Di dalam ingatan masa kecil saya, Bangunjiwo Bantul adalah potret desa asri seperti yang sering digambarkan orang-orang saat tugas seni budaya. Ya, waktu itu sawahnya masih luas, anak-anak bersekolah mengendarai sepeda hingga penjual keliling Susu Murni Nasional yang kerap lewat setiap sore.
Bertahun-tahun berlalu, wajah Bangunjiwo Bantul pun berubah. Sekarang daerah ini lebih tampak seperti perkotaan alih-alih pedesaan. Itu pula yang membuat pengalaman saya tinggal di daerah ini menjadi berbeda. Untuk saat ini, saya merasa tinggal di Bangunjiwo itu tidak lagi terasa nyaman, setidaknya untuk beberapa alasan di bawah ini.
Daftar Isi
#1 Banyak truk kontainer dan bus pariwisata
Seperti yang saya katakan tadi, Bangunjiwo kini lebih seperti daerah perkotaan dengan arus kendaraan yang sangat ramai. Selain itu, jalanan di daerah Bangunjiwo ini juga seperti jalur alternatif bagi para pengendara untuk memangkas waktu tempuh. Nggak heran, semakin banyak bus pariwisata dan truk-truk kontainer yang lewat di sini.
Banyaknya kendaraan besar yang melintas di daerah Bangunjiwo, setidak-tidaknya memberikan dampak kepada warga lokalnya. Salah satu yang paling terasa adalah kesulitan menyeberang jalan. Iya, bayangkan saja, saat hendak menyeberang, saya terkadang butuh waktu 5 menit untuk menunggu antrean kendaraannya terputus.
Berkendara di Bangunjiwo pun juga semakin mengerikan. Ruas jalan di daerah ini tergolong kecil tapi dilalui oleh kendaraan-kendaraan berukuran besar. Duh, benar-benar hal ini bikin nggak nyaman!
#2 Motor knalpot brong bikin pekak telinga
Saya ingat betul saat masih kecil bisa mendengar suara kereta atau sirine penggilingan tebu di Madukismo saat pagi hari. Saat ini boro-boro mau mendengar suara itu. Suara pengumuman dari pengeras suara saja nggak jelas karena ramainya suara jalan di Bangunjiwo.
Saya rasa tidak berlebih mengungkapkan jalanan di Bangunjiwo itu ramai. Selain lalu lintasnya yang memang padat, banyak pengguna jalan yang menggunakan knalpot brong. Suaranya memekakan telinga. Belum lagi kalau melintas saat dini hari, ampun, deh mengganggu orang tidur saja!
Baca halaman selanjutnya: Masalahnya bukan …
Masalahnya bukan pada sisi berisiknya saja, tetapi para pengendara yang motornya dimodifikasi dengan knalpot brong ini sering semena-mena di jalan! Motornya dipacu dengan kecepatan tinggi dan suka nyalip kanan-kiri. Duh, padahal kontur jalan di Bangunjiwo itu tidak rata, berkelok-kelok dan naik-turun, kok, ya masih berani kebut-kebutan!
#3 Jalanan Bangunjiwo Bantul rusak dan penerangan minim
Pembangunan di Bangujiwo Bantul memang berkembang pesat. Sekarang dapat dengan mudah kita menemukan minimarket, pom bensin, kafe, dan berbagai jenis warung makan. Sayangnya, pembangunan itu tidak diiringi dengan perbaikan jalan di sana. Jalanan di Bangunjiwo itu penuh kerusakan dan minim penerangan!
Ketika saya harus pulang malam hari, lampu yang menerangi sepanjang jalan ke arah rumah saya itu jumlahnya bisa dihitung jari. Kenyataan lain, lampu yang menyala itu bukan merupakan lampu jalan, melainkan lampu teras rumah warga dan pertokoan. Sudah penerangannya minim, saya masih harus bertengkar dengan kondisi jalan yang aspalnya tambal sulam dan sisi-sisi sampingnya sudah rusak. Bagaimana mau terasa nyaman di Bangunjiwo kalau pulang malam saja selalu dibuat was-was.
Sekarang ini banyak orang berbondong-bondong ingin tinggal di Bantul demi mencari ketenangan. Saya kira, lebih baik orang-orang itu menghindari Bangunjiwo saja, kurang cocok soalnya. Namun, kalau kalian sudah terlanjur jatuh cinta dan tetap mau tinggal di sini, ya nggak apa, saya nggak melarang, asal kalian bisa berdamai dengan kekurangan-kekurangan tadi.
Penulis: Cindy Gunawan
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 5 Pertanyaan yang Membuat Orang Jogja Kesal
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.