seorang teman wanita yang berada di kelas yang sama. Ia merupakan siswi yang cantik,pintar sekaligus modis, hal itu terlihat dari bajunya yang ketak dan roknya yang agak di atas lutut tren anak nakal waktu itu.

Namanya anak SMP kita seringlah dulu main jodoh-jodohan atau ciye-ciyean. Permainan itu biasa dimulai oleh seorang anak cewek yang doyan ngoceh, kemudian teriak-teriak, “Ciye ciye, adeuy” diikuti satu kelas manakala ada siswi cowok dan cewek duduk dalam satu meja.

Nah waktu itu saya request dan pengen banget ketika saya sengaja duduk bareng di bangku si cewek tadi langsung di “ciyein” supaya dia merasa begitu. Kebetulan si ceweknya lagi membelakangi saya. Ketika saya bergegas duduk di sampingnya, dan si cewek ngoceh mau teriak, “Ciii…” —belum selesai teriakan itu—ada yang sontak bilang “ada guru!”. Semua orang di kelas langsung duduk rapi.

Tinggalah saya dan cewek tadi yang belum ngeh saya ada di sampingnya. Eh sialnya, pas dia nengok, dia langsung teriak kaget “Ahhh Ibu tolong najis! Ada cowok jelek di samping saya!” Seluruh kelas pun mentertawakan saya dengan kerasnya. Begitu juga dengan Ibu Nani guru IPS-ku.

Well, dari situ memang aku harus sadar aku telah ditolak di tengah kelas yang hening dan di depan Ibu guru. Peristiwa tersebut membuatku sadar diri bahwa aku biasa aja dan falling in love with someone we can’t have itu benar adanya.

Ya memang Aku dan pak Prabowo pernah terlalu percaya diri di depan umum. Aku terlalu ngebet pingin deket doi, eh doi-nya nggak mau. Pak Probowo pun ingin jadi Presiden, eh 55% rakyatnya nggak mau.

Jadi, baik BPN, Pak Prabowo, dan Aku, kita semua pernah merasakan penolakan. Jadi, tidak perlu kecewa atau sampai menggeruduk MK (Masa laluKu). Lha wong sudah ditolak, apa mau dikata?

Terakhir diperbarui pada 13 Januari 2022 oleh

Tags: Mahkamah InternasionalMahkamah KonstitusiPilpres 2019Politik Indonesia
Iassaswin

Iassaswin

ArtikelTerkait

3 Alasan Mas Gibran Pantas Menang Pilwalkot Solo Tanpa Bantuan Pak Jokowi terminal mojok.co

Politik Kepentingan adalah “Agama Baru” yang Selalu Disembah Sujud

30 Mei 2019
indonesia timur

Curhatan Seorang Timur yang Menyesal Iri pada Jawa

28 Mei 2019
lapor

Lapor-Laporan Itu Budaya Kita Sejak Kecil

3 Juni 2019
buzzer pak jokowi

Sebenarnya Pak Jokowi Tidak Perlu Buzzer

3 Oktober 2019
lebaran Khong Guan

Cerita Hari Raya, Dari Khong Guan Hingga Pelaminan

3 Juni 2019
kaesang pangarep

Jokowi Adalah Bapak Untuk Semua: Begitupula Kaesang Pangarep Adalah Anak Untuk Semua

5 Juli 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Isuzu Panther, Mobil Paling Kuat di Indonesia, Contoh Nyata Otot Kawang Tulang Vibranium

Isuzu Panther, Raja Diesel yang Masih Dicari Sampai Sekarang

19 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.