BRT Trans Jateng menyelamatkan para warga Wonogiri yang ingin ke Solo. Cukup 1000 rupiah, perjalanan antarkota tak lagi bikin menderita
Sebagai masyarakat yang senantiasa menggunakan transportasi umum sejak kecil, saya cukup merasakan suka duka dan masa-masa perubahan tarif bus Wonogiri-Solo maupun sebaliknya. Kenaikan harga BBM pada 2022 kemarin masih cukup saya rasakan, karena nyatanya berimbas pada kenaikan tarif bus antarkota yang mana masih diberlakukan hingga sekarang.
Tarif yang tinggi tersebut semakin saya rasakan ketika berkuliah di Solo. Sebenarnya saya ada kost, tetapi setiap kali pulang ke rumah selalu menggunakan bus antarkota. Mungkin ada yang bertanya, mengapa tidak naik sepeda motor saja? Ya.. karena tempat tinggal saya cukup jauh, perjalanannya bisa memakan waktu sekitar dua jam berkendara.
Selain itu, sebagai warga Wonogiri asli, saya tahu betul jalanan di Wonogiri mulusnya seperti apa. Namun, tidak dapat dimungkiri menggunakan bus antarkota menghabiskan biaya yang lumayan.
Untuk rute Nguntoronadi-Solo sekali perjalanan menghabiskan biaya Rp25.000 . Sedangkan untuk rute Wonogiri Kota-Solo memerlukan biaya Rp15.000. Hal ini tidak hanya saya rasakan, tetapi juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat lain, terutama para pekerja yang harus menggunakan bus setiap hari.
Solusi transportasi yang super ramah di kantong warga Wonogiri
Pada 8 Agustus 2023 kemarin, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) meresmikan penggunaan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Jateng Rute Solo-Wonogiri dan sebaliknya. Melansir laman jatengprov.go.id, hingga saat ini tercatat sebanyak 14 unit Trans Jateng untuk rute Solo-Wonogiri. Sebuah angin segar bagi kami yang terbiasa menggunakan transportasi umum untuk lebih menghemat biaya.
Selain terdapat opsi tunai maupun non-tunai dalam pembayaran, tarif yang ditetapkan bervariasi. Untuk pelajar, buruh, veteran, lansia dan penyandang disabilitas dikenai tarif khusus yakni Rp2.000 dan bagi masyarakat umum dikenai tarif umum yakni Rp4.000. Namun per tanggal 15 Mei 2025 kemarin, terdapat perubahan. Untuk tarif umum yang semula Rp4.000 berubah menjadi Rp5.000 dan untuk tarif khusus berubah dari RP2.000 menjadi Rp1.000. Biaya yang semakin murah tersebut tentunya mendapat respons amat baik bagi penumpang yang sebagian besar merupakan para pelajar dan buruh.
Oleh karena itu, meskipun halte awal berada di Wonogiri Kota yakni di Terminal tipe C, saya tetap memilih oper bus terlebih dahulu agar bisa naik Trans Jateng. Jika ingin melihat perbedaannya, beginilah kira-kira.
Jadi, dari rumah pertama-tama saya menggunakan mini bus untuk sampai ke Terminal tipe C dengan biaya Rp.10.000. Kemudian baru beralih menggunakan Trans Jateng ke Solo dengan biaya Rp1.000 jika untuk pelajar. Total biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan ke Solo yang biasanya Rp25.000 jika menggunakan bis antarkota, dengan menggunakan Trans Jateng kini menjadi Rp11.000. Lebih hemat bukan?
Penyelamat ekonomi bagi para buruh hingga lansia yang masih bekerja
Bagi para buruh dengan penghasilan minimum, ongkos transportasi menjadi beban tersendiri. Beberapa kali saya berbincang dengan sesama penumpang bus, mereka mengeluhkan bahwa sebagian dari gaji mereka habis untuk transportasi pulang-pergi yang dikeluarkan setiap hari jika menggunakan bus antarkota. Tarif yang tinggi sungguh terasa memberatkan.
Sering kali saya menjumpai penumpang yang tergolong lanjut usia yang masih berjualan ke Pasar Wonogiri atau pasar Sukoharjo. Dapat dibayangkan betapa berat beban mereka dalam hal biaya transportasi setiap harinya. Setidaknya, ada penghematan pada biaya transportasi yang biasa dikeluarkan. Dengan adanya Trans Jateng ini, biaya transportasi dapat dipangkas hingga mencapai 80% tergantung jarak tempuh yang biasa dilalui.
BRT Trans Jateng sebenarnya merupakan sebuah solusi bagi penumpang untuk merasakan transportasi umum dengan tarif yang terjangkau. Beberapa unit armada dirancang ramah terhadap disabilitas, terdapat kursi prioritas, dan sistem duduk yang terpisah antara laki-laki dan perempuan menjadikan bus ini selalu ramai. Meskipun demikian, karena tarif yang murah tersebut menyebabkan bus ini selalu penuh. Jadi, menurut saya, jangan banyak berharap mendapatkan kursi kosong ketika akhir pekan ataupun pada saat jam-jam sibuk.
Penulis: Latifah Elfrida Sari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengurai Benang Kusut Konsep BRT di Indonesia
