Blora, Kabupaten Kecil yang Sulit Menghargai Tokoh-tokoh Penting Daerahnya

Blora, Kabupaten Kecil yang Sulit Menghargai Tokohnya

Blora, Kabupaten Kecil yang Sulit Menghargai Tokohnya (unsplash.com)

Blora, merupakan kabupaten kecil yang terletak di ujung paling timur Provinsi Jawa Tengah. Di wilayah ini dapat dipastikan kalian bakal kesulitan menemukan mall besar, gedung pencakar langit, atau jalan-jalan megah. Namun di balik kesederhanaan dan ketenangannya, Blora menyimpan sejarah tokoh besar yang justru sering terlupakan.

Sebagai warga lokal yang lahir dan besar di Blora, saya tak begitu kaget jika sejarah tokoh-tokoh besar asli Blora sering luput dari pengetahuan warganya. Tak dimungkiri, selama menempuh pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah, saya tidak menemukan pendidikan bermuatan lokal yang secara mendalam membahas sejarah dan tokoh-tokoh besar yang lahir di daerah ini. Bagaimana dengan daerah kalian, apakah hal serupa juga terjadi?

Parahnya, pemerintah setempat malah seperti ikut andil menghilangkan ingatan masyarakat. Ini terlihat dari kurangnya usaha untuk mengenalkan tokoh-tokoh Blora kepada masyarakat, baik melalui pendidikan bermuatan lokal atau sekadar memberikan penghargaan dengan menamai jalan atau bangunan. Tentu saja ini sangat disayangkan. Blora sebenarnya memiliki banyak tokoh yang semestinya dapat dikenang dan memperoleh penghargaan.

Peresmian Jalan Pramodya Anantatoer terancam gagal

Beberapa waktu yang lalu, Muchamad Aly Reza, salah satu reporter Mojok.co, menyoroti betapa sulitnya memberi penghargaan kepada tokoh asli Blora. Bahkan untuk memberikan apresiasi yang sederhana melalui penamaan jalan pun harus melalui proses yang rumit, penuh birokrasi, dan terhambat oleh berbagai alasan administratif. Hal ini menjadikan usaha untuk menghormati tokoh-tokoh Blora melalui penamaan jalan menjadi sangat berbelit-belit dan memakan waktu yang lama.

Nama yang diusulkan menjadi nama jalan adalah seorang sastrawan kritis bernama Pramoedya Ananta Toer. Pramoedya Lahir di Blora, Jawa Tengah pada 6 Februari 1925. Beliau memiliki karya-karya yang menggugah pemikiran dan membangkitkan kesadaran akan perjuangan dalam menghadapi ketidakadilan.

Pada masa penjajahan Jepang, dia sempat dipenjara oleh pasukan Jepang karena keterlibatannya dalam kegiatan politik. Setelah Indonesia merdeka, Pramoedya kembali berjuang dengan tulisannya. Meskipun saat itu dia beberapa kali dipenjara oleh rezim Orde Baru karena pandangan-pandangannya yang kritis terhadap pemerintahan. Karya fenomenal Pramoedya Ananta Toer salah satunya adalah Bumi Manusia yang berhasil dijadikan film pada tahun 2019 lalu.

Rencananya, peresmian jalan Pramoedya Ananta Toer akan dilakukan pada peringatan satu abad Pram pada 6 Februari 2025. Sebagai warga Blora, saya sangat berharap penamaan jalan dengan nama tokoh-tokoh asli Blora ini dapat menjadi langkah awal untuk mengingat dan mengenalkan mereka kepada masyarakat luas. Ini bukan hanya soal memberi penghargaan. Tetapi juga tentang menanamkan rasa bangga terhadap sejarah dan kontribusi besar yang telah mereka berikan untuk bangsa dan daerah ini.

Wacana memberi nama bandara dengan nama tokoh di luar Blora

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Pemkab Blora kurang tertarik menggunakan nama tokoh asli Blora untuk penamaan jalan atau bangunan penting lainnya. Pada tahun 2021, misalnya, Pemkab Blora justru mengusulkan untuk memberi nama Bandara Ngloram dengan nama Gus Dur. Tak dapat disangkal jika Gus Dur adalah salah satu tokoh besar Indonesia yang memiliki citra positif dengan menjunjung nilai pluralisme.

Akan tetapi memberikan nama bandara dengan nama tokoh yang berasal dari luar wilayah Blora tentu saja terasa kurang tepat, bahkan wagu. Mengapa? Karena penghargaan semacam itu sepatutnya diberikan kepada tokoh-tokoh yang lahir dan berjuang di wilayahnya karena memiliki ikatan sejarah yang lebih kuat dengan daerah setempat.

Logikanya, Blora memiliki tokoh besar lain yang tak kalah penting dan sangat layak untuk diberi penghargaan dalam bentuk penamaan bandara. Salah satunya adalah Samin Surosentiko. Beliau dikenal karena perjuangannya yang luar biasa dalam melawan penjajahan Belanda. Hingga kini, ajaran dan perjuangan Samin tetap hidup di tengah masyarakat adat Samin. Mengingat kontribusi besar Samin terhadap sejarah daerah ini, penamaan bandara dengan namanya akan lebih mencerminkan ikatan kuat antara tokoh tersebut dengan Blora.

Selain itu, Tirto Adhi Soerjo juga merupakan tokoh penting asal Blora yang patut diperhatikan. Sebagai pelopor pers Indonesia, dia menggunakan tulisan dan perjuangannya untuk mengangkat isu-isu sosial dan ketidakadilan pada masa penjajahan Belanda. Pengaruh dan warisan yang dia tinggalkan dalam dunia jurnalistik sangatlah besar. Sudah seharusnya Blora, sebagai tempat kelahirannya, menghormati Tirto Adhi Soerjo dengan mengabadikan namanya pada bangunan vital di Kabupaten Blora.

Entah mengapa pemerintah setempat tidak terpikir untuk mengusulkan pemberian nama bandara dengan nama Samin Surosentiko atau Tirto Adhi Soerjo, dan justru memilih nama Gus Dur. Padahal, pemberian nama tokoh asli Blora pada jalan atau bangunan akan lebih memperkuat rasa bangga masyarakat.

Ketidakpedulian Pemkab jadi biang kerok masyarakat tak kenal tokoh penting di daerahnya

Terlalu prematur jika hanya menuding ketidakpedulian pemerintah Blora menjadi akar masalah dari hilangnya ingatan masyarakat terhadap tokoh-tokoh di daerahnya. Meskipun pada dasarnya pemerintah memiliki peran besar dalam mengenalkan dan menjaga ingatan kolektif masyarakat tentang kontribusi para tokoh lokal yang berhasil membangun sejarah dan identitas daerah Blora.

Namun, sebagai warga lokal, saya juga harus paham bahwa pemerintah itu manusia. Kadang bisa lupa, atau nggak selalu fokus pada hal-hal penting seperti ini. Meski kita berharap mereka lebih peduli, nggak ada salahnya jika kita memberi ruang untuk rasa kecewa. Apalagi jika kita terus-terusan berharap pemerintah yang bakal ngurus semuanya, mungkin kita akan menunggu lama, bahkan bisa jadi sia-sia. Pada akhirnya, yang harus tergugah adalah kesadaran diri sendiri agar lebih mengenal dan mengenang tokoh-tokoh penting di Blora secara mandiri.

Penulis: Dimas Junian Fadillah
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Kabupaten Blora Bukan Sebatas Horor Hutan Jati, Ini 3 Sisi Positif Blora, Kabupaten Indah yang Pesonanya Begitu Indah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version