Kemarin, di feed instagram saya melihat berita tawuran warga di daerah Bassura Jaktim. Jalan Basuki Rahmat atau Bassura memang jadi tempat favorit para warga yang nggak ada kerjaan itu untuk saling unjuk gigi. Entah apa yang mereka ributkan sehingga terjadi bentrok antarkubu yang sebenarnya saling kenal. Ketika ditelusuri akar masalahnya pun nggak ada yang bisa menemukan. Sumber masalahnya saja absurd, tapi terulang.
Jakarta Timur sepertinya nggak bisa dilepaskan dari permasalahan tawuran ini. Banyak tempat di wilayah Jakarta Timur yang menjadi panggung untuk mereka yang “kaya” akan emosi dan “miskin” kesabaran itu untuk unjuk gigi. Seperti di daerah Pasar Rebo dan Jatinegara. Di Jatinegara saja, tepatnya di Bassura sudah sering kali terjadi tawuran. Dibubarkan, ya bubar. Besok tawuran lagi.
Dari postingan di instagram yang saya lihat, kejadian tawuran di Bassura Jaktim terjadi sore hari, yang notabene waktu jam pulang kerja. Dan jalan Basuki Rahmat itu terkenal jalan yang macet jika jam berangkat dan pulang kerja. Lha kok, malah warganya pada sibuk adu kekayaan itu sore hari. Apa Biar ditonton warga yang pulang kerja? Alih-alih menghibur, yang ada malah kalian bikin susah.
Daftar Isi
Tawuran di Bassura nggak jelas penyebabnya
Dari sumber yang saya baca, dalam kasus tawuran yang terjadi di Bassura kemarin dan mungkin waktu yang lalu-lalu itu nggak ditemukan pokok masalahnya. Nggak ada akar masalah yang menyebabkan bentrokan antar warga itu terjadi. Lebih lanjut, menurut lurah setempat yaitu lurah Cipinang Besar Utara, kebanyakan warga yang tawuran bukan warga setempat. Melainkan warga luar kelurahan Cipinang Besar Utara (CBU). Orang luar ini memprovokasi warga CBU dengan alasan “saya diserang”. Alhasil, orang-orang yang “kaya” emosi ini langsung menyerang balik. Menurut saya, orang yang tawuran ini adalah orang “kaya” dan “miskin” dalam satu badan manusia. Kaya akan emosi dan miskin kesabaran. Dikit-dikit tawuran, nggak ada masalah juga tawuran. Gitu aja terus, nggak jelas!
Tawuran sore hari, kalian nganggur?
Tawuran yang pecah di Bassura kemarin itu terjadi sore hari. Bukan saya membenarkan atau menyarankan tawuran dilangsungkan malam hari. Mau kapan pun tawuran terjadi, tindakan itu tetap melanggar hukum yang berlaku.
Di video yang beredar di media sosial, saya melihat warga yang terlibat bukan dari kalangan remaja saja. Banyak warga yang sudah tua juga ikut turut serta. Pokoknya campur, aduk. Saya jadi bertanya-tanya dalam hati, apa mereka nggak kerja, ya? Atau memang sebenarnya mereka itu orang kaya yang sudah nggak mikir uang dan pekerjaan?
Pelaku tawuran adalah orang “kaya” yang nggak ada kerjaan
Jika dilihat dari kacamata orang awam seperti saya, orang kaya itu adalah orang yang giat bekerja, menabung, dermawan dan lainnya. Orang yang sebenarnya kaya akan tetap bekerja untuk tetap bisa menjaga stabilitas kekayaannya. Beda dengan pelaku tawuran di Bassura atau di mana pun tempat, mereka juga orang “kaya”, tapi tanpa pekerjaan. Mereka nggak kaya harta, tapi kaya emosi.
Menurut saya, kalau mereka itu ada kerjaannya, pasti mereka malas lah ikut-ikutan tawuran. Sore hari, pula. Tolong banget, lah.
Ketimbang tawuran, kalian sebenarnya bisa saja melakukan hal yang lebih berguna. Mancing, berkebun, apa pun itu, asal tidak tawuran, saya yakin lebih berguna.
Tawuran di Bassura Jaktim jadi contoh sahih bahwa masih banyak orang gabut dan butuh pekerjaan atau kegiatan yang lebih bermanfaat. Kalau kalian punya loker, mending dibagi, biar mereka nggak bikin atraksi konyol di sore hari.
Penulis: Jarot Sabarudin
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jakarta Timur Kota Tawuran, Jangan Sekolahkan Anak di Sini kalau Mau Selamat