Beasiswa KIP yang harusnya untuk orang tak mampu, justru dinikmati betul oleh orang yang mampu. Ini cerita Laila, yang mengubur impiannya karena gagal dapat beasiswa
Pendidikan pada hakikatnya terbuka bagi siapa saja. Pendidikan, adalah hak bagi semua golongan rakyat, tak terkecuali. Negara wajib memberikan pendidikan untuk seluruh rakyatnya, kewajiban rakyatnya cuman satu: datang. Harusnya.
Lantas bagaimana dengan orang yang nggak mampu dari segi finansial? Tenang saja pemerintah Indonesia telah memikirkan hal itu juga. Solusinya adalah program beasiswa KIP.
Beasiswa KIP ini menjadi program unggulan Jokowi sejak kampanye pilpres 2014, dengan tujuan nggak ada lagi anak-anak yang putus pendidikannya. Kenyataannya, banyak orang sulit untuk melanjutkan pendidikan kuliah. Yang sudah masuk kuliah aja pun terkadang masih banyak kendala untuk membayar pendidikan. Hal itu karena UKT yang makin lama makin nggak masuk akal.
Bahkan kampus yang menyandang kampus rakyat, tak lagi punya UKT yang masuk akal untuk dijangkau rakyat. Inisialnya sih, UIN.
Selama ini, beasiswa KIP jadi solusi bagi orang yang nggak mampu membayar pendidikan, terlebih untuk orang yang nggak mampu tapi berprestasi. Tapi yang pemerintah luput adalah dari deretan penerima beasiswa tersebut, ada juga orang kaya (atau sanggup membayar biaya) jadi penerima beasiswa tersebut. Kok bisa?
Daftar Isi
Putusnya pendidikan Laila
Laila, mahasiswa UIN Jogja, adalah salah satu dari sekian banyak manusia yang mencoba peruntungan mendaftar beasiswa KIP. Orang tuanya petani, penghasilan tergantung musim, dan itu pun belum mencukupi untuk membayar UKT. Berangkat dari hal ini saja, harusnya Laila sudah cukup layak jadi penerima beasiswa KIP.
Oh, kawan, kenyataan selalu lebih jahat ketimbang polah ibu tiri dalam sinetron ampas.
Ada begitu banyak berkas-berkas yang harus rampungkan. Klise, seperti surat keterangan tidak mampu, surat penghasilan orang tua, surat tanah, foto rumah. Nggak hanya itu, masih banyak berkas-berkas lainnya, begitulah yang Laila harus rampungkan demi keberlanjutan pendidikan.
Tapi, usahanya kandas. Dia tak lolos jadi beasiswa KIP. Orang kalah macam Laila, masih harus dijebloskan lagi oleh hidup. Hidup berjalan seperti bajingan tak bisa menggambarkan pedih yang Laila alami di lubuk hati.
Yang terjadi selanjutnya menyedihkan. Laila tak sanggup membayar UKT, yang membuatnya tak bisa melanjutkan pendidikan.
Padahal Laila tak lagi bisa diragukan kepantasannya. Penghasilan yang kelewat rendah, berprestasi, dan benar-benar butuh, tapi nyatanya di hadapan para pembuat keputusan, ia kalah. Tapi, jujur saja, ini amat sangat tak masuk akal. Maksud saya, ayolah, penghasilan orang tuanya kurang dari 500 ribu per bulan, harus semiskin dan sepantas apa lagi?
Saya bisa saja curiga dengan pihak kampus. Apa yang bikin Laila dianggap tidak pantas menerima? Apakah beasiswa KIP hanya menerima sedikit orang saja? Atau memang Laila kurang miskin?
Kalau memang kurang miskin, kok bisa ada orang kaya yang dapat?
Beasiswa miskin yang dinikmati oleh si kaya
Beasiswa KIP yang dinikmati oleh orang-orang kaya
Saya menduga-duga bahwa beasiswa KIP ini masih banyak calon mahasiswa yang memanipulasi data pemberkasannya. Mulai dari surat-surat yang dibuat-buat sendiri, dan biasanya hal ini dilakukan oleh orang yang pengen mendapatkan dana gratisan dari beasiswa KIP untuk memenuhi hasrat mereka. Oke ini asumsi. Tapi, jujur saja, berapa banyak orang yang kalian anggap mampu malah dapat beasiswa tidak mampu?
Mampu yang saya maksud adalah mereka punya fasilitas yang jelas hanya bisa diakses oleh orang menengah ke atas. Ayolah, nggak usah sok kontra dengan saya, pasti kalian punya 1-2 kawan yang rela memakan hak orang lain demi biaya hidup.
Saya melihat sendiri orang yang dapat beasiswa untuk orang nggak mampu—apa pun nama beasiswanya—menggunakan uang yang mereka dapat untuk hal-hal yang jelas menghina akal sehat. Ada yang pakai uangnya untuk modal bisnis, ada yang ganti hape, ada yang untuk memenuhi tren tai anjing. Singkatnya: uang yang harusnya Laila gunakan untuk bayar kuliah, digunakan oleh orang lain yang tak berhak.
Salah sasaran: ketidakmampuan atau hobi?
Laila tidak sendiri. Beasiswa tak mampu kerap salah sasaran. Pelaku yang memanipulasi data bahkan kadang tak malu-malu menunjukkan bahwa mereka sebenarnya mampu. Mereka menghamburkan uang negara yang seharusnya tak mereka terima. Sedangkan yang berhak menerima, terpaksa menjalani nasib dengan sepedih-pedihnya.
Yang jadi pertanyaan saya adalah, meski dengan bukti sejelas-jelasnya, kenapa hal ini masih terjadi dan (seakan) tak dibereskan? Jika memang tidak mampu menyeleksi, serahkan pada yang mampu dan mau. Dan kadang juga, saya bertanya-tanya, bagaimana bisa dengan seabrek persyaratan, masih bisa salah sasaran?
Entahlah, persoalan ini harusnya tak saya yang memikirkan. Sebab, sampai sekarang, saya masih bertanya-tanya, bagaimana bisa orang dengan penghasilan tak sampai sepertiga UMR Jogja, gagal dapat beasiswa tak mampu?
Penulis: Syafiqur Rahman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Bidikmisi Jadi Ajang Adu Miskin dan Manipulasi Data Beasiswa
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.