Beban Hidup Koas yang Tak Kita Ketahui Selama Ini

Beban Hidup Koas yang Tak Kita Ketahui Selama Ini

Beban Hidup Koas yang Tak Kita Ketahui Selama Ini (Pixabay.com)

Koas adalah keset bagi semua orang di rumah sakit. Bahkan ada yang bilang, ia tak hanya keset, tapi debu di bawah keset

Heran. Ya, sebagai seorang dokter, heran adalah kata yang melintas pertama kali di kepala saya ketika membaca ratusan komentar netizen yang berderet memanjang di sebuah video viral tentang seorang Mbak Dokter yang marah-marah ke pengunjung di parkiran sebuah rumah sakit di Medan. Tak cukup itu saja, saya juga tak lupa geleng-geleng kepala untuk membuktikkan bahwa saya memang betul sedang keheranan.

Baik, itu video lama, tapi rasa-rasanya perlu saya bahas satu hal yang luput dari perhatian netizen.

Di kolom komentar, netizen banyak sekali memberikan kritikan, hujatan, dan tausiyah (alhamdulillah, ada yang berbaik hati menyempatkan diri) terhadap perilaku Mbak Dokter tadi. Si Mbak yang ternyata adalah seorang dokter muda atau koas yang mulai bertugas beberapa bulan di rumah sakit tersebut, dihujat karena tidak menampakkan perilaku profesional layaknya seorang dokter.

Saya tentu tak membenarkan perilaku Mbak Koas yang emosional dan lepas kendali. Hanya saja ada beberapa hal yang sepertinya perlu saya paparkan agar kita semua, netizen budiman dan komentator, bisa melihat dari sudut pandang yang lebih jernih.

Dia adalah koas!

Pertama, dari kesaksian juru parkir rumah sakit, akar masalah terjadi karena si pengunjung sibuk mengklakson dan meneriaki si mbak Koas yang sedang memarkir mobilnya. Sebagai sesama wanita, saya bisa membayangkan si Mbak Koas yang akhirnya jadi panik dan tremor ketika memarkir mobil karena diklakson tiada henti dari belakang. Apalagi jika parkirnya bukan paralel alias parkir lurus, perpendicular parking, atau back-in angle parking (kalau bingung artinya silakan googling). Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang tahu, wanita dan parkir mobil non paralel adalah musuh dalam keabadian.

Kedua, si Mbak adalah koas. Maksud saya, ya dia koas. Dia KOAS! (Maaf, saya tidak bermaksud untuk histeris. Tapi, dia KOAS!) yang lagi-lagi, hanya Tuhan yang tahu bagaimana beratnya beban hidup seorang koas. Itupun kalau dia berhasil melalui fase koas-nya dengan selamat dan dalam keadaan hidup.

Di rumah sakit, koas menduduki kasta terbawah dan strata yang paling rendah. Anda mulai bertanya-tanya? Bagus, itu tandanya Anda mulai mengikuti ke mana arah penjelasan saya. Bahkan ada yang berkelakar, koas adalah keset tempat semua orang di rumah sakit membersihkan debu dan kotoran yang ada di bawah sepatunya. Tidak itu saja, bahkan masih ada yang menyanggah: koas bukanlah keset, tapi debu di bawah keset. Semakin mengenaskan dan menyayat hati, bukan?

Tugas yang tak (pernah) sederhana

Koas melakukan semua pekerjaan yang diperintahkan oleh siapa pun. Mulai dari memeriksa vital sign pasien, membantu ibu perawat mengganti popok, sprei, dan muntahan pasien, hingga membuat laporan dan mempresentasikannya di morning report (MR) keesokan harinya. Hal ini termasuk jadi kambing hitam untuk ikut “dibantai” oleh konsulen ketika laporan morning report-nya salah dan belepotan di sana sini.

Tidak hanya itu, koas juga punya tugas lain sebagai kurir yang melakukan antarjemput rekam medis dan hasil lab pasien ke semua bagian RS sesuai yang diperintahkan, kapan pun waktunya. Tak peduli tengah malam atau saat si koas mules sakit perut di WC. Pokoknya, wajib laksanakan! Kadang, dalam sehari seorang koas bisa mengelilingi rumah sakit yang luasnya ribuan meter persegi itu hingga puluhan kali demi menyelesaikan tugas kurir ini. Sesuatu yang bahkan seorang kurir ekspedisi profesional pun perlu ketabahan untuk melakukannya.

Obsgyn, ujian hidup yang sebenarnya

Ketiga, menurut jubir RS setempat, si Mbak Koas tadi ternyata sedang bertugas di bagian obsgyn alias obstetric and gynecology alias bagian kandungan. Maka, habislah sudah.

Saudara-saudaraku tercinta se-tanah air, bagian obsgyn adalah salah satu ujian terberat dalam hidup seorang koas. Di bagian ini, tuntutan tugas teramat sangat kompleks karena di bagian ini nyawa dua orang menjadi tanggung jawab sekaligus: nyawa ibu dan nyawa janin/bayinya. Di obsgyn, jangan harap bisa ketawa haha-hihi seperti di bagian lain. Apalagi jika alarm green atau blue code berdering. Wajah tegang, gerak cepat, buka semua pintu, lari, dan evakuasi pasien secepat mungkin. Di situlah akhirnya seorang koas tahu bagaimana rasanya bertanggung jawab dunia dan akhirat atas nyawa manusia.

Masih belum cukup, jadwal jaga di bagian obsgyn juga cukup padat dibanding bagian lain. Seorang koas obsgyn bisa menghabiskan waktu 30 jam untuk sekali jaga. Itu artinya, dia hanya bisa tidur dua hari sekali dan itu dijalani selama berminggu-minggu. Belum lagi jika saat jadwal jaga, si kos berjumpa dengan berbagai macam persalinan sulit dan penuh komplikasi yang membuat dia bekerja keras bagai kuda sepanjang jam jaga.

Muka pucat, tatapan kosong

Kadang, si koas harus menjumpai adanya operasi darurat tepat di akhir jam pergantian jaganya. Maka, bayangan indah kasur kamar kos yang ada di depan mata pun hilang melayang karena jam jaganya terpaksa extended. Belum lagi sebelum pulang jaga, si koas masih harus mengelap lantai dan membersihkan sisa darah atau cairan pasien pasca melahirkan. Pertanyaan Anda mulai terjawab kan, kenapa wajah si Mbak Koas di video itu terlihat pucat, garang, dan tatapan matanya kosong?

Itulah saudaraku, kita tak bisa dengan mudah menilai suatu video viral hanya dari apa yang tampak di layar. Saya tak membela si Mbak Koas, karena ketidakmampuannya untuk mengendalikan emosi juga tak bisa dibenarkan. Hanya saja, mencoba memahami Mbak Koas mungkin bisa membantu kita untuk menahan jempol kita supaya tak ikut memaki. Tidakkah itu perbuatan terpuji?

Penulis: Ita Fajria Tamim
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Mitos Jaga IGD yang Nggak Masuk Akal, tapi Beneran Terjadi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version