Bongkar Rancangan Perda Khusus DKI Jakarta Soal Wacana Jalan Berbayar

Bongkar Rancangan Perda Khusus DKI Jakarta Soal Wacana Jalan Berbayar

Bongkar Rancangan Perda Khusus DKI Jakarta Soal Wacana Jalan Berbayar (Pixabay.com)

Beberapa hari ini, publik dikejutkan dengan berita bahwa terdapat beberapa ruas jalan di daerah DKI Jakarta yang akan dikenakan tarif jika pengguna kendaraan bermotor melewatinya. Katanya sih, usulan ini digagas demi meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas. Apa benar ide ini akan memberikan solusi dari membludaknya kendaraan pribadi yang setiap hari berlalu-lalang melintas di jalanan ibu kota dengan mudahnya, walaupun memang tersendat beberapa kali oleh musibah macet?

Nah, demi mewujudkan kepastian hukum dan legalitas yang diakui atas segala pungutan yang dilakukan nantinya, Pemerintah DKI Jakarta sebenarnya sudah merancang draft Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik. Meskipun memang belum disahkan dan berlaku, rancangan ini sudah membawa dan memicu beragam pendapat dari khalayak ramai.

Sebenarnya, ada beberapa pertimbangan mengapa Pemerintah DKI Jakarta tiba-tiba tanpa adanya angin, hujan, bahkan badai ngeluarin aturan ini. Hal ini didasarkan pada keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari penggunaan ruang lalu lintas juga mengendalikan pergerakan dari lalu lintas itu sendiri. Caranya bagaimana? Yang pasti, terdapat kebutuhan akan manajemen pengaturan terkait lalu lintas yang didasarkan pada perbandingan volume kendaraan bermotor yang melintas dengan kapasitas jalan, bagaimana sistem transportasi publik tersedia dan cukup, serta memperhatikan kualitas lingkungannya juga.

Oiya, sebelumnya juga rancangan atau wacana tarif jalan berbayar memang ‘katanya’ digagas demi memprioritaskan dan mendorong penggunaan angkutan umum. Nah loh, kalian tau gak sih? penggunaan angkutan umum emang bagus banget buat diterapin dan semakin dikuatin lagi fondasinya, tapi lihat-lihat juga ya soal kelayakan dan kecukupan dari moda angkutan publik. Misalnya saja, orang-orang yang bekerja di DKI Jakarta nggak semuanya tinggal di sana.

Banyak para komuter atau pelaju dari Jabodetabek yang punya alasan tersendiri kenapa lebih milih pake kendaraan pribadi. Contohnya, ada yang sengaja menghindari rush hour saat berangkat atau pulang kerja karena memang sesaknya luar biasa. Malahan, ada yang memang sudah pakai kendaraan umum tapi masih butuh akses yang lebih privat, misalnya dengan bantuan ojek online yang menyelamatkan nyawa mereka ketika jarak kantor ke stasiun atau halte ternyata nanggung.

Wilayah seperti apa yang masuk dalam kriteria jalan yang akan dipungut layanan berbayar? Kalau menurut rancangan perda tadi, tepatnya di Pasal 1 angka 11 bagian ketentuan umum sudah dijelaskan bahwa “Kawasan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik adalah ruas atau jaringan Jalan tertentu, koridor tertentu, dan/atau kawasan tertentu yang ditetapkan sebagai Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, telah ditentukan pula ruas mana saja yang akan dikenai tarif nantinya. Ruas jalan tersebut adalah Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Moh. Husni Thamrin, Jalan Jend. Sudirman, Jalan Sisingamangaraja,Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang), Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Jenderal S. Parman (Simpang Jalan Tomang Raya – Simpang Jalan Gatot Subroto), Jalan Gatot Subroto, Jalan M. T. Haryono, Jalan D. I. Panjaitan, Jalan Jenderal A. Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya – Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan), Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Pasar Senen, Jalan Gunung Sahari, dan Jalan H. R. Rasuna Said.

Duh, ruas jalan yang dicatut dalam rancangan perda tersebut merupakan jalan yang ramai banget. Panen nih kas daerah. Loh, ini bener masuk kas daerah nggak ya? Terus biaya pengadaannya dari mana? Emang siapa yang mau ngelola? Yuk kita usut tuntas!

Kalau menurut Pasal 6 ayat (2), Gubernur itulah yang punya wewenang buat nentuin tarif pungutan. Surat kecil saja untuk Bapak atau Ibu Gubernur saat rancangan perdanya menuju sah, tolonglah ketentuan tarif seenggaknya mirip kayak beli gorengan. Lanjut lagi, dalam Pasal 9 ayat (3), pelaksanaannya nggak langsung hari itu, semua jalan yang ditetapin langsung berlaku alias ini bakalan dilakukan secara bertahap. Nah, maksudnya mungkin kalau bertahap gini tuh uji coba kali ya biar nggak kaget?

Dalam rancangannya sih, jam pemberlakuannya akan dimulai pukul 05.00 WIB sampai 22.00 WIB. Kalau kamu lagi gaada uang, mending lewat pas jam udah di angka 22.01 WIB aja, saranku ya.

Yang masuk pengecualian alias kendaraan yang dapat berkah buat nggak bayar itu ada kendaraan bermotor alat berat (harus pakai izin petugas sob, kalau mau lewat jalan mahal ini), sepeda listrik, kendaraan umum plat kuning, kendaraan dinas instansi pemerintah dan TNI/POLRI kecuali yang platnya hitam, kendaraan korps diplomatik negara asing, ambulans, kendaraan jenazah, sampai dengan kendaraan Damkar.

Dalam hal pengoperasiannya, Gubernur membentuk dan/atau menunjuk Penyelenggara Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik yang menerapkan Fleksibilitas dalam penyelenggaraan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik sebagaimana dimuat dalam Pasal 6 ayat (3). Jadi, penyedia jasanya nanti bisa BUMN, BUMD, atau PT (termasuk juga perusahaan penanaman modal dalam negeri atau asing). Hal ini juga berkaitan sama pengadaan barangnya.

Kalau dalam Pasal 14 sih, pemerintah katanya bakalan nerapin prinsip ability to pay sama willingness to pay buat para pengguna jalan. Maksudnya, kemampuan masyarakat serta keinginan masyarakat untuk ikut serta membayar tuh akan dipertimbangkan matang-matang. Lagi, kalau dari saya sendiri sih ya… selaku mahasiswa, tolonglah harganya mirip-mirip kaya beli kuaci.

Hati-hati ya, perlu dicatat nih kalau penerapan tarif berbayar ini juga punya sanksi denda jika melanggar. Sebagaimana Pasal 16 udah jelasin, bagi yang melanggar akan dikenakan denda senilai 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai tarif normal. Hasil dendanya ini akan masuk ke dalam rekening kas daerah dan/atau pihak penyelenggara.

Sebenarnya, kalau tarif Layanan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik ini udah berhasil memungut uang para pengguna jalan memangnya mau diapakan uangnya? Nah, menurut rancangan perda itu pun bilang bahwa uangnya akan diperuntukkan sebagai biaya penyelenggaraan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik, pemanfaatan untuk peningkatan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda, peningkatan pelayanan Angkutan Umum, peningkatan kinerja lalu lintas.

Buat kita-kita selaku masyarakat khususnya apabila kamu warga DKI Jakarta masih bisa loh buat ngasih pendapat, saran, kritikan atas wacana tarif jalan berbayar ini. Tenang aja, dalam rancangan perda memang dibahas soal peran serta masyarakat. Apa saja yang dapat dilakukan oleh kita para individu awam? Nah kita bisa memberikan masukan, pendapat, dan pertimbangan dalam rangka penyempurnaan kegiatan ini. Sebisa mungkin beri saja pendapat kalian, ya.

Penulis: Anisa Cahyani
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Pembangunan Kayutangan Malang yang Krisis Identitas

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version